Kamis, 13 Agustus 2009

LEMBAGA PENYIARAN

MODUL 9


LEMBAGA PENYIARAN



Oleh : Drs. Andi Fachrudin M.M.Si


Setiap stasiun penyiaran televisi atau radio tentunya memiliki wadah dalam menjalankan fungsinya dalam melayani jasa penyiaran, seperti dikutip dalam undang-undang penyiaran No. 32 tahun 2002 yang dimaksud dengan penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.


Selanjutnya dikatakan bahwa lembaga penyiaran televisi dan radio dibagi dalam empat kategori yaitu; lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Berlangganan, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Yang proses izin dan kepemilikannya juga diatur dalam undang-undang tersebut.


Dengan semakin maraknya dunia penyiaran saat ini dapat dilihat dengan adanya bisnis penyiaran yang diangap sebagai investasi yang menguntungkan. Hal tersebut membuat orang-orang atau kelompok yang memiliki modal besar berlomba-lomba untuk membuka investasi tersebut. Akan tetapi spektrum frekuensi di kota-kota besar biasanya sudah padat sehingga perlu pengaturan yang adil dan dapat mencapai keinginan untuk mendapatkan jalur siaran yang aman dan nyaman.


Pada dasarnya pengelola stasiun penyiaran dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu;


1. Pengelola perorangan atau individu (single owner).


2. Pengelola kelompok atau group ownership (perusahaan atau lembaga lainnya).


Pengelola penyiaran terdiri atas sejumlah kecil orang yang menjalankan suatu stasiun penyiaran. Beberapa stasiun penyiaran radio ada yang dimiliki oleh satu orang saja, demikian juga stasiun penyiaran televisi di beberapa daerah yang penyiarannya lokal saja. Ketika mengajukan perizinan maka stasiun penyiaran tersebut memang dimiliki oleh satu orang saja dan undang-undang mengatakan bahwa kepemilikian stasiun penyiaran dapat dimiliki perorangan.


Stasiun penyiaran perorangan ini umumnya berada didaerah yang relatif kecil dan tidak terlalu ramai. Karena bila perusahaan besar yang mencari keuntungan banyak biasanya juga tidak akan mau berinvestasi karena ingin mendapatkan keuntungan yang besar saja. Sehingga stasiun penyiaran tersebut masih mengedepankan idealisme atau faktor non kemersial. Profesi tenaga penyiaran yang bertugas sangat kecil yaitu merangkap dari beberapa jobs, untuk menghemat pengeluaran.


Bila suatu kota besar yang ramai dengan berbagai sarana dan prasana yang lengkap, maka stasiun penyiaran dengan modal besar akan tertarik menanamkan investasi untuk mengincar keuntungan yang banyak. Karena semakin banyak orang akan semakin mudah untuk menawarkan jasanya.


Oleh sebab itu perusahaan besar cenderung membangun stasiun penyiaran di kota besar dan perorangan di daerah. Apabila daerah-daerah tersebut berkembang pesat barulah perusahaan tadi mengajukan/menawarkan bekerjasama dengan stasiun penyiaran perorangan. Hal ini tentunya akan mendorong perusahaan besar yang sukses untuk menguasai suatu daerah lain untuk mengembangkan bisnisnya agar mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Seperti di Indonesia beberapa perusahaan surat kabar yang beroplah nasional berupaya menguasai usaha sejenis daerah lain, bahkan selanjutnya membuka stasiun penyiaran dengan kepemilikan silang di tangan satu perusahaan.


Kepemilikan silang beberapa jenis usaha diberbagai daerah oleh satu perusahaan harus dibatasi seperti halnya dinegara-negara maju. Karena bila dibiarkan akan mematikan industri penyiaran yang dimiliki oleh perorangan atau modal yang kecil. Dalam Undang-undang penyiaran ketentuan pembatasan tersebut dikatakan; Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Selanjutnya juga dikatakan; Kepemilikan silang antara lembaga penyiaran swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan lembaga penyiaran swasta yang menyelenggarakan penyiaran televisi, antara lembaga penyiaran swasta dan perusahaan media cetak, serta antara lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.


Dalam undang-undang penyiaran tersebut tidak dijelaskan berapa banyak batasannya. Hal itu ketentuan lebih lanjutnya akan ditentukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia bersama Pemerintah. Sebagai perbandingan di negara besar seperti Amerika Serikat kepemilikan dibatasi sebanyak 7 (tujuh), perusahaan atau perorangan diperbolehkan maksimal memiliki 7 stasiun televisi, 7 stasiun radio FM dan 7 stasiun radio AM.


Untuk dapat mendirikan stasiun penyiaran di Indonesia, perorangan atau korporasi harus memiliki surat izin (lisensi) yang merupakan hak untuk menjalankan operasional stasiun penyiaran. Di Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku surat izin berlaku selama 5 tahun untuk stasiun penyiaran radio dan 10 tahun untuk stasiun penyiaran televisi dan masing-masing dapat diperpanjang.


Proses mendapatkan izin penyiaran di Indonesia, individu atau korporasi harus mengajukan surat permohonan dengan mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan kepada Komisi Penyiaran Indonesia serta memenuhi persyaratan lainnya.


Prosedur izin penyiaran diberikan setelah melalui beberapa tahap yaitu;


a. Masukan dan hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI.


b. Rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI.


c. Hasil kesepakatan dalam forum rapat bersama yang diadakan khusus untuk perizinan antara KPI dan Pemerintah.


d. Izin alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh pemerintah atas usul KPI.


Struktur organisasi penyiaran pada umumnya tidak memiliki standar baku. Bentuk organisasi stasiun penyiaran berbeda-beda satu dengan lainnya, bahkan pada wilayah yang sama stasiun penyiarannya tidak memiliki organisasi yang sama, hal ini disebabkan karena perbedaan skala usaha atau besar kecilnya stasiun penyiaran.


Stasiun penyiaran yang kecil hanya memiliki sedikit tenaga pengelola yang terkadang merangkap beberapa profesi yang ada, dengan peralatan yang sederhana juga. Sedangkan stasiun penyiaran besar memiliki karyawan yang jumlahnya ratusan, beberapa peralatan studio, ruang kantor yang repsentatif, perpustakaan, ruang redaksi yang lengkap dan gedung besar serta lahan luas untuk menempatkan pemancar.


Tanggung jawab menjalan stasiun penyiaran terbagi dua hal yaitu; Manajemen penyiaran, dan Pelaksanaan operasional penyiaran. Fungsi manajemen pada stasiun penyiaran akan mengalir berurutan mulai dari puncak hingga ke bawah. Pemimpin tertinggi direktur utama, manajer umum, hingga staf yang bertugas dibawah payung manajemen organisasi penyiaran dimana setiap bidang-bidang tugas bekerja mewujudkan stasiun penyiaran.


Fungsi operasional ialah mereka yang menjadi bagian lembaga penyiaran para teknisi, perancang program, dan staf produksi yang membuat materi acara untuk stasiun penyiaran itu. Secara umum stasiun penyiaran dapat dikenal dengan 3 tiga bagian utama, yaitu;


1. Bagian Program (Program acara, Produksi, Pemberitaan, Pemasaran/Penjualan).


2. Bagian Tehnik (Pemancar, Studio, Sarana dan Prasarana Teknik)


3. Bagian Supporting (Keuangan, Administrasi, Sumber Daya Manusia, Diklat)



Struktur Organisasi Stasiun Penyiaran Kecil









image001



















Direktur Tehnik







Direktur Program







Direktur Umum
















image002

image003
image003






Struktur Organisasi Stasiun Penyiaran Besar



image004













image005
image006
image007
image008





Mendirikan stasiun penyiaran berarti harus memiliki sense of belonging terhadap culture masyarakat dari lokasi penyiaran tersebut. Bagaimanakah life stylenya, seluruh hal tersebut harus diperhitungkan dahulu oleh owner untuk mendapatkan gambaran jasa penyiaran seperti apa yang disukai dan mendatangkan keuntungan bagi stasiun penyiaran tersebut.


Bagi pendiri stasiun penyiaran harus memikirkan perencanaan stasiun penyiaran seperti apa yang akan disiarkan programnya. Selanjutnya jenis stasiun penyiaran dan jangkauan siaran. Berdasarkan undang-undang penyiaran membagi jenis stasiun penyiaran ke dalam empat jenis. Keempat jenis stasiun penyiaran ini berlaku baik untuk stasiun penyiaran televisi maupun radio. Keempat jenis stasiun penyiaran itu adalah;


1. Lembaga Penyiaran Publik


2. Lembaga Penyiaran Swasta


3. Lembaga Penyiaran Berlangganan


4. Lembaga Penyiaran Komunitas


Lembaga penyiaran publik dan komunitas bersifat tidak mencari keuntungan atau non komersial sedangkan lembaga penyiaran swasta dan berlangganan bersifat mencari keuntungan atau komersil. Lembaga penyiaran publik di Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh undang-undang adalah TVRI dan RRI. Sedangkan lembaga penyiaran komunitas didirikan oleh komunitas tertentu dengan tujuan melayani komunitas yang bersangkutan.


Lembaga Penyiaran Publik


Lembaga penyiaran publik berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independent, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Stasiun penyiaran publik terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota negara. Di ibukota daerah provinsi, kabupaten atau daerah lainnya.


Pengelolaan lembaga penyiaran publik di Indonesia identik dengan RRI dan TVRI yang pusat beroperasi di Jakarta, sedangkan didaerah-daerah provinsi dapat didirikan stasiun penyiaran publik berdasarkan kebutuhan daerah tersebut. Akan tetapi RRI dan TVRI masing-masing memiliki stasiun penyiaran lokal yang berjaringan dengan pusatnya di Jakarta. Selama ini RRI dan TVRI bersama pemerintah daerah dan komando daerah militer, saling bantu membantu mendirikan stasiun penyiaran diwilayah masing-masing untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia dalam menyampaikan informasi kebijakan dan pembangunan nasional. Sehingga berdasarkan rapat koordinasi antara Pemerintah, KPI, TVRI seluruh Indonesia pada tahun 2004 mengharapkan lembaga penyiaran publik di daerah provinsi adalah stasiun penyiaran TVRI yang selama ini telah melakukan siaran lokal dan berjaringan dengan pusat nya di Jakarta.


Berbeda dengan di Amerika Serikat stasiun penyiaran publik dengan komunitas adalah sama pengertiannya yang disebut dengan stasiun penyiaran non komersial. Adapun kategori stasiun nonkomersial adalah;


1. Stasiun penyiaran komunitas.


2. Stasiun penyiaran universitas.


3. Stasiun penyiaran sekolah.


4. Stasiun penyiaran milik badan daerah.


Keempat stasiun penyiaran nonkomersial ini dapat berubah menjadi stasiun penyiaran publik apabila telah memenuhi persyaratan sejumlah ketentuan minimal yang ditetapkan oleh badan pengawas stasiun publik Amerika, yaitu Corporation for Public Broadcasting (CPB) yang didirikan pada tahun 1967 untuk mengelola seluruh stasiun penyiaran nonkomersial di seluruh Amerika Serikat. Adapun ketentuan minimal tersebut adalah;


1. Memiliki jam tayang (siaran) selama 3000 jam per tahun.


2. Memiliki minimal 10 karyawan.


3. Memiliki anggaran operasional minimal US$ 300.000 dalam satu tahun dan lain-lain.


Sedangkan lembaga penyiaran publik di Indonesia memiliki sumber pendapatan dari;


1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


2. Sumbangan Masyarakat.


3. Siaran Iklan layanan masyarakat.


4. Iuran/Pajak yang dipungut pada masyarakat.


5. Usaha-usaha lain yang sah berdasarkan ketentuan yang berlaku.


Lembaga Penyiaran Swasta


Lembaga penyiaran swasta harus berbadan hukum Indonesia, bersifat komersial dan memiliki bidang usaha menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan televisi. Sumber pembiayaan stasiun penyiaran swasta berasal dari iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Stasiun penyiaran swasta hanya dapat menyelenggarakan satu siaran dengan satu saluran pada satu cakupan wilayah.


Warga negara asing dilarang menjadi pengurus stasiun penyiaran swasta, kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik. Namun demikian modal asing masih diperbolehkan dimanfaatkan. Dalam hal ini stasiun swasta dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari 20 persen dari seluruh modal. Lembaga penyiaran swasta wajib memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk memiliki saham perusahaan dan memberikan bagian laba perusahaan. Sumber pembiayaan media penyiaran swasta berasal dari siaran iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.


Lembaga Penyiaran Berlangganan


Lembaga penyiaran berlangganan harus berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan yang memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia atau media informasi lainnya.


Lembaga penyiaran berlangganan ini terdiri atas; Stasiun penyiaran berlangganan melalui kabel, dan Stasiun penyiaran berlangganan melalui satelit komunikasi, Stasiun penyiaran berlangganan melalui terresterial. Dalam menyelenggarakan siarannya media penyiaran berlangganan harus melakukan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan serta menyediakan paling sedikit 20 persen dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari media penyiaran publik dan media penyiaran swasta.


Pendanaan media penyiaran berlangganan berasal dari iuran berlangganan, siaran iklan dan usaha lain yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Di Indonesia pertama kali siaran televisi berlangganan dilakukan oleh RCTI pada tahun 1988. Ketika itu pemerintah memberikan izin siaran terbatas pada RCTI, namun hanya satu tahun setelah itu diberikan keleluasaan untuk melakukan siaran terbuka hingga nasional. Selanjutnya beberapa perusahaan swasta di Indonesia juga mulai mendirikan televisi berlangganan dengan kabel, satelit dan terresterial. Bahkan saat ini beberapa televisi kabel Indonesia beroperasi di luar negeri untuk menginformasikan keunikan budaya dan kemajuan bangsa Indonesia seperti halnya Garuda TV di Nederland (Belanda).


Perkembangan televisi berlangganan dimulai dari kota kecil Mahony City, Pennsylvania, AS pada tahun 1948. Ketika itu pemilik sebuah toko yang menjual pesawat televisi mengalami kesulitan dalam menjual televisinya disebabkan tidak mendapatkan gambar yang baik karena kota tersebut terhalang oleh bukit yang tinggi. Dibalik perbukitan tersebut kota Philadelphia tidak dapat ditembus oleh sinyal televisi.


Pemilik toko televisi tersebut merasa berkepentingan untuk mendapatkan sinyal sehingga membangun antena di atas perbukitan tersebut. Kemudian menyalurkan sinyal itu melalui kabel mulai dari puncak bukit hingga ke tokonya. Sinyal yang diterima itu kemudian diperkuat melalui alat penguat sinyal (amplifier). Setelah mendapatkan gambar yang baik pemilik toko menawarkan kepada rumah tangga lain untuk ikut bergabung dengan cara menyambung kabel dari tokonya kepesawat televisi para tetangganya. Pemilik toko meminta bayaran untuk biaya pemasangan kabel US$100 dan biaya pemeliharaan sebesar US$2 per bulan. Pemilik toko sebagai pengelola jaringan kabel televisi di wilayah itu. Pengelola jaringan itu disebut cable system operator (CSO) atau headend. Hal ini lah kemudian menyebabkan banyak peminat dan mulainya penyiaran berlangganan ada.


Kejadian tersebut selanjutnya dikenal Community Antenna Television (CATV) yang muncul akibat kebutuhan konsumen terhadap penerimaan sinyal televisi yang lebih baik. Kebutuhan ini akan terjadi bagi daerah yang berada dilembah atau dibalik perbukitan di daerah terpencil. Namun kebutuhan tersebut juga akhirnya dirasakan pada kota-kota besar dimana terdapat gedung-gedung pencakar langit, dengan menempatkan master antenna pada puncak gedung yang paling tinggi lalu sinyal televisi didistribusikan ke berbagai kantor atau apartemen di wilayah tersebut.


Komponen yang dibutuhkan dalam system tersebut adalah; CSO (terdiri dari antena dan sejumlah peralatan penerima yang berfungsi menangkap sinyal dari stasiun televisi yang jauh dari CSO), Sistem distribusi dan Saluran rumah. Perkembangan teknologi modern CSO kini berfungsi menangkap sinyal televisi yang dikirim melalui satelit atau microwave radio/terresterial.


Lembaga Penyiaran Komunitas


Lembaga penyiaran komunitas harus berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayahnya terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Stasiun penyiaran ini didirikan tidak untuk mencari untung atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan.


Tidak seperti halnya di Amerika Serikat dimana lembaga penyiaran komunitas ini dapat berubah menjadi lembaga penyiaran publik atau nonkomersial. Di Indonesia lembaga penyiaran komunitas hanya dapat melayani jasa atau kebutuhan komunitasnya sendiri saja. Seperti Stasiun Penyiaran Universitas Indonesia maka isi siarannya hanya untuk melayani komunitas Universitas Indonesia saja, yang pada umumnya tentang penyelenggaraan pendidikan. Jangkauan siarannya juga terbatas hanya mencakup areal Universitas Indonesia di Depok saja. Sedangkan di kampus Salemba tidak dapat dilayani dari Depok, karena sepanjang jalur itu melewati areal publik yang tidak boleh bebas siarannya. Contoh lain tentang Stasiun Penyiaran Malimping yang jangkauan siarannya hanya di kelurahan Malimping saja. Siarannya pun juga melayani jasa pelayanan bagi masyarakat dikelurahan tersebut, seperti tentang Kartu Tanda Penduduk masyarakat yang telah habis masanya atau informasi tentang pembuatan Kartu Keluarga dan lain-lainnya.

blog comments powered by Disqus

Posting Komentar



 

Mata Kuliah Copyright © 2009 Premium Blogger Dashboard Designed by SAER