MODUL 14
SALES-MARKETING TV
POKOK BAHASAN :
PERENCANAAN MEDIA (2)
Drs Morissan SH, MA
DESKRIPSI
Perencanaan media merupakan kegiatan yang sangat penting dalam periklanan dan promosi. Sering kali terjadi iklan dan promosi menjadi kegiatan penghamburan dana namun tidak memberikan hasil yang diharapkan. Perencanaan media yang dipersiapkan dengan baik akan menghasilkan komunikasi yang efektif sehingga pesan yang disampaikan akan mendapat perhatian lebih besar dari audien sasaran. Bagian ini akan menjawab pertanyaan seperti: jenis media apa yang akan dipilih, seberapa sering suatu iklan harus muncul di suatu media dan seterusnya. Dalam hal ini, jenis produk (barang dan jasa) yang diiklankan mempengaruhi pemilihan media. Jenis produk tertentu ada kalanya lebih cocok diiklankan melalui media televisi namun produk lainnya lebih sesuai jika menggunakan media cetak atau media lainnya.
TUJUAN INSTRUKSIONAL:
Setelah mengikuti perkuliahan dan membaca modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami serta dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan gross rating points
2. Memahami serta dapat menjelaskan teknik menghitung biaya iklan.
3. Memahami serta dapat menjelaskan strategi media.
J |
ika nilai rating yang berfungsi sebagai indikator jangkauan audien dikalikan dengan frekuensi atau banyaknya suatu iklan ditayangkan pada suatu program akan menghasilkan apa yang disebut dengan ‘nilai rating kotor’ atau gross rating points (GRP) yang menunjukkan bobot yang diberikan kepada suatu kendaraan media atau disebut juga dengan ‘bobot media’ (media weight). Semakin besar nilai GRP maka semakin besar bobotnya. Duncan menyebut bobot media sebagai an indication of the relative impact of a media plan.[1] (suatu indikasi efek relatif dari suatu rencana media). Perencana media harus membuat rekomendasi kepada pemasang iklan mengenai besar bobot yang ingin diberikannya terhadap suatu iklan.
GRP hanya dapat digunakan untuk membandingkan berbagai kendaraan media dalam medium yang sama, misalnya antara berbagai stasiun televisi atau sesama radio dan surat kabar. GRP tidak dapat dipakai dalam membuat komparasi antara, misalnya: televisi, radio, surat kabar, media luar ruang atau Internet karena jenis media yang berbeda akan memberikan efek yang berbeda. Kita tidak dapat membandingkan, misalnya, efek dari iklan televisi selama 30 detik dengan iklan radio selama 60 detik atau iklan pada setengah surat kabar nasional atau media billboard di pinggir jalan. Dalam hal ini, tidak ada jawaban yang sederhana terhadap persoalan ini.
Perencana iklan televisi terkadang menggunakan indikator GRP untuk mengetahui berapa banyak audien yang terekspos oleh tayangan atau serangkaian tayangan iklan. Perhitungan GRP merupakan pengukuran yang menggabungkan rating program dengan jumlah rata-rata suatu rumah tangga yang tereskpos pesan iklan pada suatu periode tertentu (frekuensi) yang ditulis dalam persamaan GRP adalah sama dengan jangkauan dikalikan frekuensi (GRP = jangkauan x frekuensi). Jika suatu iklan muncul lima kali pada suatu program dengan rating 10 maka maka GRP iklan bersangkutan adalah 5 x 10 = 50 GRP.
Perhitungan GRP didasarkan pada jumlah keseluruhan audien yang bisa dijangkau media dengan menggunakan estimasi jumlah audien yang masuk ke dalam jangkauan terduplikasi. Misalkan suatu perusahaan memasang iklan pada empat program berbeda pada satu stasiun televisi yang siaran secara nasional di Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut. Jangkauan (reach) dari setiap program ditentukan dari rating masing-masing program, sedangkan frekuensi adalah jumlah iklan yang ditayangkan masing-masing program (misalkan dalam periode empat minggu).
GRP Berdasarkan Total Rumahtangga di Indonesia |
Program Rating Frekuensi GRP Program A 6 x 5 = 30 Program B 10 x 4 = 40 Program C 15 x 6 = 90 Program D 12 x 3 = 36 + Total rating…………… = 43 Total frekuensi………………………………………. = 18 Total GRP = ………………………………………………………………= 196 |
Pada tabel tersebut setiap iklan yang ditayangkan, misalkan, pada program A memiliki jangkauan 6 karena program A memiliki rating 6; dan karena iklan tersebut ditayangkan lima kali maka iklan bersangkutan memiliki frekuensi lima sehingga menghasilkan 30 GRP dari penayangan program A.
6 (jangkauan) x 5 (frekuensi) = 30 GRP
Dengan melakukan perhitungan yang sama terhadap ketiga program lainnya dan menjumlahkan seluruh GRP dari masing-masing program menghasilkan 196 GRP. Apa yang dimaksud dengan 196 GRP ini? Secara harfiah hasil perhitungan menunjukkan iklan menjangkau 196 persen rumah tangga di Indonesia. Secara matematis perhitungan ini jelas tidak mungkin. Rating tertinggi adalah 100 persen dengan demikian jangkauan tertinggi adalah juga 100 persen. Suatu kendaraan media tidak mungkin menjangkau lebih dari 100 persen audiennya. Persoalan ini dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa nilai GRP yang melebihi 100 menunjukkan telah terjadinya duplikasi atau dengan kata lain banyak rumah tangga yang menerima ekspos iklan lebih dari satu kali. Satu rumah tangga mungkin menonton program A dan program B dimana iklan bersangkutan muncul di kedua program tersebut, begitu pula rumah tangga lain mungkin menyaksikan program C dan program D dimana iklan tersebut juga muncul di kedua program tersebut. Hal seperti inilah bagaimana duplikasi terjadi.
Dari persamaan GRP = jangkauan x frekuensi, kita juga dapat menghitung indikator frekuensi yaitu dengan membagi GRP dengan jangkauan (frekeunsi = GRP/ jangkauan). Hasil perhitungan ini menunjukkan jumlah duplikasi yang terjadi. Pada contoh tersebut kita membagi total GRP (196) dengan total jangkauan atau total rating yang menghasilkan 4,6 kali ( 196 : 43 = 4,6). Ini berarti sebanyak 43 persen rumah tangga di Indonesia terekspos oleh iklan tersebut sebanyak rata-rata 4,6 kali.
Sebagaimana yang telah dijelaskan, nilai GRP menunjukkan seberapa besar bobot suatu rencana media; semakin besar nilai GRP semakin besar bobot yang diberikan pada suatu kendaraan media. Perencana media kerap menggunakan perhitungan GRP dengan tingkat penjualan produk yang dihasilkan. Perencana media harus selalu memperhitungkan berapa besar bobot GRP yang harus diberikan terhadap iklan dari suatu produk baru, meningkatkan kesadaran merek konsumen dan seterusnya. Perencana media kerap mengungkapkan tujuan medianya antara lain dengan menyebutkan bobot GRP yang diinginkannya, misalnya: “Menyarankan kepada pemasang iklan untuk menayangkan iklan bagi pengenalan merek produk baru bersangkutan kepada konsumen dengan bobot 3000 GRP dalam periode tiga bulan pertama.” Walaupun perencana media telah menyebutkan bobot GRP yang diinginkannya namun mereka masih harus memutuskan nilai dari masing-masing jangkauan dan frekeunsi yang diinginkan karena R x F = GRP.
Sebagaimana dikemukakan di atas keterbatasan anggaran iklan terkadang mendorong perencana media untuk memutuskan apakah lebih mengutamakan jangkauan dengan mengurangi frekuensi ataukah memperbanyak frekuensi dengan membatasi jangkauan. Dengan kata lain kedua hal ini merupakan pilihan (trade off). Dalam hal ini, berbagai faktor harus dipertimbangkan perencana media sebelum memutuskan untuk mengutamakan jangkauan atau frekuensi. Misalnya, iklan dari suatu produk yang baru memasuki pasaran akan lebih memerlukan atau mengutamakan jangkauan khususnya jangkauan tidak terduplikasi untuk menciptakan kesadaran pada sebanyak mungkin orang dalam waktu yang secepat mungkin. Misalkan, perencana media mengingkan bobot GRP sebesar 100 maka nilai frekuensi dan nilai jangkauan merupakan kombinasi sebagai berikut:
Frekuensi/Jangkauan | Frekuensi/Jangkauan | GRP |
10 | 10 | 100 |
5 | 20 | 100 |
4 | 25 | 100 |
2 | 50 | 100 |
Target GRP
Perhitungan yang menggunakan perkiraan jangkauan tidak terduplikasi disebut dengan ‘Target GRP’ atau targeted GRP (TGRP) yang mengacu pada jumlah orang yang berada pada target audien utama yang dikalikan dengan frekuensi. TGRP adalah nilai GRP yang diarahkan hanya kepada target audien yang menjadi sasaran utama pemasaran produk yang diiklankan. TGRP memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai berapa banyak yang bisa diterima pemasang iklan atas biaya yang telah dikeluarkan untuk suatu iklan. Dalam hal ini, selisih antara nilai GRP dan nilai TGRP adalah nilai atau jumlah GRP terbuang yang harus selalu diupayakan untuk terus diminimalisir. Upaya yang dapat dilakukan untuk menguranginya adalah dengan memilih kendaraan media yang paling akurat dalam menjangkau target audien yang diinginkan.
Untuk menggambarkan bagaimana menemukan nilai TGRP dan bagaimana perbedaannya dengan nilai GRP, kita kembali kepada contoh sebelumnya. Kita akan melihat bagaimana hasil perhitungan yang dihasilkan jika target audien diubah ke dalam rumah tangga dengan tingkat pendapatan atau penghasilan minimal Rp 2 juta. Karena tidak seluruh rumah tangga yang menyaksikan keempat program tersebut memiliki tingkat pendapatan di atas Rp 2 juta maka nilai rating-nya juga akan berkurang, begitu pula nilai GRP-nya juga menjadi lebih kecil dari 196. Harap diperhatikan bahwa nilai frekuensi masing-masing program tidak berubah karena jumlah iklan yang ditayangkan pada masing-masing program adalah tetap sama; hanya nilai jangkauan (rating) saja yang menjadi lebih rendah. Target jangkauan untuk program A, misalnya, menjadi 3, ini menunjukkan hanya setengah rumah tangga yang menyaksikan program A memiliki pendapatan di atas Rp 2 juta.
Dengan mengurangi nilai jangkauan dari masing-masing program maka diperoleh target GRP (TGRP) yaitu sebesar 92; nilai ini merupakan setengah dari total nilai GRP sebelumnya sebesar 196. Dari persamaan GRP = jangkauan x frekuensi, kita juga dapat menghitung indikator frekuensi yaitu dengan membagi GRP dengan jangkauan (frekeunsi = GRP/jangkauan). Pada contoh tersebut kita membagi total GRP (92) dengan total jangkauan atau total rating yang menghasilkan 4,6 kali ( 92 : 20 = 4,6). Ini berarti sebanyak 20 persen rumah tangga yang menjadi target konsumen produk bersangkutan terekspos oleh iklan tersebut sebanyak rata-rata 4,6 kali. Angka ini nyaris hampir sama dengan nilai frekuensi sebelumnya sebesar 4,5 kali. Hal ini membuktikan bahwa nilai frekuensi masing-masing program nyaris sama atau bahkan tidak berubah karena jumlah iklan yang ditayangkan pada masing-masing program adalah tetap sama.
GRP Berdasarkan Total Rumahtangga di Indonesia |
Program Rating Pendapatan Frekuensi GRP Di atas Rp 2 juta Program A 3 x 5 = 15 Program B 5 x 4 = 20 Program C 7 x 6 = 42 Program D 5 x 3 = 15 + Total rating…………… = 20 Total frekuensi………………………………………. = 18 Total GRP = ………………………………………………………………= 92 |
Hingga disini anda telah memahami beberapa konsep penting dalam perencanaan media. Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai bagaimana cara menuliskan atau merumuskan tujuan atau target media (media objectives) yang terkait dengan: jangkauan, frekeunsi, target alokasi, waktu, interaktif dan integrasi. Sebagaimana rumusan target pemasaran yang terdiri atas pernyataan yang dapat diukur maka target media juga harus terukur sebagai berikut: [2]
· Target Jangkauan : “Menetapkan jangkauan minimal iklan sebesar 65 pada periode sembilan bulan pertama tahun ini, dan jangkauan sebesar 80 pada periode tiga bulan menjelang akhir tahun.” (Perusahaan perlu menghabiskan persedian/stok barang pada akhir tahun sehingga diperlukan jangkauan yang lebih besar menjelang akhir tahun)
· Target Frekuensi : “Menetapkan frekuensi iklan minimal sebanyak 5 kali pada wilayah dengan pangsa pasar di atas 20 persen dan frekuensi minimal 10 kali pada wilayah sisa”. (Merek produk memiliki tingkat persaingan tinggi dan masuk dalam kategori produk yang kompleks, misalnya vitamin. Frekuensi iklan perlu diperbanyak untuk dapat meningkatkan pengetahuan konsumen terhadap merek bersangkutan sehingga membutuhkan pengulangan pesan iklan yang cukup sering).
· Target Anggaran : “Menyediakan setengah anggaran untuk menjangkau konsumen yang sudah ada dan setengah lagi untuk menjangkau calon konsumen”. (Pemasar menyadari loyalitas konsumen terhadap merek bersangkutan rendah sehingga dibutuhkan upaya lebih besar untuk mempertahankan konsumen yang ada namun tetap mendapatkan konsumen baru).
· Target Waktu : “Menetapkan GRP sebesar 300 untuk iklan dalam waktu satu bulan sebelum kegiatan promosi.” (Perusahaan memiliki data yang menunjukkan semakin tinggi kesadaran merek khayalak selama kegiatan promosi, semakin besar respon konsumen terhadap promosi tersebut).
· Target Integrasi : “Menetapkan jangkauan sebesar 80 persen kepada pemimpin dan editor media massa melalui siaran pers dalam periode 30 hari sebelum peluncuran iklan produk baru.” (Konsumen biasanya lebih percaya pada pandangan media massa terhadap kualitas suatu produk. Produk perusahaan yang dipublikasikan sebagai berita memiliki peluang lebih besar untuk dibaca audien. Perusahaan harus mempublikasikan terlebih dulu produknya sebagai publisitas sebelum iklannya muncul. Jika perusahaan melakukan publikasi produk bersamaan dengan pemunculan iklan maka nilai berita suatu publikasi menjadi hilang karena iklan juga akan menceritakan hal yang sama)
Anggaran Iklan
Salah satu keputusan terpenting dalam perencanaan strategi media adalah soal anggaran. Keunggulan dari suatu strategi media ditentukan dari seberapa jauh strategi itu mampu menghasilkan iklan yang bisa diterima oleh target konsumen dengan biaya serendah mungkin. Kita telah membahas beberapa faktor yang berpengaruh pada anggaran iklan yaitu jangkauan, frekuensi dan ketersediaan media yang semuanya berpengaruh dalam memutuskan anggaran iklan.
Biaya iklan dan biaya promosi dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu biaya absolut (absolute cost) yaitu biaya yang diperlukan untuk menempatkan iklan pada suatu media massa. Misalnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk menempatkan iklan satu halaman penuh berwarna (full colour) di suatu majalah. Biaya relatif (relative cost) adalah biaya yang mengacu pada hubungan antara biaya yang harus dibayar untuk waktu atau tempat yang disediakan media dengan jumlah audien yang diperkirakan akan menerima pesan iklan. Biaya relatif digunakan untuk membandingan dua media dalam hal jangkauannya kepada audien. Biaya relatif memiliki peran penting karena manajer iklan harus mencoba untuk mengoptimalkan penyampaian pesan iklan ditengah keterbatasan anggaran. Karena tersedia sejumlah media alternatif yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan iklan maka manajer iklan harus mengevaluasi biaya relatif dari masing-masing media dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
1. Biaya per seribu audien atau cost per thousand (CPM).
Selama bertahun-tahun majalah menyediakan rincian biaya iklan atas dasar biaya per seribu orang yang dicapai. Rumus CPM adalah sebagai berikut:
CPM = Biaya absolut x 1000
Sirkulasi
Untuk lebih jelasnya kita membandingkan antara biaya relatif antara majalah A dan majalah B sebagai berikut:
Majalah A | Majalah B | |
Biaya per halaman | Rp 20.000.000 | Rp 18.000.000 |
Sirkulasi | 500.000 eksemplar | 400.000 eksemplar |
Perhitungan CPM | 20.000.000 x 1000 500.000 | 18.000.000 x 1000 400.000 |
CPM | Rp 40.000 | Rp 45.000 |
Dari contoh tersebut kita melihat bahwa pengeluaran biaya iklan di Majalah A lebih efektif karena memiliki nilai CPM yang lebih rendah (Rp 40.000) dibandingkan majalah B (Rp 45.000) walaupun biaya absolut majalah A lebih mahal dibandingkan majalah B dengan catatan faktor-faktor lain adalah sama.
2. Biaya berdasarkan rating atau cost per rating point (CPRP)
Media penyiaran memiliki perbandingan biaya iklan yang berbeda dengan majalah yang disebut dengan biaya iklan berdasarkan rating atau cost per rating point (CPRP) yang memiliki rumusan sebagai berikut:
CPRP = Biaya per spot iklan
Rating program
Tabel berikut ini adalah contoh perhitungan CPRP antara stasiun televisi A dan televisi B dengan masing-masing stasiun televisi menayangkan program berbeda pada waktu prime time yang sama.
Televisi A | Televisi B | |
Biaya per spot iklan | Rp 12.000.000 | Rp 18.000.000 |
Rating program | 12 | 20 |
Jangkauan (rumah tangga) | 60.000 | 110.000 |
Kalkulasi | Rp 12.000.000/12 | Rp 18.000.000/20 |
CPRP | Rp 1.000.000 | Rp 900.000 |
Contoh tersebut diatas menunjukkan bahwa biaya efektif televisi B ternyata lebih rendah (Rp 900.000) dibandingkan televisi A (Rp 1.000.000) walaupun biaya per spot iklannya jauh lebih tinggi (Rp 18.000.000) dibandingkan dengan televisi A ( Rp 12.000.000).
3. Daily Inch Rate
Bagi surat kabar, biaya efektif iklan dibuat berdasarkan dengan daily inch rate (DIR) yaitu biaya per kolom inchi kertas koran. Sebagaimana majalah, surat kabar dewasa ini juga menggunakan perhitungan CPM untuk menentukan biaya relatif. Berikut ini adalah contoh perhitungan DIR antara suratkabar A dengan suratkabar B
Suratkabar A | Suratkabar B | |
Biaya per halaman | Rp 16.000.000 | Rp 8.000.000 |
Biaya per inchi | Rp 258.000 | Rp 216.000 |
Sirkulasi | 500.000 | 300.000 |
Kalkulasi | Rp 16.000.000 x 1000 500.000 | Rp 8.000.000 x 1000 300.000 |
CPM | Rp 32,000 | Rp 26,666 |
Contoh tersebut diatas menunjukkan bahwa biaya efektif surat kabar B ternyata lebih rendah (Rp 26,666) dibandingkan dengan surat kabar A (Rp 32,000). Dalam kasus ini biaya iklan surat kabar B juga lebih rendah (Rp 8.000.000) dibandingkan dengan suratkabar A ( Rp 16.000.000). Pemasang iklan dalam hal ini harus menentukan apakah akan memilih surat kabar B dengan nilai CPM yang lebih rendah ataukah suratkabar A dengan CPM lebih tinggi tapi tingkat sirkulasi lebih besar.
Jika kita perhatikan perhitungkan biaya iklan tersebut di atas maka kita menyadari bahwa tampaknya tidak mudah untuk membandingkan biaya iklan antara dua jenis media yang berbeda. Namun dalam upaya untuk membuat standar prosedur biaya relatif, media penyiaran dan surat kabar sama-sama mulai menerapkan formula CPM sebagai berikut:
Televisi = Biaya per spot iklan x 1000 Surat kabar = biaya iklan x 1000
Rating program sirkulasi
Formula CPM pada dasarnya dapat memberikan gambaran yang bersifat melebihkan (overestimate) ataupun mengurangi (underestimate) karena perhitungannya berdasarkan pada sirkulasi atau oplah. Dengan kata lain, oplah tidak selalu menggambarkan jumlah audien yang sebenarnya. Dalam hal ini, jumlah audien yang sebenarnya dapat lebih besar tetapi juga dapat lebih kecil. Para pengelola dan pemilik majalah seringkali berargumentasi bahwa audien majalahnya sebenarnya jauh lebih besar dari jumlah sirkulasi. Hal ini disebabkan setiap satu majalah memiliki potensi untuk dibaca lebih dari satu orang. Majalah yang dibeli suami memiliki potensi untuk dibaca juga oleh istri dan kedua anak mereka. Para pengelola majalah kemudian menggunakan konsep ‘pembaca per eksemplar’ (readers per copy) untuk menentukan jumlah audien (oplah) mereka yang sebenarnya. Mereka kemudian membuat estimasi yang disebut dengan pass-along rate untuk memberikan perkiraan jumlah pembaca majalah tanpa harus membelinya (meminjam dari keluarga atau orang lain). Misalnya, satu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan dua anak remaja berlangganan majalah A, dengan demikian majalah A memiliki empat pembaca. Jika diasumsikan sebanyak 33 persen pelanggan majalah A merupakan pelanggan keluarga semacam ini maka majalah bersangkutan memiliki 7,96 juta audien. Perhitungan lengkapnya adalah sebagai berikut:
Target pasar | seluruh kelompok umur, pria dan wanita |
Sirkulasi majalah | 500.000 |
Biaya per halaman | Rp 16.000.000 |
Pass-along rate | 3* (33% rumah tangga) |
CPM (berdasarkan jumlah pembaca/majalah) | Biaya per halaman x 1000 Sirkulasi + 3 (33% x 500.000) Rp 16.000.000 x 1000 995.000 CPM = Rp 16.000 (pembulatan) |
LANGKAH 3 : MENETAPKAN STRATEGI MEDIA
Pertanyaan yang harus dijawab pada tahap ini adalah :
· Media apa yang akan digunakan dan berapa banyak?
· Bagaimana pembagian antara penggunaan media satu arah dan media dua arah?
· Bagaimana proses pembelian oleh target konsumen?
· Kapan waktu terbaik menjangkau konsumen dan prospek?
· Bagaimana konsentrasi media diperlukan dalam bauran media?
· Bagaimana melakukan penjadwalan media?
· Media apa yang paling tepat dari aspek kreatif?
· Lingkungan media seperti apa yang paling sesuai dengan citra produk?
· Bagaimana dengan perhitungan biaya iklan ?
Kita telah mengetahui dari Bab 1 bahwa proses perencanaan promosi mencakup kegiatan analisa pasar yaitu mempelajari berbagai faktor internal dan eksternal, tingkat persaingan dan seterusnya. Dalam mempersiapkan suatu strategi media, analisa pasar sekali lagi dilakukan, namun kali ini fokus diarahkan pada media dan penyampaian pesan. Setelah para perencana media (media planner) menentukan tujuan media yaitu apa saja yang ingin dicapai melalui penggunaan media maka tahap selanjutnya adalah menentukan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut yang dapat dilakukan dengan merencanakan dan melaksanakan strategi media.
Duncan mengemukakan pengertian strategi media sebagai: ideas abot how media objectives will be accomplished through the selection of various combination of media.[3] (Ide atau gagasan mengenai bagaimana tujuan media akan dicapai melalui seleksi berbagai kombinasi media). Menurutnya setiap tujuan media dapat memiliki lebih dari satu strategi media. Strategi media menjelaskan antara lain bauran media (media mix) yang membahas mengenai media apa yang akan digunakan dan seberapa banyak. Dalam hal ini, anggaran selalu mempengaruhi pemilihan strategi media, dan karena banyak pilihan media yang tersedia maka keputusan akhir mengenai media apa yang akan digunakan seringkali dipengaruhi oleh anggaran. Instrumen yang dapat digunakan untuk membantu dalam membuat perbandingan biaya diantara berbagai media secara objektif adalah CPM (cost per thousand) dan CPP (cost per point).
Untuk menentukan media yang paling tepat namun dengan harga yang paling efisien untuk menyampaikan pesan produk diperlukan pemahaman mendalam terhadap seluruh atribut yang dimiliki setiap media dan juga biaya yang harus dikeluarkan. Selain itu dibutuhkan pemahaman menyeluruh mengenai target audien masing-masing media. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, setiap media memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Tabel berikut menunjukkan berbagai atribut yang dimiliki media yang perlu diperhatikan perencana media ketika memutuskan media apa yang paling bisa diandalkan dalam mencapai tujuan media.
Strategi media tidak saja membahas masalah identifikasi media yang akan digunakan dan bagaimana anggaran yang tersedia dibelanjakan untuk iklan, misalnya “menggunakan setengah anggaran untuk iklan televisi, seperempat untuk iklan di surat kabar dan seperempat lagi untuk media luar ruang.” Strategi media seperti ini bukanlah strategi media yang baik dan bermanfaat. Suatu strategi media yang baik harus menyatakan bagaimana media dapat membantu menciptakan suatu pengalaman merek (brand experience) bagi konsumen dan calon konsumen. Strategi media yang baik membutuhkan seleksi dan penggunaan media yang kreatif.
Faktor Strategi Media
Salah satu faktor penting dalam menentukan strategi media adalah tipe atau jenis produk yang akan dipromosikan. Tipe produk dengan keterlibatan rendah konsumen (low-involvement) seperti sabun, deterjen atau kertas tissue harus menggunakan media yang memiliki kemampuan paling jauh dalam menjangkau audien (intrusive) seperti televisi atau radio. Sebaliknya produk dengan keterlibatan tinggi seperti rumah, mobil atau barang mahal lainnya dapat menggunakan media cetak seperti koran atau majalah dimana tersedia ruang yang lebih banyak untuk memuat informasi dan audien dapat memilih artikel/berita yang diinginkannya dan membaca iklan yang ingin diketahuinya. Strategi lainnya adalah memilih media khusus yang menyediakan suasana atau lingkungan yang lebih dapat diterima audien. Misalnya memilih majalah pertanian untuk mempromosikan alat-alat pertanian dan perkebunan. Faktor lain yang mempengaruhi strategi media adalah proses keputusan pembelian dan sikap penerimaan konsumen.
Proses Keputusan Pembelian. Strategi media juga harus ditentukan oleh proses keputusan pembelian konsumen. Proses keputusan pembelian produk dengan keterlibatan tinggi terdiri atas empat tahap yaitu: perhatian, minat, keinginan dan tindakan pembelian yang sering disebut dengan model AIDA (attention, interest, desire, action). Setiap tahap proses AIDA membutuhkan strategi media yang berbeda. Perusahaan dapat mempromosikan produknya pada media massa tertentu untuk menarik perhatian dan memberikan citra produk di benak konsumen. Khalayak yang mengunjungi suatu pameran dagang, misalnya pameran produk otomotif, elektronik atau komputer adalah calon konsumen yang biasanya sudah berada pada tahap lebih lanjut dalam proses AIDA yaitu tahap memiliki minat atau bahkan keinginan untuk membeli. Dalam hal ini strategi yang digunakan adalah dengan segera mengirim surat secara langsung (direct mail) kepada calon konsumen yang telah berkunjung dan bertanya mengenai produk yang dipamerkan perusahaan. Hal ini dapat dilakukan jika perusahaan sebelumnya telah meminta calon konsumen untuk mencatatkan alamat dan nomer teleponnya. Surat yang dikirim berisi tawaran untuk melakukan uji coba produk (trial) secara gratis. Harus dipastikan bahwa konsumen menerima surat dalam periode tidak terlalu lama (beberapa hari) setelah pameran dagang berlangsung sebelum calon konsumen melupakan produk yang pernah menarik perhatian mereka.
[1] Tom Duncan, Ibid, hal 439.
[2] Diadaptasi dari George E. Belch & Michael A. Belch hal 442.
[3] Tom Duncan, LocCit, hal 442