02. Pokok Bahasan : Kaidah Dasar Teknik Reportase TV
Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV
Dosen : Drs. Adi Badjuri MM
Deskripsi singkat :
Mata kuliah ini memberikan pemahaman mengenai seorang reporter televisi yang harus memiliki persyaratan khusus yakni kepekaan sosial , sehingga mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses meliput suatu perisiwa
Tujuan Instruksi Umum :
Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa memiliki kemampuan dan pemahaman :
- Arti penting suatu peristiwa, atau kejadian di lokasi kejadian. Karena itu seorang reporter harus mampu mengkaji suatu kejadian yang akan diliputnya.
- Reporter bertanggungjawab agar peristiwa yang terjadi betul-betul tercover langsung di masyarakatkan melalui liputan berita, dan tidak boleh terjadi berlalu begitu saja hingga masyarakat bertanya-tanya bahkan mungkin menggelisahkan. Setiap re[prter harus selalu siap mengambil inisiatif untuk “action” meliput kejadian tersebut.
Metode Pengajaran :
Mahasiswa yang telah ditentukan segera memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan dari dosen.
Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.
Kaidah Dasar Teknik Reportase TV
Pengertian Reportase
Reportase adalah kegiatan meliput, mengumpulkan fakta-fakta tentang berbagai unsur berita, dari berbagai sumber/narasumber dan kemudian menuliskannya dalam bentuk berita (produk).
Berdasarkan tahapan atau tingkatannya ada tiga, yaitu: reportase dasar, reportase madia (menengah), dan reportase lanjutan. Reportase dasar menghasilkan berita langsung (straight news), reportase madia menghasilkan berita-kisah (soft news/ feature), dan reportase lanjutan menghasilkan berita analisis (news analysis).
Berita adalah informasi hangat dan aktual yang disajikan kepada umum mengenai apa yang sedang terjadi, tentang apa yang harus dipikirkan dan bagaimana bertindak. Ini berarti, berita adalah laporan kejadian yang tepat pada waktunya, ringkas, cermat, dan kejadian nyata itu sendiri.
Proses Pembuatan Berita.
1. Mencari informasi awal.
Informasi awal dapat diperoleh dari berbagai sumber. Media massa (koran harian, internet, radio, televisi) adalah salah satu sumber informasi yang terus mengalir tak pernah henti. Bisa pula dari berbagai sumber personal, seperti pimpinan lembaga, atau kolega (kenalan) yang bekerja untuk suatu perusahaan dan memiliki cukup informasi tentang perusahaan/lembaga tersebut.
Contoh kejadian: rapat anggaran DPRD, wisuda perguruan tinggi swasta, peresmian cabang baru bank syari’ah, lomba ilmiah remaja, seminar kebebasan pers/berekspresi, peringatan hari bumi, dsb.
2. Memastikan peristiwa yang akan diliput.
Melakukan konfirmasi berarti mengecek kepastian; baik kepastian jadi atau tidaknya acara, kepastian partisipan/peserta, penyelenggara, pihak/pejabat yang akan membuka acara, rangkaian berserta waktu/ lamanya acara, aturan atau tata tertib peliputan (jika ada). Dengan demikian, reporter dapat mempersiapkan segala sesuatu; baik fisik, mental, peralatan, maupun tim peliput.
3. Mendokumentasikan seluruh informasi.
Informasi yang didapatkan setelah peliputan perlu dikumpulkan, disatukan, ‘ditabung’ sehingga siap untuk diolah lebih lanjut menjadi berita. Informasi dapat berupa: keterangan tentang 5W+1H, foto-foto dokumentasi, press release, profil lembaga, pidato, pernyataan tertulis, komentar (wawancara) dua-tiga narasumber, dan kesaksian saksi mata.
Menulis Berita
1. Menetapkan sudut pandang (angle) pemberitaan sesuai (jenis) beritanya.
Reporter menetapkan jenis berita yang akan dibuat (straight, soft/ feature, analysis), kemudian menetapkan sudut pandang (angle) yang menarik. Ukuran menarik ini tentu saja dengan mengingat sebagian besar khalayak yang akan menikmati berita kita.
Angle pada dasarnya adalah penonjolan informasi, sekaligus pintu masuk (entry point) ke dalam berita. Rapat Anggaran DPRD dapat mengambil angle : alokasi anggaran pendidikan sebesar 20%, ‘Harga’ Draft RUU Keistimewaan Yogya 500 juta Realistis/Tidak?, Kenaikan Gaji DPRD melebihi gaji PNS.
2. Menulis seluruh (isi) berita
Dengan angle yang ditetapkan kemudian modal dasar dalam menulis berita adalah seluruh rangkaian informasi yang telah didapatkan, yaitu 5W+1H. Karena sudut pandangnya adalah anggaran pendidikan 20%, maka yang didulukan adalah fakta yang terungkap dalam rapat tentang anggaran tersebut, beserta seluruh argumentasi yang menyertainya. Begitu pula beberapa komentar pelaku (peserta rapat) maupun pakar/ pengamat pendidikan yang sengaja dihubungi untuk dimintai pendapatnya.
3. Mengedit berita, isi maupun bahasa
Jika berita telah jadi, sentuhan terakhir adalah editing, baik isi maupun bahasanya. Editing isi berarti membaca, mengoreksi adakah isi yang kurang, tidak relevan, kurang sesuai, belum menonjol, dan kurang menyeluruh. Dari sisi bahasanya, adakah kalimat yang belum mengalir, sudah sesuaikah antara judul dan lead dan isi seluruh tubuhnya, sudah menggunakan bahasa dan ejaan baku atau belum, dan adakah salah-ketik yang mengganggu pembacaan berita.
Vitalitas Reporter
Vitalitas adalah syarat utama wartawan tangguh, yaitu mengerjakan yang biasa-biasa saja dengan cara yang luar biasa. Menjadi reporter bukan pertama-tama karena kecantikan dan kegagahan, bukan keluwesan bergaul, bukanlah rasa ingin tahu, bukan juga pengetahuan luas dan dalam, melainkan ketekunan, kegigihan dan vitalitas. Rangkaian yang menyertai vitalitas itu adalah: menemukan peristiwa dan jalan cerita, cek-ricek-tripel cek jalan cerita, memastikan sudut berita, menentukan lead atau intro, menulis berita.
Alat Kelengkapan Reportase
Reporter dapat disebut profesi multi: peneliti, penulis cerita, editor. Peneliti karena dia harus mengumpulkan berbagai ragam informasi (observasi, wawancara, riset dokumentasi) di lapangan maupun di balik meja agar memiliki informasi yang cukup dan sekaligus valid untuk menulis berita (cerita). Perlengkapan yang diperlukan adalah setumpuk pertanyaan (yang ingin digali atau diketahui) jika mungkin diketik rapi, alat pencatat berupa bloknot dan pena yang mudah dibawa, alat rekam tape recorder kecil, dan kadang ditambah kamera foto. Jika telah memiliki kartu identitas (ID Card) reporter atau wartawan, sebaiknya dibawa untuk identitas dan keamanan.
Memiliki Persyaratan Khusus
Menjadi seorang reporter televisi harus memiliki persyaratan khusus yakni kepekaan sosial. Artinya sebelum meliput suatu peristiwa, atau kejadian di lokasi tempat kejadian ia sudah harus punya asumsi bahwa peristiwa atau kejadian itu punya arti besar bagi masyarakat luas. Apapun peristiwa atau kejadian tersebut.
Karena itu seorang reporter harus mampu mengkaji terlebih dahulu kejadian itu. Misalnya ia ditugaskan untuk meliput demo mahasiswa di Bundaran HI Jakarta Pusat. Ketika pertama kali mendengar penugasan maka pada saat itu pula ia harus berpikir : Apa yang didemo oleh para mahasiswa (=korupsi yang tak pernah tuntas, Pilkada yang curang, kelaparan, susah mendapatkan pekerjaan, susah mendapatkan bensin, dsb), untuk apa mereka demo (=tekanan pada pemerintah agar koruptor dihukum gantung), dengan cara apa mereka berdemo (membawa spanduk, menyetop lalu lintas jalan, membawa patung, membakar ban mobil bekas, melemparkan tekor busuk dsb), berapa banyak mahasiswa yang ikut demo (ratusan ribu, atau hanya 5 orang ), mahasiswa mana saja yang turun ke jalan (perguruan tinggi mana saja, organisasi intra atau ekstra universiter), apakah demo itu efektif atau hanya buang-buang waktu saja. Pertanyaan-pertanyaan ini diperlukan untuk memicu diri reporter tersebut untuk mengambil inisiatif dari mana dia harus memulainya atau merekamnya (dalam back mind) peristiwa tersebut, kemudia ia harus bertanggungjawab agar even tersebut jangan sampai berlalu begitu saja. Artinya reporter harus selalu siap mengambil inisiatif untuk “action” meliput kejadian tersebut.
Apabila seorang calon reporter / wartawan mendapat tugas meliput sebuah acara perkawinan orang terkenal , katakanlah misalnya perkawinan artis /penyanyi Siti Nurhaliza dengan seorang duda beranak empat bernama Datuk K, di Malaysia, tetapi calon reporter itu kembali dengan tangan hampa tanpa membawa berita hanya karena pengantin lelaki tidak muncul dalam jumpa pers, atau karena mantan istri Datuk K tidak hadir dalam akad nikah, maka calon reporter itu tidak layak menjadi seorang reporter.
Setibanya di kantor , ketika Redaktur yang memberi tugas menanyakan “Mana beritanya ?” . Sang calon menjawab “ Maaf Pak, tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan berita, karena pengantin lelakinya tidak muncul dalam jumpa pers dan mantan istri Datuk ke Austarlia” Maka sebenarnya, kejadian pengantin lelaki tidak muncul dan mantan istri ke Australia adalah justru suatu berita yang layak menjadi berita.
Menjadi seorang reporter harus mampu mengkaji mana berita besar, berita biasa dan berita ringan. Dan harus ditanamkan pada diri seorang reporter harus kembali ke redaksi dengan membawa berita besar. Atau paling tidak, dapat berita biasa, atau berita ringanpun jadi, asal jagan pulang degan tangan hampa.
Membuat Berita atau Menggagas Berita
Ada dua kategori kegiatan reportase atau peliputan ; membuat suatu berita atau menggagas suatu berita. Dengan kata lain, seorang reporter harus tahu terlebih dahulu apakah keberangkatannya dari kantor hanya untuk membuat berita atau berinisiatif menciptakan atau menggagas suatu berita. Yang dimaksud hanya untuk membuat berita adalah melakukan reportase di lapangan tentang hal-hal yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebagai penugasan dari redaktur. Misalnya menghadiri jumpa pers, atau liputan yang sudah direncanakan berdasarkan tematis. Maka beritanyapun hanya seputar jumpa pers.
Sementara liputan inisiatif atau menggagas suatu berita adalah suatu liputan yang tidak terduga atau yang tidak direncanakan sama sekali. Gagasan itu muncul dengan sendirinya ketika menyaksikan atau mendengar kabar telah terjadi dengan tiba-tiba peristiwa tragis, misalnya kecelakaan yang menewaskan seorang ibu yang sedang hamil tua. Atau seorang menteri yang “ngebut” naik motor sendiri guna menghindari kemacetan lalu lintas karena ditunggu rapat kabinet. Menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut reporter harus siap mendekat pada tempat kejadian dan mencari tahu siapa ibu hamil yang tertimpa musibah itu. Bagaimana kejadian itu bermula sehingga ibu itu tewas dalam keadaan hamil tua. Dan mempertanyakan siapa menteri yang “ngebut” naik motor itu. Bagaimana komentar orang-orang yang melihatnya, dst.
Reporter televisi tidak seorang diri (one man show) tetapi selalu berdua dengan seorang kamerawan/wati. Kedua orang inilah yang disebut tim reporter, mencerminkan televisi itu media audio visual (narasi dan gambar). Keduanya harus saling mengisi dan selalu bertukar pikiran dalam membuat sebuah liputan agar hasilnya maksimal dan menarik.
Apa yang akan ditulis oleh reporter dan gambar apa yang paling pas untuk menunjang tulisan tersebut. Perpaduan antara narasi dan gambar yang dibuat oleh reporter dan kameramen itulah yang akan ditonton oleh pemirsa. Penonton tidak mau tahu apakah hasil liputan itu dikerjakan oleh seorang atau oleh dua orang, penonton hanya ingin menonton sebuah berita.
Perbedaan antara wartawan media cetak dan tim reporter media televisi tercermin dari teknis reportasenya. Wartawan media cetak cukup dengan hanya selembar press release. Tetapi tidak bagi tim reporter televisi. Tim reporter televisi tidak bisa hanya “mengandalkan” membuat liputan dari press release. Press release hanya dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk kemudian dikembangkan di lapangan dengan diback up gambar-gambar yang juga ikut bicara.
Bagaimana cara untuk memadukan kebiasaan membuat berita dengan usaha menggagas berita ?. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh para reporter televisi dalam usahanya mengalihkan kebiasaan membuat berita yang ada menjadi menggagas berita baru.
- Ambil beberapa nara sumber kemudian meramunya menjadi sebuah berita baru.
- Ambil beberapa referensi berita yang ada untuk kemudian membuat berita baru dengan sudut pandang (angel) yang berbeda.
- Ambil referensi lain yang sesuai untuk menciptakan sebuah berita baru yang jauh lebih bernuansa.
Sebagai konsekuensi logis dari sebuah pekerjaan profesionalisme maka setiap reporter televisi dituntut harus kaya dengan ide-ide segar dan bermakna untuk dapat diaplikasikan menjadi sebuah berita televisi. Karena itu setiap reporter televisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan haruslah seorang yang “jeli” melihat setiap celah kejadian dalam masyarakat, dengan begitu reporter televisi tidak hanya menunggu perintah atasannya atau hanya menunggu undangan dari instansi lain atau hanya jadi reporter press release. Namun demikian melakukan koordinasi dengan atasan harus tetap menjadi suatu keharusan. Prinsipnya setiap tim reporter keluar “kandang” tidak ada kata pulang dengan tangan hampa dan kamera tanpa gambar.
Menulis berita di TV:
Berita di media televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor antara lain: Ketersediaan gambar dan momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan.
Referensi:
1, Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
2. Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.
3. Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
4. Ishadi SK. 1999. Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
6. Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing - 2nd edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.
7. Wahyuni, Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.