MODUL 13
PENYENSORAN DAN QUALITY KONTROL
Oleh : Drs. Andi Fachrudin M.M.Si
Proses berkembangnya media penyiaran di Indonesia sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman budaya dan sangat menjunjung tinggi nilai rasionalitas. Ketika media penyiaran televisi hanya dilayani oleh TVRI, maka content program yang tayangkan tidak dikhawatirkan karena fungsi TVRI yang merupakan unit pelayanan teknis dari Departemen terkait yang berada dibawah kontrol pemerintah. Pada sisi lain pemirsa televisi tidak mendapat pilihan lain dan hanya mengandalkan stasiun televisi pemerintah sebagai informasi dan hiburan.
Sesuai dengan perkembangan jaman dan teknologi yang tidak dapat dihindari maka siaran televisi di Indonesia telah memiliki banyak variasi siaran yang mengiurkan sekaligus mengkhawatirkan bagi penonton yang tidak terbatas. Media televisi yang memiliki daya rangsangan tinggi perlu dikontrol isi programnya oleh pemerintah, masyarakat dan stasiun televisi yang bersangkutan. Dengan mekanisme yang baik dan berlapis, diharapkan hasil siaran setiap stasiun televisi di Indonesia akan mendidik, memberdayakan, mencerahkan bagi seluruh penonton televisi.
Sejak mulai menjamurnya semangat untuk berinvestasi pada media penyiaran televisi, maka pengawasan dan penyensoran terhadap isi program juga harus diperkuat agar membendung budaya asing yang tidak sesuai dengan ciri khas budaya Indonesia. Pada tahun 1970 an Pemerintah melalui Departemen Penerangan telah memiliki suatu Badan Sensor Film yang bertugas sebagai filter pada setiap program film di televisi dan bioskop. Ketika itu Departemen Penerangan memiliki beberapa badan usaha milik negara yang berfungsi memperkuat tugas media massa dalam mendukung pembangunan. Adapun badan usaha tersebut adalah sebagai berikut;
- Badan Sensor Film (BSF)
Bertugas menyensor segala bentuk film asing dan dalam negeri yang akan disiarkan pada stasiun televisi maupun bioskop di seluruh wilayah Indonesia. Hasil penyensoran akan mengeluarkan suatu surat resmi yang menyatakan diizinkannya suatu film untuk disiarkan selama 1 tahun. Apabila masa waktu tersebut telah dilewati maka film tersebut harus dilakukan penyensoran ulang. Anggota dari badan sensor film ketika itu sebagian besar adalah mantan pejabat dari Departemen Penerangan yang diusulkan oleh Mentri Penerangan untuk menjadi anggota badan sensor film dan disahkan oleh Presiden dengan surat keputusan selama 4 tahun.
- Pusat Produksi Film Negara (PPFN)
Bertugas memproduksi film-film yang memiliki nilai-nilai budaya dan leluhur bangsa Indonesia, untuk disiarkan pada masyarakat. Bentuk film yang diproduksi adalah film cerita dewasa, anak-anak, dan dokumenter. Hasil produksi PPFN ini akan disiarkan dalam bentuk layar terbuka pada masyarakat untuk menyampaikan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai oleh pemerintah. Sebagian pula akan disiarkan oleh TVRI sebagai unit pelaksana teknis informasi. Salah satu program anak-anak yang telah berhasil menjadi hiburan selama beberapa dekade adalah film boneka Si Unyil. PPFN saat ini kondisinya sangat mengkhawatirkan karena tidak mampu mempertahankan aset yang dimiliki untuk berkarya lebih baik lagi karena persaingan yang semakin tinggi dengan banyaknya rumah produksi di Indonesia.
- Percetakan Negara
Bertugas mencetak lembaran, surat, dan dokumen negara pada seluruh institusi pemerintahan di Indonesia. Sehingga berbagai bentuk pencetakan kertas yang memiliki lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia (Burung Garuda) untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan harus dicetak oleh Percetakan Negara.
Keberadaan badan sensor film dalam struktur pemerintahan ketika itu hanya menyensor program film milik hak siar dari TVRI, film milik PPFN, distributor film untuk disiarkan di bioskop, dan beberapa film iklan dan reklame untuk di putar pada wilayah terbuka. Setelah bermunculannya stasiun televisi swasta yang memiliki jumlah program lebih banyak dan lebih variatif, maka badan sensor film mewajibkan seluruh bentuk program yang akan disiarkan harus memiliki surat tanda lulus sensor terlebih dahulu. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah yang menyebabkan setiap program yang tidak memiliki surat tanda lulus sensor tidak akan bisa dijual royaltinya untuk disiarkan di Indonesia.
Bersamaan dengan perkembangannya, badan sensor film berubah menjadi Lembaga Sensor Film pada tahun 1994. Kantornya pun berpindah tempat dari lokasi di jalan H. Agus Salim (belakang sarina) ke jalan MT. Haryono (gedung film). Beban kerja penyensoran film juga semakin berat karena jumlah stasiun televisi yang beroperasi kurang lebih terdapat 10 stasiun televisi dengan jam siaran yang rata-rata 24 jam sehari. Seiiring dengan berkembangnya bisnis industri televisi berdampak pula pada jumlah film iklan televisi yang harus di sensor juga oleh lembaga sensor film. Sehingga anggota lembaga sensor film yang bertugas menyensor seluruh program tersebut bertambah jumlah personilnya sesuai dengan beban kerjanya.
Pada tahun 1999 di era kepemimpinan Presiden Abdulrahman Wahid (Gus Dur) Departemen Penerangan dilikuidasi dari pemerintahan, sehingga struktur yang berada dibawah departemen tersebut menjadi berubah total karena tidak berfungsi seperti sediakala. Lembaga sensor film dibawah kepemimpinan Ibu Tuti (budayawan) ketika itu mengambil keputusan untuk bergabung dengan Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (sekarang Departemen Pariwisata dan Budaya).
Lembaga sensor film (LSF) bekerja atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994. Sejumlah 49 anggotanya yang disetujui oleh Presiden terdiri dari berbagai profesi yang mewakili sesuai dengan keahliannya. Adapun profesi yang dipilih untuk mewakili masyarakat sebagai penilai tersebut adalah;
- Pemerintah (state/power)
- Pakar keagamaan (religius)
- Pakar Ideologi (Pancasila)
- Politikus
- Ahli sosial dan budaya (sosiologi dan budayawan)
- Pakar ketertiban umum
Sebagaimana digariskan dalam peraturan pemerintah, maka fungsi lembaga sensor film adalah sebagai berikut;
1. Melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah, dan tujuan perfilman Indonesia. Pengertian film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan/atau lainnya.
2. memelihara tatanilai dan tatabudaya bangsa dalam bidang perfilman di Indonesia.
3. Memantau apresiasi masyarakat terhadap film dan reklame film yang diedarkan, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan; dan menganalisis hasil pemantauan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tugas penyensoran berikutnya dan/atau disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pengambilan kebijaksanaan ke arah pengembangan perfilman Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya lembaga sensor film mempunyai beberapa tugas, yaitu;
- Melakukan penyensoran terhadap film dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dan/atau ditayangkan untuk umum.
- Meneliti tema, gambar, adegan, suara dan teks terjemahan dari suatu film dan reklame film yang akan diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan/atau ditayangkan.
- Menilai layak tidaknya tema, gambar, adegan, suara dan teks terjemahan dari suatu film.
Sedangkan dalam menjalankan tugasnya lembaga sensor film memiliki kewenangan, sebagai berikut;
- Meluluskan sepenuhnya suatu film
- Memotong atau menghapus film
- Menolak sesuatu film
- Memberikan surat tanda lulus sensor
- Membatalkan surat tanda lulus sensor
- Memberikan surat tanda tidak lulus sensor
- Menetapkan penggolongan usia penonton
- Menyimpan dan/atau memusnahkan potongan film hasil penyensoran
- Mengumumkan film impor yang ditolak
Setiap stasiun televisi (bagian penata program) selalu meminta persyaratan kepada distributor, produser dari luar stasiun ataupun bagian akuisisi-nya, untuk melengkapi dokumen penyiaran setiap program dan iklan yang akan disiarkan dari lembaga sensor film. Hal ini perlu diperhatikan oleh mereka agar ketentuan lembaga sensor film tentang apa yang tidak melanggar aturan dan yang boleh disiarkan kepada masyarakat. Bagi pemilik program ataupun distributor yang mengurus penyesoran ini akan berpikir adanya pembatasan berekspresi atau pengekangan hasil karya seseorang, namun bagi pemeritah berkewajiban untuk menjalankan aturan ini untuk menjaga keserasian budaya bangsa Indonesia dengan program yang akan ditayangkan secara umum.
Dengan adanya fungsi dari lembaga sensor film, hal ini akan melindungi masyarakat dari berbagai informasi dan hiburan yang membahayakan dari segi kriminalitas, ideologi bangsa, kekerasan, dan lain sebagainya.
Lembaga sensor film dalam melaksanakan tugasnya menyensor setiap program yang akan disiarkan, memberikan surat tanda lulus sensor terhadap sebuah judul program dengan dilengkapi data-data lain sebagai identitas sebuah program. Selanjutnya setiap sebuah surat tanda lulus sensor tersebut disertai pula dengan lembaran keterangan terhadap program untuk memberikan perhatian pada pemiliknya agar memotong adegan-adegan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Setiap surat keterangan tersebut selanjutnya harus ditindak lanjuti oleh pemilik program atau stasiun televisi untuk memotongnya. Hanya saja tidak ada lembaga monitoring yang jelas, yang seharusnya mengawasi jalannya siaran program tersebut. Karena sebagai stasiun penyiaran swasta yang bersaing ketat untuk mendapatkan jumlah audien (rating), terkadang dengan segaja membiarkan adegan yang jelas-jelas dilarang untuk tetap disiarkan. Semestinya peran dari Komisi Penyiaran Indonesia yang wajib memonitoring segala bentuk siaran program televisi di Indonesia, untuk selanjutnya memberikan rapot/evaluasi setiap bulan pada setiap stasiun penyiaran agar mengetahui kesalahannya dan tidak melakukannya kembali. Sedangkan untuk program yang dinyatakan tidak lulus sensor maka akan dikeluarkan surat penyataan bahwa program tersebut dinyatakan tidak lulus sensor, sehingga tidak dapat disiarkan di Indonesia. Bagi stasiun televisi surat penolakan atau pernyataan tidak lulus sensor sangat dibutuhkan. Karena sebagian besar pemilik program khususnya film adalah distributor asing yang biasanya menyerahkan pengurusan penyensoran kepada stasiun televisi. Apabila sebuah program dinyatakan ditolak oleh lembaga sensor film untuk disiarkan, pihak stasiun televisi akan mendapatkan materi penganti yang tidak perlu dibayar lagi.
Peran lembaga sensor film sebagai institusi negara yang menyensor seluruh program yang akan disiarkan di Indonesia adalah pekerjaan yang tidak mudah dan sangat kompleks. Belum lagi dihadapkan dengan kualitas sumber daya manusia, mental, serta tuntutan kecepatan melayani menjadi sumber masalah lain yang belum bisa maksimal di tata dengan baik dan benar.
Melihat problem di atas, sebenarnya lembaga sensor film hanya bersifat administrasi untuk mendata setiap program yang akan disiarkan, agar tertib dan memiliki kejelasan siapa pemiliknya serta yang memiliki hak siarnya adalah stasiun televisi mana. Sedangkan tentang content program yang akan disiarkan, setiap stasiun televisi wajib melakukan klarifikasi ulang dengan struktur yang disiapkan untuk menyaring setiap program yang akan disiarkan stasiun televisi tersebut.
Setiap stasiun televisi memiliki bagian atau departemen khusus yang menjadi benteng terakhir setiap programnya yang akan disiarkan. Adapun komitmen dan peraturan yang ditetapkan oleh bagian tersebut didasarkan oleh kebijakan yang ditetapkan oleh stasiun televisi tersebut. Istilah yang biasa dipakai oleh stasiun penyiaran televisi untuk melakukan penyensoran terakhir pada setiap program sebelum on air adalah bagian quality kontrol. Kalau di TVRI dikenal dengan bagian Tim Cheking Bahan Siaran.
Tugas dari bagian quality kontrol adalah menjadi penentu terakhir pada setiap program yang akan disiarkan. Apakah layak, harus di revisi ulang, dipotong pada bagian tertentu atau tidak layak untuk disiarkan sama sekali. Adapun petugas bagian quality kontrol atau tim cheking bahan siaran harus memiliki persyaratan sebagai berikut;
1. Pengetahuan dasar produksi televisi
2. Pengetahuan dasar teknik televisi
3. Pengetahuan tentang peralatan penyiaran televisi
4. Wawasan yang luas tentang politik dan ideologi bangsa Indonesia
5. Memiliki jiwa seni sebagai dasar penilaian karya seni
6. Mengikuti standar prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan stasiun televisi
Dalam menjalankan tugasnya bagian quality kontrol harus melakukan pengecekan secara fisik pada bahan siaran/iklan. Selanjutnya yang menjadi perhatian untuk dinilai, yakni;
- Judul bahan siaran harus sesuai dengan slot waktu yang sediakan (wajar, menarik, tidak melanggar etika dan estetika)
- Kondisi kaset bahan siaran dalam keadaan baik (tidak cacat dan utuh)
- Data program dicover kaset dan surat keterangannya harus lengkap dan cocok dengan materi yang ada didalamnya
- Susunan colour bar, opening tune, program, penutup program telah benar dan sesuai standar penyiaran
- Durasi colorbar, opening tune, program, penutup program sesuai dengan stándar penyiaran dan slot waktu yang disiapkan.
- Kualitas secara keseluruhan program harus memiliki gambar yang baik/fokus
- Content/isi program tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan KPI dan stasiun penyiaran yang bersangkutan
Setelah melalui pengecekan bagian quality kontrol maka materi bahan siaran/iklan akan mendapatkan stiker atau tanda bukti telah lolos untuk selanjutnya menuju ruang master kontrol untuk disiarkan (on air). Sistem jam kerja bagian quality kontrol lebih panjang dari jam kerja pada umumnya, bahkan bisa 24 jam kerja bila dibutuhkan pengecekan bahan siaran/iklan yang jumlahnya relatif banyak. Sedangkan bahan siaran yang ditolak atau harus direvisi akan dikembalikan pada bagian program, untuk segera diketahui agar diperbaiki.
Dengan demikian lembaga sensor film dalam melakukan penyensoran lebih kepada bersifat umum dan administrasi pendataan materi bahan siaran yang beredar di wilayah coverage Indonesia. Sehingga kepemilikan double/ganda sebuah materi bahan siaran pada stasiun penyiaran akan terdeteksi lebih awal oleh lembaga sensor film dan tidak menimbulkan konflik diantara operator televisi.
Permasalahan memperebutkan sebuah program televisi ataupun film dapat saja terjadi sengketa. Biasanya pada program yang memiliki tahun produksi beberapa tahun lalu. Ataupun kesalahan administrasi yang menyebabkan program dijual royaltinya sebelum habis dari stasiun yang lainnya. Bahkan bisa pula ada oknum-oknum tertentu yang sengaja membuat permasalahan dengan menjual sebuah program pada beberapa stasiun televisi pada coverage sama, untuk mendapatkan keuntungan.
Karena wewenang dan lingkup kerja lembaga sensor film yang luas sementara keterbatasan waktu, sumber daya manusia dan dana yang dimiliki, maka setiap stasiun televisi wajib melakukan penyensoran secara detail dan lebih teliti untuk menyaring setiap program/iklan yang akan disiarkannya. Disinilah peran dari bagian quality kontrol atau tim cheking bahan siaran untuk berperan aktif untuk memantau setiap program yang akan disiarkan.