Sabtu, 22 Agustus 2009

TEORI SIFAT DATAR (LEVELLING)

5

Oleh : Ir. Zainal Arifin TEORI SIFAT DATAR (LEVELLING)


5.1. Prinsip Penentuan Beda Tinggi Dengan Sipat Datar.


Pengukuran menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi. Sebagai acuan penentuan tinggi titik-titik tersebut di gunakan muka air laut rata-rata (MSL) atau tinggi lokal. Bayangkan sebuah meja dan kursi di atas lantai (Gambar 5.1). Semuanya dapat diukur ketinggiannya dengan sebuah penggaris dari dasar lantai. Lantai dapat di sebut sebagai datum, dimana ketinggian benda di atasnya dideferensikan. Dalam hubungan ini Levelling dapat di definisikan sebagai suatu metoda untuk menggambarkan ketinggian benda secara relatif terhadap lantai (datum) sebagai referensi.


Gambar. 5.1. Ilustrasi Datum dan Beda Tinggi


Dalam aplikasi praktis, levelling di lakukan dengan bantuan instrumen (alat ukur sipat datar) dan suatu bak ukur sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5.2. Tinggi titik A = 1.500 - 0.750 = 0.750 m di atas datum


Tinggi titik B = 0.00 m (datum)


Tinggi titik C = 1.500 - 1.050 = 0.450 m di atas datum



Datum merupakan bidang mendatar yang melewati titik B. Dalam istilah geodesi datum ketinggian yang digunakan adalah berupa tinggi permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Berdasarkan datum tersebut dapat dikembangkan jaringan levelling, sebagai titik kontrol ketinggian yang biasanya di sebut Bench Mak (BM)Pengukuran menyipat datar mempunyai maksud untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik pada permukaan bumi. Sebagai acuan terhadap penentuan tinggi titik-titik tersebut di gunakan muka air laut rata-rata (MSL) atau tinggi lokal.



Gambar. 5.2. Prinsip Pengkuran Beda Tinggi dengan Sipat datar



5.2. Jenis Peralatan Sipat Datar


Berdasarkan Konstruksinya alat ukur penyipat datar dapat di bagi dalam empat macam utama:



a. Alat ukur penyipat datar dengan semua bagiannya tetap. Nivo tetap di tempatkan di atas teropong, sedang teropong hanya dapat di putar dengan sumbu ke satu sebagai sumber putar.



b. Alat ukur penyipat datar yang mempunyai nivo reversi, dan di tempatkan pada teropong. Dengan demikian teropong selain dapat di putar dengan sumbu ke satu sebagai sumbu putar, dapat pula di putar dengan suatu sumbu yang letak searah dengan garis bidik. Sumbu putar ini di namakan sumbu mekanis teropong. Teropong dapat di angkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.



c. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang mempunyai sumbu mekanis, tetapi nivo tidak di letakan pada teropong, melainkan di tempatkan di bawah, lepas dari teropong. Teropong dapat di angkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar.



d. Alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dapat di angkat dari bagian bawah alat ukur penyipat datar dan dapat di letakan di bagaian bawah dengan landasan yang berbentuk persegi, sedang nivo di tempatkan di teropong.



Gambar. 5.3. Jenis Dumpy Level, Tilting Level dan Automatic Level



5.3. Bagian Alat.


Konstruksi mekanis alat sipat datar sebenarnya sama dengan theodolite, perbedaannya hanya terletak pada gerakan vertikal tidak dapat di lakukan pada alat sipat datar.



Gambar 5.4. Konstruksi Mekanis Jenis Automatic Level



5.4. Mengatur Alat


a. Syarat utama : garis visir //garis arah niveau.


Syarat ini dapat di pecahkan menjadi 2 bagian, yaitu :


a. Garis arah niveau // sumbu mechanis


b. Garis visir // sumbu mechanis



(1). Mengatur garis arah niveau reversi // sumbu mechanis


Pada type tanpa skrup helling, mula-mula niveau berada di atas teropong (n.a = niveau atas) di buat seimbang dengan ketigaskrup penyetel. Kemudian teropong di putar terhadap sumbu mechanismenya. Niveau kini di bawah (n.b = niveau bawah). Penyimpangan gelembung adalah sama setengah penyimpangan ini di betulkan dengan skrup koreksi niveau yang bekerja vertikal (dalam gambar yaitu “a”).



Di samping itu mungkin juga terpenyilangan antara garis niveau dengan sumbu mechanis. Untuk memeriksa ini serta membetulkannya kita putar teropong 45 derajad dengan sumbu mechanis sebagai sumbu perputarannya. Penyimpangannya di buang seluruhnya dengan skrup koreksi tadi. Cara mengatur di atas di lakukan silih berganti, sampai niveau tetap seimbang, jika teropong di putar melalui sumbu mechanisnya.



(2). Mengatur garis visir // sumbu mechanis


Yang bekerja tegak lurus terhadap skrup koreksi niveau “a” arahkan teropong pada baak dan baca a1. Putar teropong melalui sumbu mechanisnya, dan berhubung sumbu ini tidak sejajar atau berhimpitan dengan garis visir, maka terbaca pada baak a2. (k1 dan k2 adalah kedudukan benang silang horizontal). Dengan skrup koreksi benang silang yang bekerja vertikal(dalam gambar yaitu “b”), buat pembacaan pada pada baak sebesar ½ (a1 + a2). Jika keadaan ini telah benar, maka visir tetap terpusat pada satu titik pada baak, jika teropong di putar melalui sumbu mechanisnya.



5.5. Kesalahan Perorangan dan Alat


a. Kekeliruan dalam membaca angka pada rambu dapat diatasi dengan membaca ketiga benang diafragma


b. Kekeliruan penulis dalam mencatat data ukur


c. Karena kesalahan pemegang rambu waktu menempatkan rambu di atas titik sasaran..



Sedangkan kesalahan dari alat meliputi :


a. Karena garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo.Hal ini dapat di hindarkan dengan menempatkan alat di tengah-tengah rambu belakang dan rambu muka (dp = dm) atau usahakan jumlah jarak rambu belakang = jumlah jarak muka.



b. Kesalahan karena Garis Nol Skala dan kemiringan Rambu.


Misalnya letak garis nol skala pada rambu A dan B tidak betul,maka hasil pembacaan pada rambu A harus di koreksi Ka dan pada rambu B sebesar Kb.Misalnya dalam keadaan rambu tegak pembacaan akan menunjukan angka a, sedangkan pembacaan pada waktu rambu miring sebesar a. Dari penelitian pengaruh miringnya rambu tidak dapat dihilangkan sehingga agar mendapatkan hasil beda tinggi yang lebih baik haruslah di gunakan nivo rambu yang baik.



Gambar 5.5. Kesalahan Kemiringan Rambu



5.6. Kesalahan yang Bersumber Pada Alam.


a. Kesalahan Karena Melengkungnya Sinar (Refraksi)


Sinar cahaya yang datang dari rambu ke alat penyipat datar karena melalui lapisan-lapisan udara yang berbeda baik kepadatan, tekanan maupun suhunya maka sinar yang datang bukanlah lurus melainan melengkung.


Gambar 5.6. Kesalahan krena refraksi atmosfir


Misalkan pembacaan rambu karena melengkungya sinar adalah b’ dan m’. Pembacaan seharusnya yang mendatar adalah b dan m. Agar mendapatkan harga b dan m yang mendatar maka harus di beri koreksi sebesar bb’ dan mm’ sehingga beda tinggi :



Dtab =b - a =(b’ + b’ b) -(m’ + m’ m) = (b’ - m’) + (b’ b + m’ m)



Bila (b’ b - mm’) = 0 atau b’ b = m’ m, maka tab = b’ - m’. b’ b akan sama denagn m’ m bilajarak dari alat penyipat datar ke rambu belakang sama denagn jarak ke rambu muka (db = dm)



Dengan demikian pengaruh refraksasi dapat di hilangkan bila jarak belakang sama denagn jarak muka atau jumlah jarak belakang sama dengan jumlah jarak muka.



b. Kesalahan Karena Melengkungnya Bumi.


Sesuai dengan prinsip dasar pengukuran beda tinggi, maka beda tinggi antara titik A dan B sama denagn jarak antara bidang nivo melalui titik A dan bidan nivo yang melalui b. Pengaruh kelengkngan bumi pada rambu belakang adalah bb” sedangkan pada rambu muka adalah mm”.



Gambar 5.7. Kelengkungan bumi



Dapat di lihat pada gambar bahwa pengaruh kelengkungan bumi dapat di hilangkan jika bb” = mm” atau bila jarak ke rambu belakang sama dengan jarak ke rambu muka (jumlah jarak belakang sama dengan jumlah jarak muka).



c. Kesalahan Karena Masuknya Statip Alat Penyipat Datar ke Dalam Tanah.


Alat penyipat datar selama pengukuran mungkin saja bergerak ke samping ataupun ke bawah, sehingga gelembung nivo pada alat penyipat datar tidak di tengah lagi, dengan demikian garis bidik tidak mendatar lagi. Meskipun demikian alat penyipat datar dapat saja bergerak ke dalam tanah tetapi gelembung nivo tetap di tengah. Masuknya statip penyipat datar ke dalam tanah akan memberi pengaruh pada hasil pengukuran. Pengaruh masuknya statip penyipat datar ke dalam tanah dapat di hilangkan dengan cara pengukuran sebagai berikut:



- Baca rambu belakang, kemudian rambu muka,


- Alat penyipat datar di pindah,


- Baca rambu muka, kemudian rambu belakang.



d. Kesalahan Karena Panasnya Sinar Matahari Dan Getaran Udara.


Alat penyipat datar apabila selalu kena sinar matahari maka akan menimbulkan perubahan pada gelembung nivo sehingga akan mengakibatkan kesalahan pada hasil pengukuran.



Untuk menghindari hal tersebut pada waktu pengukuran alat penyipat datar harus di lindungi dengan payung. Pengaruh getaran udara ini dapat di hindari dengan melakukan pengukuran pada waktu lapisan udara tenang yaitu waktu pagi dan sore.



5.7. Ketelitian dari Levelling


Ketelitian dari suatu waterpassing di tentukan oleh suatu bilangan, yang menyatakan kesalahan menengah untuk tiap kilo meter waterpassing tunggal. Kesalahan menengah ini dapat di hitung dari :


a. Selisih antara pengukuran pergi dan pulang per seksi


b. Selisih antara pengukuran pergi dan pulang pertrayek


c. Kesalahan penutup wp-keliling



Kedua cara yang terakhir ini hanya mempunyai arti untuk jaring-jaring besar. Menurut theori ilmu hitung pengamatan kesalahan menengah (k.m) per kilo meter waterpassing tunggal di peroleh rumus :



U = K.m per kilometer waterpassing tunggal di nyatakan dalam mm.


d = Selisih dalam mm antara pengukuran pergi dan pulang.


n = Jumah seksi di mana waterpassing tersebut di bagi.


D = Paanjang seksi dalam kilometer.


Kesalahan menengah dari hasil pengukuran yang di peroleh dari pukul rata pengukuran pergi dan pulang adalah:









image005


Untuk waterpassing teliti harga m hendaknya di bawah 1 mm, untuk waterpassing lainnya m terletak antara 1 dan 3 mm. Kesalahan menengah dari satu selisih antara 2 pengukutran tersebut adalah :



mS = Ö 2p 2



Selisih antara waterpassing pergi dan pulang yang di perbolehkan adalah 3 m S (3 kali kesalahan menengah adalah batas-batas toleransi. Menurutilmu hitung kemungkinan, selisih di atas 3 m S terjadi satu kali di antara 370 pengamatan. Karena kans ini begitu kecil, maka dalam praktek di anggap selisih lebih besar dari 3 m S tidak terjadi).



Misalkan waterpassing primer (teliti)di kehendaki m = 0.6 mm









image006

Maka menurut (2):


menurut (3): ms = Ö 2 x 0,72 =Ö1,44 mm



= 1,2 ÖL mm


Selisih yang di bolehkan S = 3 m s = 3,6 ÖL mm.

blog comments powered by Disqus

Posting Komentar



 

Mata Kuliah Copyright © 2009 Premium Blogger Dashboard Designed by SAER