Selasa, 18 Agustus 2009

Perilaku Pembelian

MODUL 11


SALES-MARKETING TV


POKOK BAHASAN :


PERILAKU KONSUMEN


Perilaku Pembelian


Drs Morissan SH, MA


DESKRIPSI


Mempelajari kebutuhan konsumen dapat memberikan petunjuk bagi pengembangan produk baru, keunggulan produk, penentuan harga, saluran pemasaran dan pesan iklan serta elemen bauran pemasaran lainnya. Bagian ini merupakan kelanjutan bagian (modul) sebelumnya) yang membahas perilaku atau dinamika pembelian konsumen yang membahas apa yang terjadi pada diri konsumen dan bagaimana iklan dan promosi dapat digunakan untuk mempengaruhi keputusan pembelian, salah satunya adalah terkait dengan perilaku pembelian.



TUJUAN INSTRUKSIONAL:


Setelah mengikuti perkuliahan dan membaca modul ini mahasiswa diharapkan dapat:


1. Memahami serta dapat menjelaskan mengenai perilaku pembelian rumit.


2. Memahami serta dapat menjelaskan mengenai perilaku pembelian karena kebiasaan.


3. Memahami serta dapat menjelaskan mengenai perilaku pasca pembelian.







engambilan keputusan oleh konsumen pada dasarnya berbeda-beda yang bergantung pada jenis produk yang akan dibeli. Keputusan untuk membeli pasta gigi atau sabun mandi, misalnya, akan berbeda dengan keputusan untuk membeli komputer pribadi atau mobil baru. Pembelian yang rumit dan mahal mungkin melibatkan lebih banyak pertimbangan pembeli dan lebih banyak peserta. Assael (1987)[1] membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek.



Pembelian Rumit. Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan-perbedaan besar di antara merek. Perilaku pembelian yang rumit itu lazim terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli, berisiko dan berfungsi untuk mengekspresikan diri konsumen. Pemasar produk dengan keterlibatan tinggi harus memahami perilaku konsumen dalam pengumpulan dan evaluasi informasi. Pemasar perlu mengembangkan strategi yang dapat membantu pembeli mempelajari atribut-atribut produk mereka dan tingkat kepentingan atribut-atribut tersebut. Pemasar juga harus dapat menarik perhatian konsumen terhadap reputasi merek yang dimiliki perusahaan dalam menyediakan atribut yang lebih penting bagi konsumen.



















Keterlibatan Tinggi


Keterlibatan Rendah


Perbedaan merek


besar


Perilaku pembelian rumit


Perilaku pembelian yang mencari variasi


Perbedaan merek


kecil


Perilaku pembelian mengurangi


Ketidaknyamanan


Perilaku pembelian yang


rutin/biasa



Proses pengambilan keputusan yang lebih rumit dapat terjadi jika konsumen memiliki pengalaman terbatas untuk membeli suatu produk dan tidak mengetahui atau memiliki informasi terbatas mengenai merek yang tersedia dan/atau tidak memahami kriteria yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan pembelian. Mereka harus mempelajari atribut atau kriteria apa saja yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan pembelian dan mempelajari bagaimana berbagai merek dapat memenuhi kebutuhan atribut yang diinginkan. Dalam hal ini, pemasar harus menyediakan informasi yang dapat membantu konsumen mengambil keputusan. Iklan yang memberikan informasi terinci mengenai suatu merek dan bagaimana suatu merek dapat memuaskan tujuan atau motif pembelian konsumen adalah penting. Pemasar dapat juga memberikan informasi kepada konsumen di lokasi penjualan melalui alat peraga (display) atau brosur. Mereka yang menangani distribusi harus memiliki tenaga penjual yang memahami produk yang dijualnya agar mereka dapat menjelaskan berbagai manfaat dari barang dan jasa yang ditawarkan dan menjelaskan mengapa merek bersangkutan lebih baik dari merek pesaing lainnya.



Pembelian Karena Kebiasaan. Kita telah mengenal model keputusan konsumen yang terdiri atas lima langkah yang dimulai dari pengenalan masalah hingga evaluasi pasca pembelian. Namun konsumen tidak selalu mengikuti model lima langkah tersebut. Mereka mungkin mengurangi atau melompati satu atau lebih tahapan tersebut jika mereka telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam membeli produk atau jika keputusan pembelian yang dilakukan memiliki arti ekonomi, sosial dan personal yang rendah.


Banyak keputusan pembelian yang kita buat sebagai konsumen lebih berdasarkan pada proses rutin berdasarkan kebiasaan. Bagi kebanyakan produk berharga rendah yang sering kita beli (misalnya barang kebutuhan sehari-hari), proses keputusan terdiri atas tidak lebih dari pengenalan masalah, melakukan pencarian internal secara cepat dan melakukan pembelian. Konsumen hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak melakukan pencarian eksternal atau melakukan evaluasi merek alternatif.


Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang signifikan, misalnya garam. Konsumen memiliki sedikit keterlibatan dalam jenis produk ini. Mereka pergi ke toko dan mengambil merek tertentu. Jika mereka tetap mengambil merek yang sama, hal itu karena kebiasaan, bukan karena kesetiaan terhadap merek yang kuat. Pada umumnya konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam pembelian sebagian besar produk yang murah dan sering dibeli. Konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan memutuskan merek apa yang akan dibeli. Sebaliknya, konsumen menjadi penerima informasi pasif melalui tayangan iklan di televisi atau media cetak.


Pengulangan iklan menciptakan ‘keakraban merek’ daripada ‘keyakinan merek’. Setelah pembelian, konsumen bahkan mungkin tidak mengevaluasi pilihan tersebut karena mereka tidak banyak terlibat dengan produk tersebut. Jadi, bagi produk dengan keterlibatan rendah, proses pembelian dimulai dengan keyakinan merek yang dibentuk oleh pemahaman pasif, dilanjutkan oleh perilaku pembelian, dan kemudian mungkin diikuti oleh evaluasi.


Pemasar yang memiliki produk dengan karakter yang sering atau rutin dibeli orang harus berupaya untuk menjadikan merek mereka untuk tetap berada dalam daftar pilihan konsumen dan menghindari kemungkinan konsumen mengeluarkannya dari daftar. Merek yang sudah mapan dengan pangsa pasar kuat kemungkinan besar akan selalu berada dalam daftar pilihan konsumen. Pemasar yang memiliki merek mapan menginginkan konsumen untuk tetap melakukan pilihan rutinnya dan terus membeli produk mereka. Ini berarti pemasar perlu mempertahankan kesadaran merek melalui iklan pengingatan, melakukan promosi tertentu secara berkala serta berupaya mendapatkan tempat strategis di lokasi penjualan.


Para pemasar produk yang memiliki keterlibatan rendah dengan sedikit perbedaan merek akan lebih efektif untuk menggunakan harga dan promosi penjualan guna mendorong uji coba produk, karena pembeli tidak terlalu terikat pada merek tertentu. Iklan televisi lebih efektif daripada media cetak karena ia merupakan medium dengan keterlibatan rendah yang cocok bagi pembelajaran pasif.


Para pemasar menggunakan empat teknik untuk mencoba mengubah produk dengan keterlibatan rendah menjadi keterlibatan tinggi yaitu:


Pertama, pemasar dapat mengaitkan produk dengan beberapa isu yang dapat menarik keterlibatan konsumen ke taraf yang lebih tinggi. Contoh pasta gigi merupakan produk sehari-hari dengan keterlibatan rendah namun merek pasta gigi tertentu dapat mencegah gigi berlubang atau menghindarkan bau mulut, dua atribut penting bagi konsumen.


Kedua, pemasar dapat mengaitkan produk dengan beberapa situasi pribadi yang mendorong keterlibatan tinggi, contohnya: dengan mengiklankan sebuah merek kopi setiap pagi saat konsumen ingin mengusir rasa kantuk.


Ketiga, merancang iklan yang dapat memicu emosi yang berhubungan dengan nilai-nilai pribadi atau ego konsumen.


Keempat, menambah ciri-ciri khusus yang penting ke produk dengan keterlibatan rendah (contohnya, melengkapi minuman biasa dengan vitamin).



Hasil terbaik dari penerapan strategi-strategi tersebut adalah mendorong keterlibatan konsumen dari tingkat rendah menjadi tingkat sedang; namun strategi tersebut tidak mendorong konsumen ke perilaku pembelian dengan keterlibatan tinggi.


Pemasar merek produk baru atau merek dengan pangsa pasar terbatas menghadapi tantangan berbeda. Mereka harus menemukan cara untuk mengalihkan pembelian rutin konsumen dan membujuk mereka untuk mencoba merek atau produk alternatif. Promosi melalui iklan secara intensif yang diiringi dengan promosi penjualan seperti pemberian sampel gratis, penawaran harga khusus (diskon) serta pemberian voucher atau kupon dapat digunakan mendorong konsumen untuk mencoba merek baru atau melakukan peralihan merek.



Pembelian Yang Mencari Variasi. Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah pada suatu produk namun berbagai merek yang ada memiliki perbedaan yang signifikan satu sama lainnya. Dalam situasi itu, konsumen sering melakukan peralihan merek. Misalnya konsumen memiliki keyakinan dengan merek makanan tertentu, dan ia memilih merek makanan tertentu dan mengevaluasi makanan itu selama konsumsi. Namun, pada kesempatan berikutnya, konsumen mungkin mengambil merek lain karena bosan atau ingin mencari rasa yang berbeda. Perpindahan merek terjadi karena konsumen mencari variasi dan bukan karena ketidakpuasan.


Suatu merek yang sudah memimpin pasar sudah barang tentu memiliki strategi pemasaran yang berbeda dengan merek yang masih baru walaupun kedua merek itu berada dalam jenis kategori produk yang sama. Pemimpin pasar akan berusaha mendorong perilaku pembelian karena kebiasaan dengan cara mendominasi rak-rak penjualan, menghindari kekurangan persediaan dan sering memasang iklan untuk mengingatkan konsumen. Perusahaan pesaing dengan merek baru akan mendorong konsumen untuk mencari variasi konsumsi dengan menawarkan harga yang lebih rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis dan iklan yang menyajikan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru.



Perilaku Pasca Pembelian


Proses keputusan konsumen tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pasca pembelian. Pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembeliaan. Apa yang menentukan apakah pembeli akan sangat puas, agak puas, atau tidak puas terhadap suatu pembelian? Keputusan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Setelah menggunakan barang atau jasa, konsumen membandingkan tingkat kinerja (performance) suatu produk dengan harapan yang dimiliki terhadap produk itu dan menentukan perasaan puas atau tidak puas terhadap produk bersangkutan. Kepuasaan terjadi ketika harapan konsumen dapat dipenuhi oleh produk bersangkutan atau bahkan melebihi; ketidakpuasan terjadi ketika kinerja produk berada di bawah harapan.


Kepuasaan Pasca Pembelian. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan, pelanggan akan kecewa; jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas; jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Konsumen memiliki harapan berdasarkan pesan yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber informasi lain. Jika penjual melebih-lebihkan manfaat suatu produk, konsumen akan mengalami harapan yang tak tercapai (disconfirmed expectation), yang akan menyebabkan ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen.


Proses evaluasi pasca pembelian merupakan hal penting bagi pemasar karena umpan balik yang diterima sebagai akibat penggunaan produk akan mempengaruhi kemungkinan pembelian di masa depan dan kemungkinan konsumen membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut dengan orang lain. Kinerja produk yang positif berarti merek bersangkutan akan tetap berada dalam daftar pilihan konsumen dan meningkatkan kemungkinan produk untuk dibeli kembali. Kinerja produk yang tidak memuaskan akan mendorong konsumen membentuk sikap negatif terhadap produk bersangkutan, selain akan mengurangi kemungkinan produk untuk dibeli kembali atau bahkan dicoret dari daftar pilihan konsumen. Pemasar kerap mengatakan, “Iklan kami yang terbaik adalah pelanggan yang puas.”


Para pelanggan yang tidak puas akan bereaksi sebaliknya. Mereka mungkin membuang atau mengembalikan produk tersebut. Mereka mungkin mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan, pergi ke pengacara, atau mengadu ke media massa atau kelompok-kelompok lain (seperti lembaga konsumen, lembaga bisnis, swasta atau pemerintah). Tindakan pribadi dapat berupa memutuskan untuk berhenti membeli produk tersebut (pilihan untuk keluar) atau memperingatkan teman-teman (pilihan untuk berbicara). Dalam semua kejadian itu, penjual telah gagal memuaskan pelanggan.



Disonansi Kognitif. Akibat lain yang dirasakan konsumen dari suatu pembelian adalah munculnya disonansi kognitif atau ketidaknyamanan kognitif (cognitive dissonance) yaitu suatu perasaan ketegangan psikologis atau keraguan pasca pembelian yang dirasakan konsumen setelah membuat keputusan pembelian yang sulit. Disonansi kognitif lebih sering terjadi setelah konsumen melakukan pembelian penting dimana konsumen harus memilih berbagai alternatif merek yang hampir sama (khususnya jika merek yang tidak terpilih memiliki fitur yang unik dan menarik yang tidak dimiliki merek produk yang sudah dibeli).


Kadang-kadang konsumen sangat terlibat dalam sebuah pembelian namun ia hanya melihat sedikit perbedaan di antara berbagai merek yang ada. Keterlibatan yang tinggi didasari oleh fakta bahwa pembelian tersebut mahal, jarang dilakukan, dan berisiko. Dalam kasus itu, pembeli akan berkeliling untuk mempelajari apa yang tersedia namun akan membeli dengan cukup cepat karena barangkali pembeli sangat peka terhadap faktor harga yang lebih murah atau faktor kenyamanan berbelanja. Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami disonansi/ketidaknyamanan yang muncul setelah merasakan adanya hal-hal yang tidak mengenakkan dari merek yang dibelinya atau setelah mendengar kabar yang menyenangkan mengenai merek-merek lain.


Konsumen yang mengalami disonansi kognitif menggunakan berbagai strategi dalam upaya untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakannya. Mereka berupaya mencari kepastian dan pendapat dari orang lain untuk membenarkan keputusan pembelian yang telah dilakukannya, yaitu dengan cara merendahkan sikap atau pendapat yang mendukung merek yang tidak terpilih; menolak atau menyimpangkan informasi yang tidak mendukung keputusan yang dibuat atau; mencari informasi atau pandangan yang dapat mendukung keputusan yang dibuat. Sumber informasi pendukung yang penting untuk mengatasi disonansi kognitif konsumen adalah iklan. Dalam hal ini, konsumen akan lebih memperhatikan iklan yang mempromosikan merek yang telah dibeli atau terpilih untuk dibeli.[2] Dengan demikian adalah penting bagi perusahaan untuk beriklan dalam upaya memperkuat keputusan konsumen yang telah membeli merek produk perusahaan itu.


Pemasar harus menyadari pentingnya tahap evaluasi pasca pembelian. Konsumen yang tidak puas dan mengalami disonansi kognitif, tidak saja ia akan mencoret merek yang tidak memuaskan itu dari daftar pilihannya di masa depan namun juga menyebarkan informasi negatif kepada orang lain, sehingga informasi negatif menyebar dari mulut ke mulut yang akan mencegah orang lain untuk membeli produk itu. Jaminan terbaik terhadap evaluasi pasca pembelian yang menghasilkan kepuasaan konsumen adalah produk berkualitas yang selalu dapat memenuhi harapan konsumen. Pemasar harus memastikan bahwa iklan dan bentuk-bentuk promosi lainnya tidak akan menciptakan harapan yang berlebihan pada diri konsumen yang tidak akan dapat dipenuhi produk bersangkutan.



Komunikasi Pasca Pembelian


Pemasar saat ini juga menyadari pentingnya melakukan komunikasi pasca pembelian. Banyak perusahaan yang mengirim surat atau brosur untuk memastikan dan memberikan dukungan bahwa keputusan konsumen membeli produk itu tidak keliru. Banyak perusahaan membuka saluran telepon bebas pulsa bagi konsumen yang membutuhkan tambahan informasi, ingin bertanya atau mengajukan keluhan terhadap produk yang mereka beli. Banyak pemasar yang menawarkan pengembalian barang, memberikan uang pengganti dan memperpanjang waktu garansi untuk memastikan kepuasaan konsumen.


Komunikasi pasca pembelian dengan pembeli telah terbukti menghasilkan penurunan pengembalian produk dan pembatalan pesanan. Perusahaan-perusahaan komputer dapat mengirimkan surat ke pemilik komputer baru sebagai ucapan selamat karena telah memilih komputer yang baik. Mereka dapat memasang iklan yang menampilkan pemilik merek yang puas. Mereka dapat meminta saran perbaikan dari pelanggan dan membuat daftar lokasi servis yang tersedia. Mereka dapat menulis buku petunjuk yang mudah dimengerti. Sebagai tambahan, mereka dapat menyediakan saluran yang baik untuk mengobati kekecewaan pelanggan dengan cepat.


PEMBELAJARAN KONSUMEN


Kita telah mempelajari bahwa proses keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain sifat atau kondisi produk, pengalaman konsumen dengan produk serta tingkat kepentingan pembelian produk. Pembahasan kita mengenai perilaku konsumen sejauh ini hanya melihat proses pengambilan keputusan yang berorientasi kepada aspek kognitif konsumen (cognitive orientation). Model proses pengambilan keputusan lima tahap yang telah kita pelajari memandang konsumen sebagai pemecah masalah (problem solver) dan pengolah informasi yang terlibat dalam berbagai proses mental untuk mengevaluasi berbagai alternatif dan memutuskan pada tingkatan seperti apa berbagai alternatif itu dapat memuaskan kebutuhan dan motif pembelian konsumen.


Namun demikian terdapat perspektif lain berkenaan dengan bagaimana konsumen menerima pengetahuan dan mendapatkan pengalaman yang mereka gunakan dalam membuat keputusan pembelian. Untuk memahami perspektif ini, kita harus meninjau berbagai pendekatan pada proses ‘pembelajaran konsumen’ (consumer learning) dan implikasinya bagi iklan dan promosi.


Pembelajaran konsumen didefiniskan sebagai: The process by which individuals acquire the purchase and consumption knowledge and experience they apply to future related behavior.[3] (Proses yang mana individu menerima pengetahuan dan pengalaman dari pembelian dan konsumsi yang mereka gunakan untuk perilaku yang berhubungan di masa depan). Dua pendekatan dasar terhadap proses pembelajaran ini adalah teori pembelajaran perilaku (behavioral approach) dan teori pembelajaran kognitif (cognitive learning process).






[1] Henry Assael, Consumer Behavior and Marketing Action, Ken Publishing Co, Boston, 1987.



[2] Robert E Smith, Integrating Information from Advertising and Trial: Processes and Effects on Consumer Response to Product Information, Journal of Marketing Research, may 1993 dalam George E. Belch & Michael A. Belch LocCit hal 123.


[3] Leon G .Schiffman dan Leslie LazarKannuk, Consumer Behavior, 4th edition, Englewood Cliffs, NJ, Prentice Hall, hal 192.

blog comments powered by Disqus

Posting Komentar



 

Mata Kuliah Copyright © 2009 Premium Blogger Dashboard Designed by SAER