tag:blogger.com,1999:blog-90297092898405103472024-03-13T03:55:33.730-07:00Mata KuliahBerpartisipasi Mencerdaskan BangsaSuper Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.comBlogger356125tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-76643143885135066082009-09-12T01:39:00.000-07:002009-10-27T07:08:20.298-07:00Sikap Dasar Jurnalis TV<p align="center"><strong>01. Pokok Bahasan : Sikap Dasar Jurnalis TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Sikap Dasar Jurnalis TV, agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teknik-teknik dan langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan melakukan reportase di Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki pengetahuan, kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan, dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci mengenaj hal-hal yang berkembang dalam diskusi dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa, dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><p align="justify">Materi kuliah : </p><br /><p align="justify">Sikap Dasar Jurnalis Televisi.</p><br /><p align="justify">Arthur Miller (Seorang Filosuf) pernah mengatakan, sebuah media massa yang baik adalah sebuah bangsa yang berbicara kepada dirinya sendiri. Kita bisa mengatakan media massa yang ketakutan adalah sebuah bangsa yang berbohong kepada dirinya sendiri.</p><br /><p align="justify">Sikap obyektif bukan cuma lumayan sulit tapi memang sulit, terutama jika sudah melibatkan emosi. Karena itu berarti kita harus mau dan mampu untuk meninggalkan nilai-nilai (pendorong subyektivitas) yang sudah terlanjur melekat dalam diri kita.</p><br /><p align="justify">Pemberitaan media massa (cetak dan elektronik) sebelum dan sesudah meninggalnya mantan Presiden Soeharto, secara kualitas, hampir semua media massa sudah kehilangan daya kritisnya. Semua pemberitaan media cetak maupun elektronik nyaris seragam, memberitakan hal yang positif tentang mantan pengusa Orde Baru (Orba) tersebut. Keberpihakan media sangat terasa. Tak kalah anehnya adalah pemberitaan seputar pemakaman Soeharto.<br /><br />Apakah itu hanya terjadi pada media massa dalam negeri? Tidak. Media massa luar negeri justru lebih mengerikan lagi karena hanya memberitakan sisi buruk Soeharto tanpa melihat sisi positif yang selama ini sudah memberikan jasa-jasa besarnya kepada bangsa dan negara ini.<br /><br />Washington Post menurunkan tulisan dengan judul In Indonesia’s Ex-Dictator Soeharto. Sementara itu, ada pula judul-judul yang dibuat; Buried, Soldier, Savior, Strongman, Crook (Newsweek), Suharto, Tyran of Indonesia, Dies Without Facing Justice (The Independent), Suharto, Former President of Indonesia and Brutal Rules, Dies (Timesonline), dan lain-lain. Yang jelas, gambaran judul beberapa media asing itu terkesan negatif dan memojokkan mantan presiden ke-2 RI tersebut.<br /><br />Melihat perbedaan yang mencolok pemberitaan media massa dalam dan luar negeri tersebut, jelas sekali media massa terbawa arus untuk memihak salah satu kecenderungan saja? Di sinilah media massa khususnya televisi hendaknya bersikap objektif.</p><br /><p align="justify">Objektifitas<br />Berbicara tentang objektifitas media massa, kita bisa memakai perspektif yang pernah diajukan Westerstahl (McQuail, 2000). Dia pernah mengatakan, objektif itu harus mengandung faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas berarti kebenaran yang di dalamnya memuat akurasi (tepat dan cermat) dan mengaitkan sesuatu yang relevan untuk diberitakan (relevansi). Sementara itu, imparsialitas mensyaratkan adanya keseimbangan (balance) dan kenetralan dalam mengungkap sesuatu.<br /><br />Objektifitas selalu mengandung kejujuran, kecukupan data, benar dan memisahkan diri dari fiksi dan opini. Ia juga perlu untuk menghindarkan diri dari sesuatu yang hanya mengejar sensasional.<br /><br />Apa yang dikemukakan Westerstahl tersebut tidak mudah untuk diwujudkan. Media massa tidak lepas dari subjektifitas atau subjektifitas yang objektif. Subjektifitas dilakukan jika media massa memberitakan suatu kejadian yang tidak pernah terjadi.<br /><br />Subjektifitas yang objektif terjadi ketika media massa secara terang-terangan atau tersembunyi, cenderung membela salah satu pihak yang sedang diberitakan. Pemberitaannya berdasar fakta-fakta yang terjadi (objektif), tetapi penulisannya secara subjektif.<br /><br />Jika kita memakai kriteria tersebut, media massa yang memberitakan kasus Soeharto nyata tidak objektif lagi. Ada nuansa bias yang mengiringi penulisan beritanya. Itu sangat terlihat ketika televisi-televisi Indonesia mulai Minggu (27/1) siang sampai Senin (28/1) menyoroti Pak Harto. Hampir semua televisi hanya memberitakan sisi positif Pak Harto.<br /><br />Bahkan, beberapa stasiun televisi kita memilih narasumber yang mengulas kematiannya kebanyakan berasal dari orang yang pernah punya hubungan dekat dengan mantan penguasa Orba itu. Artinya, kita hampir tak pernah disuguhi pemberitaan bagaimana tanggapan masyarakat Kedungombo (misalnya) ketika harus terusir dari tanah kelahirannya tentang kematian Pak Harto.<br />Bagaimana pula, komentar keluarga yang menjadi korban "Tragedi Trisakti 1998". Seolah semua sudah di-setting hanya memberitakan seputar permukaan dan tidak banyak menggali hal-hal yang bernuansa kritis. Bisa jadi, itu disebabkan kelemahan televisi untuk memunculkan fakta atau data yang melengkapi beritanya.<br /><br />Tetapi, sebenarnya televisi bisa menugaskan reporter untuk menginvestigasi ke lapangan di luar "acara resmi" pemakaman Pak Harto. Kenyataannya, bukankah acara televisi tentang berita kematian Soeharto nyaris seragam?<br /><br />Idealnya.<br />Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam bukunya Mediating The Message (1996) pernah melihat mengapa media massa bisa mempunyai perbedaan dan persamaan dalam liputannya. Ada beberapa tahap yang memengaruhinya; (1) individual level, (2) media routine level, (3) organizational level, (4) extra media level, dan (5) ideological level.<br /><br />Jadi, betapa media massa bukan sebuah lembaga yang independen jika dilihat dari pemberitaannya. Semua berita akan terpengaruh oleh banyak hal di dalam dan luar media massa itu sendiri. Apalagi jika ditambah dengan level lain, yakni kemalasan reporter untuk melakukan investigasi ke lapangan. Reporter hanya senang dengan berita-berita berdasar realitas psikologis (sumber-sumber resmi) yang memunculkan jurnalisme kutipan saja dan tidak berdasar realitas psikologis (melakukan investigasi langsung dan melihat serta menceritakan fakta-fakta di lapangan).<br />Lepas dari kenyataan tersebut, ada beberapa catatan yang layak untuk terus disodorkan kepada media massa kita.</p><br /><p align="justify">Pertama, dalam situasi apa pun, media massa harus tetap memegang teguh peliputan cover both sides (meliput dua sisi yang berbeda secara seimbang). Bukan menjadi all sides.<br /><br />Kedua, media massa sebaiknya memposisikan dirinya sebagai (meminjam istilah Jakob Oetama, 2003) the search dan the production of meaning. Media massa dituntut untuk tak sekadar memberitakan fakta apa adanya secara linear, tetapi fakta yang mencakup. Dengan kata lain, fakta perlu dilengkapi dengan latar belakang, proses, dan riwayatnya serta tali temali yang berkaitan dengan fakta tersebut.<br />Ketiga, media massa harus menjadi penentu arah perubahan masyarakat dan bukan sekadar memberitakan fakta telanjang. Tentu saja, arah perubahan yang positif di masa datang. Ketika memberitakan kasus wafatnya Pak Harto, media massa tidak harus terjebak pada berita-berita seremonial, tetapi juga mampu mengarahkan, mempertanyakan, menggelitik pemirsa bagaimana penyelesaian "kesalahan" Pak Harto di masa lalu. Itu tak berarti tidak ikut berduka cita, hanya media massa tetap punya tugas mulia seperti itu.</p><br /><p align="justify">Beberapa waktu lalu, Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi menyoroti televisi yang dinilai berlebihan dalam menayangkan gambar kasus video porno anggota DPR Yahya Zaini (YZ) dengan penyanyi dangdut Maria Eva (ME).</p><br /><p align="justify">Di mata Hasyim, penayangan gambar tanpa pakaian terus-menerus merupakan kejahatan publisistik dan kekejaman keji terhadap keluarga yang bersangkutan serta menebarkan pendidikan yang sangat buruk pada anak-anak yang menontonnya di seluruh Indonesia. Tindakan YZ memang merupakan kesalahan terbatas, sedangkan penayangan berlebihan itu merupakan kejahatan sosial yang meluas.</p><br /><p align="justify">Maka, media tidak akan merasa bersalah dalam menayangkan “adegan bugil” YZ-ME yang diulang-ulang dalam acara infotainment di televisi kita . Satu sebabnya, antara fakta dan fiksi sudah dicampuradukkan. Fakta tanpa fiksi memang kering, tetapi fiksi yang dicampuradukan dengan fakta menjadi kejahatan sosial. Sebab audience sangat sulit membedakan mana fakta dan mana fiksi.</p><br /><p align="justify">Dalam beberapa tayangan infotainment, televisi menayangkan adegan tersebut berulang-ulang. Bisa dipahami kalau televisi ingin menyajikan realitas sesungguhnya dari apa yang terjadi. Intinya, televisi ingin objektif dalam mengungkapkan sebuah fakta yang terjadi meskipun kenyataannya justru sebaliknya.</p><br /><p align="justify">Kebenaran dan Fiksi</p><br /><p align="justify">Namun demikian, hal ini diakui oleh Louis Alvin Day dalam bukunya Ethics in media Communications (2003), sungguh tidak mudah bagi televisi untuk membedakan antara kebenaran (baca: fakta) dan fiksi dalam tayangannya. Dalam kenyatannya, televisi di Indonesia mencampuradukkan antara fakta dan fiksi tersebut. Pernyataan yang dibacakan oleh narator atau pembawa acara seringkali “menuduh” pihak tertentu dan mengarahkan pemirsa untuk setuju dan tidak setuju terhadap realitas yang disajikannya. Meskipun, mereka merasa hanya sekadar memberikan ilustrasi dari apa yang disajikan. Kata-kata seperti “sungguh tragis”, “sayangnya”, “tidak disangka” dan sebagainya menjadi contoh kongkrit keberpihakan tersebut.</p><br /><p align="justify">Jika kita melihat lebih jauh, karena orang-orang yang terlibat dalam acara infotainment itu tidak banyak yang berlatarbelakang pendidikan jurnalistik. Dampaknya, mereka memproduksi acara, yang penting penonton. Yang berlatarbelakng jurnalistik saja belum tentu bisa</p><br /><p align="justify">mempengaruhi bahwa berita seharusnya menampilkan fakta-fakta detail yang disajikan tanpa bermaksud menggiring penomtonnya. Dalam hal ini kekuasaan produser sedemikian kuatnya.</p><br /><p align="justify">Dalam kasus poligami yang dilakukan Aa Gym media massa telah berhasil memojokkan kiai itu dan mempengaruhi opini masyarakat untuk memprotesnya. Tidak salah memang, tetapi haruskah sepihak dalam memberitakan? Ini lepas dari setuju dan tidak setujunya terhadap poligami.</p><br /><p align="justify">Objektivitas</p><br /><p align="justify">Membicarakan antara fakta dan fiksi, perlu juga mempertanyakan, bagaimana dengan objektifitas tayangan televisi yang sudah seperti itu? Dalam beberapa kasus, televisi itu jelas telah melanggar objektifitas tayangan. Infotainment bukan tayangan film atau sinetron yang tidak perlu berpegang teguh pada objektifitas.</p><br /><p align="justify">Westerstahl (McQuail, 2000), pernah meyodorkan bahwa yang dinamakan objektif setidaknya mengandung faktualitas dan imparsialitas. Faktualitas berarti kebenaran yang di dalamnya memuat akurasi (tepat dan cermat), dan mengkaitkan sesuatu yang relevan untuk diberitakan (relevansi). Sementara itu, imparsialitas mensyaratkan adanya keseimbangan (balance) dan kenetralan dalam mengungkap sesuatu.</p><br /><p align="justify">Dengan demikian, informasi yang objektif selalu mengandung kejujuran, kecukupan data, benar dan memisahkan diri dari fiksi dan opini. Ia juga perlu untuk menghindarkan diri dari sesuatu yang hanya mengejar sensasional semata.</p><br /><p align="justify">Jika kita melihat tayangan infotainment di televisi, dengan memakai kriteria objektif yang diajukan Westerstahl di atas, maka kita akan mengatakan tiadanya objektifitas atas sesuatu yang diberitakan. Tentu saja, objektifitas di sini tak hanya sekadar ada fakta saja. Fakta telanjang bisa jadi justru berdampak buruk atas diri pemirsanya.</p><br /><p align="justify">Memang, setiap kejahatan dan tindak asusila perlu diungkap agar dampaknya lebih baik di masa yang akan datang. Tetapi, mengungkap sesuatu atas dasar ikatan emosional juga bukan tindakan yang bijaksana. Ini bukan masalah membela salah satu pihak, tetapi, mencoba mendudukkan bagaimana media massa kita perlu bersikap proporsional dalam memberitakan suatu kejadian.</p><br /><p align="justify">Akibat pemberitaan yang tidak proporsional itu pula, ketidakadilan di masyarakat terjadi. Misalnya, mengapa masyarakat sangat memprotes Aa Gym yang nikah secara sah, disetujui istrinya dan memakai dananya sendiri, sementara kasus yang menimpa YZ-ME yang dianggap “selingkuh”, tanpa persetujuan istrinya, memakai uang rakyat dibiarkan begitu rupa? Bukankah ini tindakan yang tidak adil dari masyarakat atas tayangan yang selama ini diberitakan? Bagaimana enerji kita begitu terkuras hanya mengurusi masalah poligami sementara korupsi yang melibatkan anggota DPR dan jajaran pemerintah sering luput dari pengamatan kita?</p><br /><p align="justify">Social Punishment</p><br /><p align="justify">Mengapa tayangan infotainment televisi selama ini mengkhawatirkan? Sebab, televisi itu diciptakan untuk menghibur saja. Masyarakat menikmati acara televisi kebanyakan untuk mencari hiburan dan bukan yang lainnya. Mereka tidak begitu peduli apakah yang disajikan televisi itu fakta atau fakta yang “dibumbui” fiksi. Itulah realitas hiburan televisi kita. Bahkan Neil Postman pernah menyindir “televisi menghibur diri sampai mati”. </p><br /><p align="justify">Memprotes televisi bukan berarti benci pada tayangannya. Namun demikian, tanpa pengelolaan yang bijak, televisi justru akan semakin memperburuk keadaan masyarakat. Memang memprotes televisi yang saat ini sudah menjadi “kebutuhan dasar” masyarakat tidak pada tempatnya, tetapi membiarkannya begitu saja juga bukan tindakan yang bijak. Memprotes pengelola televisi tak ubahnya seperti informasi yang masuk ke telinga kanan, keluar di telinga kiri. Sementara, memperotes pemerintah agar bertindak tegas sering dituduh melanggar kebebasan pers. Pemerintah sering berlindung di balik kebebasan pers untuk mengelak dari tuduhan tak peduli dengan keluhan masyarakat itu.</p><br /><p align="justify">Lalu apa tindakan yang harus dilakukan karena televisi kenyataannya sudah seperti itu? Tindakan yang lebih konkrit adalah melakukan social punishment (hukuman sosial). Hukuman sosial ini memang menekankan pada kekuatan individu dalam mewujudkannya. Artinya, tanpa inisiatif pribadi, hukuman sosial itu tidak ada gunanya.</p><br /><p align="justify">Misalnya, kalau kita tidak suka dengan acara infotainment tidak perlu menontonnya. Atau, matikan saja televisi. Melakukan hukuman sosial juga perlu kejujuran. Misalnya, bukan perilaku jujur jika kita sering memprotes acara itu, tetapi justru kita sendiri menontonnya. Ini artinya, kita tidak jujur.</p><br /><p align="justify">Cara seperti itu juga untuk mendidik masyarakat untuk bersikap dewasa, bijak, konsisten dan kritis terhadap acara-acara televisi. Artinya, jika kita tidak suka terhadap suatu acara, kita tak perlu menontonnya. Atau sudah sanggupkan kita melakukan boikot pada acara-acara televisi?</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Askurifai Baksin. Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktek . Penerbit Simbiosa Rekatama Media. Bandung Th. 2006. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Prof.drs. H.A.W. Widjaja. Ilmu Komuiniasi. Pengantar Studi. Reneka CiptaJakarta. 1988 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sudirman Teba. Jurnalistik Baru. Penerbit Kalam Indonesia. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">R. Fadli. Terampil Wawancara. Panduan untuk Talk Show. PT. Grasindo Th. 2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Tim Redaksi LP3ES. Jurnalisme, antara Peristiwa dan Ruang Publik. LP3ES. Th. 2006 </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-21979812135385412632009-09-12T01:41:00.000-07:002009-10-27T07:07:56.027-07:00Kaidah Dasar Teknik Reportase TV<p align="center"><strong>02. Pokok Bahasan : Kaidah Dasar Teknik Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan pemahaman mengenai seorang reporter televisi yang harus memiliki persyaratan khusus yakni kepekaan sosial , sehingga mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses meliput suatu perisiwa</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Arti penting suatu peristiwa, atau kejadian di lokasi kejadian. Karena itu seorang reporter harus mampu mengkaji suatu kejadian yang akan diliputnya. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Reporter bertanggungjawab agar peristiwa yang terjadi betul-betul tercover langsung di masyarakatkan melalui liputan berita, dan tidak boleh terjadi berlalu begitu saja hingga masyarakat bertanya-tanya bahkan mungkin menggelisahkan. Setiap re[prter harus selalu siap mengambil inisiatif untuk “action” meliput kejadian tersebut. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan segera memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kaidah Dasar Teknik Reportase TV</span></strong></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Pengertian Reportase</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Reportase adalah kegiatan meliput, mengumpulkan fakta-fakta tentang berbagai unsur berita, dari berbagai sumber/narasumber dan kemudian menuliskannya dalam bentuk berita (produk).</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Berdasarkan tahapan atau tingkatannya ada tiga, yaitu: reportase dasar, reportase madia (menengah), dan reportase lanjutan. Reportase dasar menghasilkan berita langsung <em>(straight news),</em> reportase madia menghasilkan berita-kisah <em>(soft news/ feature</em>), dan reportase lanjutan menghasilkan berita analisis <em>(news analysis</em>).</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Berita adalah informasi hangat dan aktual yang disajikan kepada umum mengenai apa yang sedang terjadi, tentang apa yang harus dipikirkan dan bagaimana bertindak. Ini berarti, berita adalah laporan kejadian yang tepat pada waktunya, ringkas, cermat, dan kejadian nyata itu sendiri.</span></p><br /><p align="justify"><strong></strong></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Proses Pembuatan Berita.</span></strong></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">1. Mencari informasi awal.</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Informasi awal dapat diperoleh dari berbagai sumber.</span> <span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Media massa (koran harian, internet, radio, televisi) adalah salah satu sumber informasi yang terus mengalir tak pernah henti. Bisa pula dari berbagai sumber personal, seperti pimpinan lembaga, atau kolega (kenalan) yang bekerja untuk suatu perusahaan dan memiliki cukup informasi tentang perusahaan/lembaga tersebut.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Contoh kejadian: rapat anggaran DPRD, wisuda perguruan tinggi swasta, peresmian cabang baru bank syari’ah, lomba ilmiah remaja, seminar kebebasan pers/berekspresi, peringatan hari bumi, dsb.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">2. Memastikan peristiwa yang akan diliput.</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Melakukan konfirmasi berarti mengecek kepastian; baik kepastian jadi atau tidaknya acara, kepastian partisipan/peserta, penyelenggara, pihak/pejabat yang akan membuka acara, rangkaian berserta waktu/ lamanya acara, aturan atau tata tertib peliputan (jika ada). Dengan demikian, reporter dapat mempersiapkan segala sesuatu; baik fisik, mental, peralatan, maupun tim peliput.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">3. Mendokumentasikan seluruh informasi.</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Informasi yang didapatkan setelah peliputan perlu dikumpulkan, disatukan, ‘ditabung’ sehingga siap untuk diolah lebih lanjut menjadi berita. Informasi dapat berupa: keterangan tentang 5W+1H, foto-foto dokumentasi, press release, profil lembaga, pidato, pernyataan tertulis, komentar (wawancara) dua-tiga narasumber, dan kesaksian saksi mata. </span></p><br /><p align="justify"><strong></strong></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Menulis Berita</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">1. Menetapkan sudut pandang (<em>angle</em>) pemberitaan sesuai (jenis) beritanya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Reporter menetapkan jenis berita yang akan dibuat <em>(straight, soft/ feature, analysis</em>), kemudian menetapkan sudut pandang (<em>angle)</em> yang menarik. Ukuran menarik ini tentu saja dengan mengingat sebagian besar khalayak yang</span> <strong></strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">akan menikmati berita kita.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Angle</span> <span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">pada dasarnya adalah penonjolan informasi, sekaligus pintu masuk <em>(entry point)</em> ke dalam berita. Rapat Anggaran DPRD dapat mengambil <em>angle</em> : alokasi anggaran pendidikan sebesar 20%, ‘Harga’ Draft RUU Keistimewaan Yogya 500 juta Realistis/Tidak?, Kenaikan Gaji DPRD melebihi gaji PNS.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">2. Menulis seluruh (<em>isi)</em> berita</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Dengan angle yang ditetapkan kemudian modal dasar dalam menulis berita adalah seluruh rangkaian informasi yang telah didapatkan, yaitu 5W+1H. Karena sudut pandangnya adalah anggaran pendidikan 20%, maka yang didulukan adalah fakta yang terungkap dalam rapat tentang anggaran tersebut, beserta seluruh argumentasi yang menyertainya. Begitu pula beberapa komentar pelaku (peserta rapat) maupun pakar/ pengamat pendidikan yang sengaja dihubungi untuk dimintai pendapatnya.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">3. Mengedit berita, isi maupun bahasa</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Jika berita telah jadi, sentuhan terakhir adalah editing, baik isi maupun bahasanya. Editing isi berarti membaca, mengoreksi adakah isi yang kurang, tidak relevan, kurang sesuai, belum menonjol, dan kurang menyeluruh. Dari sisi bahasanya, adakah kalimat yang belum mengalir, sudah sesuaikah antara judul dan <em>lead</em> dan isi seluruh tubuhnya, sudah menggunakan bahasa dan ejaan baku atau belum, dan adakah salah-ketik yang mengganggu pembacaan berita.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Vitalitas Reporter</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Vitalitas adalah syarat utama wartawan tangguh, yaitu mengerjakan yang biasa-biasa saja dengan cara yang luar biasa. Menjadi reporter bukan pertama-tama karena kecantikan dan kegagahan, bukan keluwesan bergaul, bukanlah rasa ingin tahu, bukan juga pengetahuan luas dan dalam, melainkan ketekunan, kegigihan dan vitalitas. Rangkaian yang menyertai vitalitas itu adalah: menemukan peristiwa dan jalan cerita, cek-ricek-tripel cek jalan cerita, memastikan sudut berita, menentukan lead atau intro, menulis berita.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Alat Kelengkapan Reportase</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Reporter dapat disebut profesi multi: peneliti, penulis cerita, editor. <u>Peneliti</u> karena dia harus mengumpulkan berbagai ragam informasi (observasi, wawancara, riset dokumentasi) di lapangan maupun di balik meja agar memiliki informasi yang cukup dan sekaligus valid untuk menulis berita (cerita). Perlengkapan yang diperlukan adalah setumpuk pertanyaan (yang ingin digali atau diketahui) jika mungkin diketik rapi, alat pencatat berupa bloknot dan pena yang mudah dibawa, alat rekam tape recorder kecil, dan kadang ditambah kamera foto. Jika telah memiliki kartu identitas (<em>ID Card)</em> reporter atau wartawan, sebaiknya dibawa untuk identitas dan keamanan.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Memiliki Persyaratan Khusus</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Menjadi seorang reporter televisi harus memiliki persyaratan khusus yakni kepekaan sosial. Artinya sebelum meliput suatu peristiwa, atau kejadian di lokasi tempat kejadian ia sudah harus punya asumsi bahwa peristiwa atau kejadian itu punya arti besar bagi masyarakat luas.</span> <span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Apapun peristiwa atau kejadian tersebut.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Karena itu seorang reporter harus mampu mengkaji terlebih dahulu kejadian itu. Misalnya ia ditugaskan untuk meliput demo mahasiswa di Bundaran HI Jakarta Pusat. Ketika pertama kali mendengar penugasan maka pada saat itu pula ia harus berpikir : Apa yang didemo oleh para mahasiswa (=korupsi yang tak pernah tuntas, Pilkada yang curang, kelaparan, susah mendapatkan pekerjaan, susah mendapatkan bensin, dsb), untuk apa mereka demo (=tekanan pada pemerintah agar koruptor dihukum gantung), dengan cara apa mereka berdemo (membawa spanduk, menyetop lalu lintas jalan, membawa patung, membakar ban mobil bekas, melemparkan tekor busuk dsb), berapa banyak mahasiswa yang ikut demo (ratusan ribu, atau hanya 5 orang ), mahasiswa mana saja yang turun ke jalan (perguruan tinggi mana saja, organisasi intra atau ekstra universiter), apakah demo itu efektif atau hanya buang-buang waktu saja. Pertanyaan-pertanyaan ini diperlukan untuk memicu diri reporter tersebut untuk mengambil inisiatif dari mana dia harus memulainya atau merekamnya (dalam back mind) peristiwa tersebut, kemudia ia harus bertanggungjawab agar even tersebut jangan sampai berlalu begitu saja. Artinya reporter harus selalu siap mengambil inisiatif untuk “action” meliput kejadian tersebut.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Apabila seorang calon reporter / wartawan mendapat tugas meliput sebuah acara perkawinan orang terkenal , katakanlah misalnya perkawinan artis /penyanyi Siti Nurhaliza dengan seorang duda beranak empat bernama Datuk K, di Malaysia, tetapi calon reporter itu kembali dengan tangan hampa tanpa membawa berita hanya karena pengantin lelaki tidak muncul dalam jumpa pers, atau karena mantan istri Datuk K tidak hadir dalam akad nikah, maka calon reporter itu tidak layak menjadi seorang reporter. </span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Setibanya di kantor , ketika Redaktur yang memberi tugas menanyakan “Mana beritanya ?” . Sang calon menjawab “ Maaf Pak, tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan berita, karena pengantin lelakinya tidak muncul dalam jumpa pers dan mantan istri Datuk ke Austarlia” Maka sebenarnya, kejadian pengantin lelaki tidak muncul dan mantan istri ke Australia adalah justru suatu berita yang layak menjadi berita. </span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Menjadi seorang reporter harus mampu mengkaji mana berita besar, berita biasa dan berita ringan. Dan harus ditanamkan pada diri seorang reporter harus kembali ke redaksi dengan membawa berita besar. Atau paling tidak, dapat berita biasa, atau berita ringanpun jadi, asal jagan pulang degan tangan hampa.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Membuat Berita atau Menggagas Berita</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Ada dua kategori kegiatan reportase atau peliputan ; membuat suatu berita atau menggagas suatu berita. Dengan kata lain, seorang reporter harus tahu terlebih dahulu apakah keberangkatannya dari kantor hanya untuk membuat berita atau berinisiatif menciptakan atau menggagas suatu berita. Yang dimaksud hanya untuk membuat berita adalah melakukan reportase di lapangan tentang hal-hal yang sudah ditentukan terlebih dahulu sebagai penugasan dari redaktur. Misalnya menghadiri jumpa pers, atau liputan yang sudah direncanakan berdasarkan tematis. Maka beritanyapun hanya seputar jumpa pers.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Sementara liputan inisiatif atau menggagas suatu berita adalah suatu liputan yang tidak terduga atau yang tidak direncanakan sama sekali. Gagasan itu muncul dengan sendirinya ketika menyaksikan atau mendengar kabar telah terjadi dengan tiba-tiba peristiwa tragis, misalnya kecelakaan yang menewaskan seorang ibu yang sedang hamil tua. Atau seorang menteri yang “ngebut” naik motor sendiri guna menghindari kemacetan lalu lintas karena ditunggu rapat kabinet. Menghadapi peristiwa-peristiwa tersebut reporter harus siap mendekat pada tempat kejadian dan mencari tahu siapa ibu hamil yang tertimpa musibah itu. Bagaimana kejadian itu bermula sehingga ibu itu tewas dalam keadaan hamil tua. Dan mempertanyakan siapa menteri yang “ngebut” naik motor itu. Bagaimana komentar orang-orang yang melihatnya, dst. </span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Reporter televisi tidak seorang diri (one man show) tetapi selalu berdua dengan seorang kamerawan/wati. Kedua orang inilah yang disebut tim reporter, mencerminkan televisi itu media audio visual (narasi dan gambar). Keduanya harus saling mengisi dan selalu bertukar pikiran dalam membuat sebuah liputan agar hasilnya maksimal dan menarik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Apa yang akan ditulis oleh reporter dan gambar apa yang paling pas untuk menunjang tulisan tersebut. Perpaduan antara narasi dan gambar yang dibuat oleh reporter dan kameramen itulah yang akan ditonton oleh pemirsa. Penonton tidak mau tahu apakah hasil liputan itu dikerjakan oleh seorang atau oleh dua orang, penonton hanya ingin menonton sebuah berita.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Perbedaan antara wartawan media cetak dan tim reporter media televisi tercermin dari teknis reportasenya. Wartawan media cetak cukup dengan hanya selembar press release. Tetapi tidak bagi tim reporter televisi. Tim reporter televisi tidak bisa hanya “mengandalkan” membuat liputan dari press release. Press release hanya dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk kemudian dikembangkan di lapangan dengan diback up gambar-gambar yang juga ikut bicara.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Bagaimana cara untuk memadukan kebiasaan membuat berita dengan usaha menggagas berita ?. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh para reporter televisi dalam usahanya mengalihkan kebiasaan membuat berita yang ada menjadi menggagas berita baru.</span></p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Ambil beberapa nara sumber kemudian meramunya menjadi sebuah berita baru.</span> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Ambil beberapa referensi berita yang ada untuk kemudian membuat berita baru dengan sudut pandang (angel) yang berbeda.</span> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Ambil referensi lain yang sesuai untuk menciptakan sebuah berita baru yang jauh lebih bernuansa.</span> </div></li></ol><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">Sebagai konsekuensi logis dari sebuah pekerjaan profesionalisme maka setiap reporter televisi dituntut harus kaya dengan ide-ide segar dan bermakna untuk dapat diaplikasikan menjadi sebuah berita televisi. Karena itu setiap reporter televisi dalam menjalankan tugasnya di lapangan haruslah seorang yang “jeli” melihat setiap celah kejadian dalam masyarakat, dengan begitu reporter televisi tidak hanya menunggu perintah atasannya atau hanya menunggu undangan dari instansi lain atau hanya jadi reporter press release. Namun demikian melakukan koordinasi dengan atasan harus tetap menjadi suatu keharusan. Prinsipnya setiap tim reporter keluar “kandang” tidak ada kata pulang dengan tangan hampa dan kamera tanpa gambar. </span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Book Antiqua;font-size:100%;">M<strong>enulis berita di TV:<br /></strong>Berita di media televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktor antara lain: Ketersediaan gambar dan momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan.</span></p><br /><p align="justify"><em>Referensi:</em></p><br /><p align="justify"><em>1, Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.</em></p><br /><p align="justify"><em>2. Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.</em></p><br /><p align="justify"><em>3. Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia.</em> <em> Yogyakarta</em><em> : Pustaka Pelajar.</em></p><br /><p align="justify"><em>4. Ishadi SK. 1999.</em> <em> Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.</em></p><br /><p align="justify"><em>6. Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing - 2nd edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.</em></p><br /><p align="justify"><em>7. Wahyuni, Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.</em></p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-32365457338448520912009-09-12T01:42:00.000-07:002009-10-27T07:07:37.054-07:00Kaidah Dasar Teknik Reportase 2<p align="center"><strong>03. Pokok Bahasan : Kaidah Dasar Teknik Reportase</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Teknik Wawancara dan Reportase Televisi , sehingga mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara sedang berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan segera memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen serta ditutup dengan penjelasan dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><h2 style="text-align: center;" align="justify"><span style="font-family:Arial;"><a title="Tautan Tetap ke Liputan di lapangan perlukan kecepatan" href="http://freejournalist.wordpress.com/2006/06/26/liputan-di-lapangan-perlukan-kecepatan/">Liputan perlu kecepatan</a></span></h2><br /><p align="justify">Liputan di lapangan tidak hanya sekedar memiliki angle yang tepat dan teknologi yang memadai tetapi da satu faktor lain yang dibutuhkan dalam dunia jurnalistik, yakni kecepatan. Sehebat apapun seorang wartawan kalau sudah lewat deadline, berita itu tidak bisa dimuat.</p><br /><p align="justify">Memang benar, kehebatan seorang jurnalis diuji oleh terbatasnya waktu. Waktu adalah musuh utama dalam peliputan. Sadar akan waktu merupakan masalah penting ketika berada di lapangan. Seorang wartawan yang diterjunkan ke lapangan seringkali berfikir bahwa inilah berita yang paling hebat, paling besar saat itu dan paling mungkin dijadikan headline.</p><br /><p align="justify">Namun ilusi ini akan berbeda dengan pandangan editor yang melihat peta pemberitaan secara menyeluruh. Pandangan yang berlebihan terhadap berita yang dimuat seringkali menyebabkan keterlambatan. Salah satu penyebabnya, berita yang diliput seolah-olah yang terbesar -misalnya sidang MPR atau kecelakaan mobil beruntun di jalan tol - mempengaruhi pandangan kita di lapangan sehingga lepas dari kehebatan berita lainnya.</p><br /><p align="justify">Tantangan terhadap deadline ini lebih hebat lagi bagi surat kabar yang terbit tengah malam dan radio yang harus segera mengambil manfaat dari perkembangan terbaru ini. Dengan demikian sadar akan deadline merupakan bagian dari wawasan jurnalis yang langsung berada di lapangan di tengah panasnya siang atau dinginnya malam atau di tengah hujan lebat.</p><br /><p align="justify">Kecepatan ini semakin dibutuhkan tatkala perbedaan waktu dengan Indonesia sudah mencapai setengah hari. Liputan di London cukup berat. Perbedaan waktu enam sampai tujuh jam menyebabkan kecepatan liputan, perencanaan yang tepat serta bahan yang terkumpul cepat ikut mempengaruhi bentuk akhir dari beritanya. Perbedaan enam jam itu berarti, begitu kita bangun pagi di Jakarta dan WIB khususnya sudah siang hari. Jadi hanya butuh waktu enam jam agar berita liputan hari itu masuk dalam sidang rapat dan diperitmbangkan oleh dewan editor.</p><br /><p align="justify">Lebih-lebih lagi ketika meliput konferensi yang belum selesai, konflik terbuka seperti perang dan menerobos lautan dan hutan untuk liputan khusus. Format straight news atau berita langsung seperti biasa perlu dipertimbangkan dan dipersiapkan matang jangan sampai tertinggal atau sulit dilengkapi editor yang berada di Jakarta atau kantor utama.</p><br /><p align="justify">Kesadaran akan waktu juga digunakan ketika menyusun jadwal wawancara di lapangan dengan nara sumber. Jatuh dekatnya diperhitungkan dengan cermat sehingga tidak kedodoran ketika sudah sampai di tempat menginap untuk pengiriman berita. Susunlah wawancara denan para pakar sehingga bisa lebih senggang waktunya untuk menulis. Jangan biarkan, penulisan berita terdesak oleh deadline sehingga mutu laporannya akan rendah</p><br /><p align="justify">Format-format berita itu antara lain:</p><br /><p align="justify"><em><strong>Reader.</strong></em></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang paling sederhana, hanya berupa lead in yang dibaca presenter. Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar ataupun grafik. Hal ini dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu dekat dengan saat deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.<br /><br /><em><strong>Voice Over (VO)</strong></em><strong>.</strong></p><br /><p align="justify">Voice Over (VO) adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter membaca tubuh berita, gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi narasi. VO durasinya sangat singkat (20-30 detik).<br /><br /></p><br /><p align="justify">N<em><strong> atsound</strong></em> (natural sound, suara lingkungan).</p><br /><p align="justify">Suara yang terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi, biasanya natsound tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari peristiwa yang diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu Reporter harus melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap saja narasi yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan.<br /><br /></p><br /><p align="justify"><em><strong>Voice Over - Grafik.</strong></em></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh berita, tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau tulisan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diliput sedang berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar peliputan yang bisa ditayangkan.<br /><br /><em><strong>Sound on Tape (SOT)</strong></em><strong>.</strong></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita, kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).<br /><br />Format berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi.</p><br /><p align="justify"><br /><em><strong>Voice Over - Sound on Tape (VO-SOT)</strong></em><strong>.</strong></p><br /><p align="justify">VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over (VO) dan sound on tape (SOT). Lead in dan isi tubuh berita dibacakan presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite dari narasumber sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan sebelumnya. Format VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik atau kurang dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu ditonjolkan untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi diharapkan tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO dan 20 detik untuk soundbite.<br /><br /></p><br /><p align="justify"><em><strong>Package (PKG).</strong></em></p><br /><p align="justify">Package adalah format berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh presenter, tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan begitu presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas jadi satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite, dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan narasi. Format ini dipilih jika data yang diperoleh sudah lengkap, juga gambarnya dianggap cukup menarik dan dramatis.</p><br /><p align="justify"><br /><em><strong>Live on Cam.</strong></em></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau lokasi peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan, presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan. Karena siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak semua berita perlu disiarkan secara langsung.</p><br /><p align="justify"><em><strong>Live on Tape (LOT)</strong></em><strong>.</strong></p><br /><p align="justify">Live on Tape adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru dilakukan kemudian.<br />Format berita ini dipilih untuk menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat peristiwa. Namun, siaran tak bisa dilakukan secara langsung karena pertimbangan teknis dan biaya.</p><br /><p align="justify"><em><strong>Live by Phone.</strong></em></p><br /><p align="justify">Live by Phone adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita dibacakan presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di lapangan untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta lokasi peristiwa biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika tersedia, bisa juga disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.<br /><br /><em><strong>Phone Record</strong></em><strong>.</strong></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang direkam secara langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live by Phone, hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang digunakan, dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada gangguan teknis saat berita dilaporkan secara langsung.</p><br /><p align="justify"><br /><em><strong>Visual News</strong></em><strong>.</strong></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang hanya menayangkan (rolling) gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup membacakan lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan narasi apa pun, seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika gambarnya menarik, memiliki natural sound yang dramatis (misalnya: suara jeritan orang ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan sebagainya). Contoh berita yang layak menggunakan format ini: menit-menit pertama terjadinya bencana Tsunami di Aceh.<br /><br /><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Struktur Penulisan Berita TV</span></strong><br />Ada perbedaan besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan telinga) dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi yang baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup). Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.<br /><em>Awal (pembuka).</em> Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook) atau titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari berita yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan pada pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan disampaikan.<br /><br /><em>Pertengahan.</em> Karena semua rincian cerita tak bisa dijejalkan di kalimat-kalimat pertama, cerita dikembangkan di bagian pertengahan naskah. Bagian tengah ini memberi rincian dari Lead dan menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh pemirsa. Untuk memudahkan pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya kita membatasi diri pada dua atau tiga hal penting saja di bagian tengah ini.<br /><br /><em>Akhir (penutup)</em>. Jangan akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah dengan mengulang butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi pemirsa, atau perkembangan peristiwa yang diharapkan akan terjadi.</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><a title="Tautan Tetap ke Liputan di lapangan perlukan kecepatan" href="http://freejournalist.wordpress.com/2006/06/26/liputan-di-lapangan-perlukan-kecepatan/">Liputan di lapangan perlukan kecepatan</a></h2><br /><p align="justify">Liputan di lapangan tidak hanya sekedar memiliki angle yang tepat dan teknologi yang memadai tetapi da satu faktor lain yang dibutuhkan dalam dunia jurnalistik, yakni kecepatan.</p><br /><p align="justify">Sehebat apapun seorang wartawan kalau sudah lewat deadline, berita itu tidak bisa dimuat, demikian kata guru saya ketika di tempat pelatihan Kompas, Anggrek.</p><br /><p align="justify">Memang benar, kehebatan seorang jurnalis diuji oleh terbatasnya waktu. Waktu adalah musuh utama dalam peliputan. Sadar akan waktu merupakan masalah penting ketika berada di lapangan. Seorang wartawan yang diterjunkan ke lapangan seringkali berfikir bahwa inilah berita yang paling hebat, paling besar saat itu dan paling mungkin dijadikan headline.</p><br /><p align="justify">Namun ilusi ini akan berbeda dengan pandangan editor yang melihat peta pemberitaan secara menyeluruh. Pandangan yang berlebihan terhadap berita yang dimuat seringkali menyebabkan keterlambatan. Salah satu penyebabnya, berita yang diliput seolah-olah yang terbesar -misalnya sidang MPR atau kecelakaan mobil beruntun di jalan tol - mempengaruhi pandangan kita di lapangan sehingga lepas dari kehebatan berita lainnya.</p><br /><p align="justify">Tantangan terhadap deadline ini lebih hebat lagi bagi surat kabar yang terbit tengah malam dan radio yang harus segera mengambil manfaat dari perkembangan terbaru ini. Dengan demikian sadar akan deadline merupakan bagian dari wawasan jurnalis yang langsung berada di lapangan di tengah panasnya siang atau dinginnya malam atau di tengah hujan lebat.</p><br /><p align="justify">Kecepatan ini semakin dibutuhkan tatkala perbedaan waktu dengan Indonesia sudah mencapai setengah hari. Liputan di London cukup berat. Perbedaan waktu enam sampai tujuh jam menyebabkan kecepatan liputan, perencanaan yang tepat serta bahan yang terkumpul cepat ikut mempengaruhi bentuk akhir dari beritanya. Perbedaan enam jam itu berarti, begitu kita bangun pagi di Jakarta dan WIB khususnya sudah siang hari. Jadi hanya butuh waktu enam jam agar berita liputan hari itu masuk dalam sidang rapat dan diperitmbangkan oleh dewan editor.</p><br /><p align="justify">Lebih-lebih lagi ketika meliput konferensi yang belum selesai, konflik terbuka seperti perang dan menerobos lautan dan hutan untuk liputan khusus. Format straight news atau berita langsung seperti biasa perlu dipertimbangkan dan dipersiapkan matang jangan sampai tertinggal atau sulit dilengkapi editor yang berada di Jakarta atau kantor utama.</p><br /><p align="justify">Kesadaran akan waktu juga digunakan ketika menyusun jadwal wawancara di lapangan dengan nara sumber. Jatuh dekatnya diperhitungkan dengan cermat sehingga tidak kedodoran ketika sudah sampai di tempat menginap untuk pengiriman berita. Susunlah wawancara denan para pakar sehingga bisa lebih senggang waktunya untuk menulis. Jangan biarkan, penulisan berita terdesak oleh deadline sehingga mutu laporannya akan rendah</p><br /><p align="justify"><br /><strong>Memilih Format Berita TV</strong><br /><br />Berita di media televisi dapat disampaikan dalam berbagai format. Untuk menentukan format mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa factor, antara lain:<br />Ketersediaan gambar dan momen terjadinya peristiwa atau perkembangan peristiwa yang akan diberitakan.</p><br /><p align="justify"><br />Format-format berita itu antara lain:</p><br /><p align="justify"><em>Reader.</em></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang paling sederhana, hanya berupa lead in yang dibaca presenter. Berita ini sama sekali tidak memiliki gambar ataupun grafik. Hal ini dapat terjadi karena naskah berita dibuat begitu dekat dengan saat deadline, dan tidak sempat dipadukan dengan gambar.<br /><br /><em>Voice Over (VO)</em>.</p><br /><p align="justify">Voice Over (VO) adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Ketika presenter membaca tubuh berita, gambar pun disisipkan sesuai dengan konteks isi narasi.<br /><br /><em>Natsound</em> (natural sound, suara lingkungan).</p><br /><p align="justify">Suara yang terekam dalam gambar bisa dihilangkan. Tetapi, biasanya natsound tetap dipertahankan, untuk membangun suasana dari peristiwa yang diberitakan. Sebelum menulis naskah berita, tentu Reporter harus melihat dulu gambar yang sudah diperoleh, karena tetap saja narasi yang ditulis harus cocok dengan visual yang ditayangkan. VO durasinya sangat singkat (20-30 detik).<br /><br /><em>Voice Over - Grafik.</em></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang lead in dan tubuh beritanya dibacakan oleh presenter seluruhnya. Namun, ketika presenter membaca tubuh berita, tidak ada gambar yang menyertainya kecuali hanya grafik atau tulisan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diliput sedang berlangsung dan redaksi belum menerima kiriman gambar peliputan yang bisa ditayangkan.<br /><br /><em>Sound on Tape (SOT)</em>.</p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang hanya berisi lead in dan soundbite dari narasumber. Presenter hanya membacakan lead in berita, kemudian disusul oleh pernyataan narasumber (soundbite).<br /><br />Format berita ini dipilih jika pernyataan narasumber dianggap lebih penting ditonjolkan daripada disusun dalam bentuk narasi.</p><br /><p align="justify"><br /><em>Voice Over - Sound on Tape (VO-SOT)</em>.</p><br /><p align="justify">VO-SOT adalah format berita TV yang memadukan voice over (VO) dan sound on tape (SOT). Lead in dan isi tubuh berita dibacakan presenter. Lalu di akhir berita dimunculkan soundbite dari narasumber sebagai pelengkap dari berita yang telah dibacakan sebelumnya. Format VO-SOT dipilih jika gambar yang ada kurang menarik atau kurang dramatis, namun ada pernyataan narasumber yang perlu ditonjolkan untuk melengkapi narasi pada akhir berita. Total durasi diharapkan tak lebih dari 60 detik, di mana sekitar 40 detik untuk VO dan 20 detik untuk soundbite.<br /><br /><em>Package (PKG).</em></p><br /><p align="justify">Package adalah format berita TV yang hanya lead in-nya yang dibacakan oleh presenter, tetapi isi berita merupakan paket terpisah, yang ditayangkan begitu presenter selesai membaca lead in. Paket berita sudah dikemas jadi satu kesatuan yang utuh dan serasi antara gambar, narasi, soundbite, dan bahkan grafis. Lazimnya tubuh berita ditutup dengan narasi.<br /><br />Format ini dipilih jika data yang diperoleh sudah lengkap, juga gambarnya dianggap cukup menarik dan dramatis.</p><br /><p align="justify"><br /><em>Live on Cam.</em></p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang disiarkan langsung dari lapangan atau lokasi peliputan. Sebelum reporter di lapangan menyampaikan laporan, presenter lebih dulu membacakan lead in dan kemudian ia memanggil reporter, di lapangan untuk menyampaikan hasil liputannya secara lengkap. Laporan ini juga bisa disisipi gambar yang relevan.<br /><br />Karena siaran langsung memerlukan biaya telekomunikasi yang mahal, tidak semua berita perlu disiarkan secara langsung.</p><br /><br /><p align="justify"><em></em></p><br /><p align="justify"><em></em></p><br /><p align="justify"><em>Live on Tape (LOT)</em>.</p><br /><p align="justify">Live on Tape adalah format berita TV yang direkam secara langsung di tempat kejadian, namun siarannya ditunda (delay). Jadi, reporter merekam dan menyusun laporannya di tempat peliputan, dan penyiarannya baru dilakukan kemudian.<br /><br />Format berita ini dipilih untuk menunjukkan bahwa reporter hadir di tempat peristiwa. Namun, siaran tak bisa dilakukan secara langsung karena pertimbangan teknis dan biaya.</p><br /><p align="justify"><br /><em>Live by Phone.</em></p><br /><p align="justify">Live by Phone adalah format berita TV yang disiarkan secara langsung dari tempat peristiwa dengan menggunakan telepon ke studio. Lead in berita dibacakan presenter, dan kemudian ia memanggil reporter yang ada di lapangan untuk menyampaikan laporannya. Wajah reporter dan peta lokasi peristiwa biasanya dimunculkan dalam bentuk grafis. Jika tersedia, bisa juga disisipkan gambar peristiwa sebelumnya.<br /><br /><em>Phone Record</em>.</p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang direkam secara langsung dari lokasi reporter meliput, tetapi penyiarannya dilakukan secara tunda (delay). Format ini sebetulnya hampir sama dengan Live by Phone, hanya teknis penyiarannya secara tunda. Format ini jarang digunakan, dan biasanya hanya digunakan jika diperkirakan akan ada gangguan teknis saat berita dilaporkan secara langsung.</p><br /><p align="justify"><br /><em>Visual News</em>.</p><br /><p align="justify">Ini adalah format berita TV yang hanya menayangkan (rolling) gambar-gambar yang menarik dan dramatis. Presenter cukup membacakan lead in, dan kemudian visual ditayangkan tanpa tambahan narasi apa pun, seperti apa adanya. Format ini bisa dipilih jika gambarnya menarik, memiliki natural sound yang dramatis (misalnya: suara jeritan orang ketika terjadi bencana alam atau kerusuhan, dan sebagainya). Contoh berita yang layak menggunakan format ini: menit-menit pertama terjadinya bencana Tsunami di Aceh.<br /><br /><br /></p><br /><p align="justify"><strong>Struktur Penulisan Berita TV</strong><br /><br />Ada perbedaan besar antara menulis naskah berita untuk didengar (dengan telinga) dan menulis untuk dibaca (dengan mata). Narasi berita televisi yang baik memiliki awal (pembuka), pertengahan, dan akhir (penutup). Masing-masing bagian ini memiliki maksud tertentu.<br /><br /><em>Awal (pembuka).</em> Setiap naskah berita membutuhkan suatu pengait (hook) atau titik awal, yang memberikan fokus yang jelas kepada pemirsa. Awal dari tulisan memberitahu pemirsa tentang esensi atau pokok dari berita yang mau disampaikan. Hal ini memberi suatu fokus dan alasan pada pemirsa untuk tertarik dan mau menyimak berita yang akan disampaikan.<br /><br /><em>Pertengahan.</em> Karena semua rincian cerita tak bisa dijejalkan di kalimat-kalimat pertama, cerita dikembangkan di bagian pertengahan naskah. Bagian tengah ini memberi rincian dari Lead dan menjawab hal-hal yang ingin diketahui oleh pemirsa. Untuk memudahkan pemirsa dalam menangkap isi berita, sebaiknya kita membatasi diri pada dua atau tiga hal penting saja di bagian tengah ini.<br /><br /><em>Akhir (penutup)</em>. Jangan akhiri naskah berita tanpa kesimpulan. Rangkumlah dengan mengulang butir terpenting dari berita itu, manfaatnya bagi pemirsa, atau perkembangan peristiwa yang diharapkan akan terjadi.</p><br /><p align="justify"><em>Referensi:</em></p><br /><p align="justify"><em>1, Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.</em></p><br /><p align="justify"><em>2. Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT. Indeks, Kelompok Gramedia.</em></p><br /><p align="justify"><em>3. Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia.</em> <em> Yogyakarta</em><em> : Pustaka Pelajar.</em></p><br /><p align="justify"><em>4. Ishadi SK. 1999.</em> <em> Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.</em></p><br /><p align="justify"><em>6. Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing - 2nd edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.</em></p><br /><p align="justify"><em>7. Wahyuni, Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.</em></p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-55261742061382466512009-09-12T01:43:00.000-07:002009-10-27T07:07:14.578-07:00Stand Up atau On Screen<p align="center"><strong>04. Pokok Bahasan : Stand Up atau On Screen</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Teknik Stand Up atau On Screen , sehingga mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya Stand Up atau On Screen .</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa mengerti, memahami dan mampu :</p><br /><p align="justify">Melakukan laporan langsung dengan cara Stand Up atau On Screen.</p><br /><p align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan Stand Up atau On Screen di tempat kejadian.</p><br /><p align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam melakukan Stand Up atau On Screen. </p><br /><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan segera memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan dari dosen.</p><br /><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Stand Up atau On Screen</strong></p><br /><p align="justify">Adalah sebuah kepuasaan dan merupakan prestasi tersendiri bagi crew televisi yang terdiri reporter dan juru kamera bekerja sama di lapangan jika berhasil mengirimkan laporannya secara langsung “on air” pada saat peristiwa itu terjadi. Berarti di sana ada nilai-nilai kecepatan yang dilakukan crew televisi sebagai pekerja profesional.</p><br /><p align="justify">Kecepatan adalah salah satu kelebihan media televisi dibanding media cetak. Akan lebih hebat lagi jika laporannya itu dilengkapi dengan potongan suara dari lokasi, biasanya berupa wawancara atau rekaman suasana, dengan kualitas suara dan gambar yang jelas. </p><br /><p align="justify"><strong>Stand Up</strong> artinya seorang reporter melaporkan suatu peristiwa dari tempat kejadian lengkap dengan gambar yang melukiskan keadaan sebenarnya di lokasi. Sosok reporter jelas di tengah-tengah kejadian sementara sosok juru kamera tidak tampil di layar karena pada saat yang sama ia bertugas mengoperasikan kamera. Namun justru baik atau tidaknya Stand Up atau On Screen sanga tergantungada juru kamera.</p><br /><p align="justify">Di tengah kancah peperangan antara Israel dan Laskar Hizbullah di Libanon atau baku tembak antara pasukan TNI dengan GAM di Aceh beberapa waktu lalu atau perang antar suku di Mimika Papua, atau di tengah-tengah amukan Tsunami yang memporakporandakan rumah-rumah penduduk, seorang reporter dengan tenang melaporkan dari lokasi langsung stand up diserta kualias gambar yang prima.</p><br /><p align="justify">Namun tidak selamanya reporter , terutama reporter muda, mampu melakukan stand up dengan tenang, sikapnya terkontrol, berbicara teratur, pesan-pesan yang disampaikan jelas dan tegas sesuai dengan apa yang dilihatnya dari tempat kejadian . Bahaya di hadapan mata terkadang membuat reporter tidak konsentrasi pada laporan yang disampaikan. Bunyi tembakan yang dekat dengan dirinya juga dapat membuat grogi. Sementara bagi reporter yang jam terbangnya masih belm tinggi akan sangat mudah dijangkiti penyakit demam kamera yang membuat perasaannya takut kalau-kalau berpenampilan jelek dan salah-salah dalam berbicara hingga tidak focus, akhirnya yang terjadi adalah salah tingkah.</p><br /><p align="justify">Grogi dapat diatasi dengan jalan segenap perasaan dan pikirannya focus dengan apa yang dilihat dan ingin disampaikan. Cara terbaik untuk membiasakan Stand Up atau On Screen .adalah dengan berlatih di muka cermin, berlatih dengan segala improfisasinya, berlatih mengeluarkan suara bebas dan mentalitas yang kuat.</p><br /><p align="justify">Saat reporter stand up hanya memegang mike dan catatan kecil berisi pointer tentang kondisi yang harus dilaporkan. Akan lebih baik lagi apa-apa yang akan disampaikan mengalir begitu saja dari mulutnya tanpa memegang catatan apapun, tampil dengan prima dan meyakinkan , tidak tampak sedikit pun rasa takut. Dan yang tak kalah penting bagi seorang reporter adalah kontak mata dengan pemirsa melalui kamera (tatap kamera dengan improfisasi yang meyakinkan) karena ribuan atau bahkan jutaan penonton sedang menontonnya di rumah.</p><br /><p align="justify">Stand up bagi seorang reporter sangat dimungkinkan karena adanya sistem yang disebut “Reporter on the Spot and on the Screen” (ROOS) yang memang telah menjadi bagian dalam jurnalistik televisi. Sistem ROOS dibedakan menjadi empat :</p><br /><p align="justify"><strong>Reporter on the Spot and on the Screen</strong> , ketika seorang reporter berada di lokasi kejadian dan ketika ditayangkan harus tampak sosok reporter dengan jelas di layar televisi. Dengan demikian maka reporter harus di-shoot dengan latar belakang kejadian atau lokasi kejadian berikut obyeknya. Untuk kegiatan ini mic sudah di tangan dan yakin sudah berfungsi dengan baik.</p><br /><p align="justify"><strong>Reporter on the Spot but off the Screen</strong> , reporter berada di lokasi kejadian tapi tidak muncul di layar televisi ketika berita disiarkan. Kameraman tidak harus men-shoot reporter tapi hanya mengambil gambar untuk mengisi narasi. Dalam mengedit, suara dan gambar lokasi kejadian dipadukan.</p><br /><p align="justify"><strong>Reporter off the Spot and on the Screen</strong> , dengan sistem ini dimaksudkan reporter tidak berada di lokasi tetapi ketika berita disiarkan maka dia muncul di layar. Untuk sistem ini maka kameraman tidak perlu mengambil gambar reporter tetapi lebih banyak mengambil gambar sesuai dengan keinginan reporter. Dengan bantuan teknik blue screen maka seolah reporter berada di lokasi kejadian.</p><br /><p align="justify"><strong>Reporter off the Spot but off the Screen</strong> , reporter tidak berada di lokasi kejadian dan juga reporter tidak muncul di layar. Itu artinya anchor akan membawakan berita dan ketika unsur audio visualnya muncul maka tidak ada reporter ikut muncul di layar kaca. Dan kameraman tidak perlu mengambil gambar dari lokasi kejadian tapi cukup mengambil dari perpustakaan audio visual, bisa dari internet, CD, maupun sumber lainnya.</p><br /><p align="justify">Reporter yang stand up dengan sistem ROOS model pertama yaitu melaporkan langsung dari tempat kejadan (on the spot) dan muncul di layar kaca (on the screen) . Untuk keperluan ini ada dua kemungkinan stand up ; Pertama, stand up yang dilakukan secara live (langsung dari tempat kejadian) . Untuk keperluan ini pihak stasion TV harus menggunakan SNG (Satelit News Gatherintg) yang dihubungkan dengan anchor di studio. Kedua, stand up yang dibuat untuk keperluan paket berita.</p><br /><p align="justify">Untuk yang pertama, seorang reporter harus betul-betul prima dalam melaporkan secara langsung dari tempat kejadian. Muncul dengan keyakinan, percaya diri sehingga penonton pun mendengarkan penuh pesona. Kesalahan sedikir saja pasti akan dicemooh oleh penonton. Yang kedua, direkam terlebih dahulu, bila dalam rekaman terjadi kesalahan bisa diulang untuk “take” yang kedua, dst. Sehingga muncul di layar kaca dipastika tidak ada kesalahan, karena rekaman.</p><br /><p align="justify"><strong>Untuk apa ROOS</strong></p><br /><p align="justify">Berdasarkan sistem ROOS yang lazim berlaku dalam reportase televisi karena beberapa alasan :</p><br /><p align="justify">Memuaskan penonton. Jika reporter langsung melaporkan dari tempat kejadian maka pemirsa akan merasa puas karena kejadian itu diperoleh pada saat itu juga dari first hand (orang pertama)</p><br /><p align="justify">Memperlihatkan faktualitas, di mana reporter melakukan stand up secara faktual dapat memperlihatkan lokasi dan tempat kejadian. Penonton percaya bahwa reporter memang berada di lokasi. Tidak direkayasa misalnya dengan blue screen.</p><br /><p align="justify">Mengejar aktualitas. Dengan stand up dipastikan berita yang disiarkan sangat aktual. Pada saat kejadian langsung diinformasikan kepada khalayak. Misalnya peristiwa pengepungan terhadap tokoh teroris DR. Azhari di Komplek Flamboyan, Batu, Malang. Berita tersebut memiliki nilai tinggi di mata pemirsa.</p><br /><p align="justify">Memperlihatkan how to.</p><br /><p align="justify">Stand up biasanya digunakan untuk memperlihatkan cara kerja profesionalisme dalam pemberitaan.</p><br /><p align="justify">Bukti Autentik.</p><br /><p align="justify">Stand up dapat dijadikan bukti autentik apabila nara sumber tidak mau memberikan keterangan kepada reporter</p><br /><p align="justify">Mendekatkan diri secara psikologis.</p><br /><p align="justify">Untuk seorang reporter tentu ingin sekali pemirsa ikut merasakan apa yang terjadi di lokasi kejadian. Misalnya bencana alam Stunami reporter di tempat kejadian melaporkan betapa dahsyatnya gelompang yang memporak porandakan rumah-rumah penduduk, orang-orang berlarian sambil menangis ketakutan. Ada orang yang terseret gelombang dsb. Reporter berdiri di tempat kejadian sambil melaporkan berdasarkan pandangan matanya yang dibantu oleh kameraman yang terus melakukan shooting keadaan.</p><br /><br /><p align="justify"> Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-86690498264210522562009-09-12T01:45:00.000-07:002009-10-27T07:06:53.001-07:00Reportase Berita Polkam<p align="center"><strong>05. Pokok Bahasan : Reportase Berita Polkam</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Reportase Berita Politik dan keamanan, agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya meliput atau melakukan Reportase Berita Polkam dan wawancara mengenai politik dan keamanan untuk Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa politik. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Reportase Berita Politik dan Keamanan</strong></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Kalla: Voting Hal Lumrah</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">02/03/2008 17:59 RUU Pemilu</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;">Liputan6.com, Jakarta:</span></strong> <span style="font-family:Arial;">Lambannya para anggota DPR memutuskan Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum termasuk cara voting , ditanggapi Wakil Presiden Jusuf Kalla. Di sela kunjungannya ke Brebes, Jawa Tengah, Ahad (2/3), Kalla menyatakan voting adalah hal lumrah dalam negara yang berdemokrasi jika memang cara itu menjadi jalan keluar terbaik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Menurut rencana sidang paripurna pengesahan RUU Pemilu kembali digelar di Gedung DPR/MPR Jakarta, besok setelah tertunda untuk kedua kalinya. Rencananya voting akan dilakukan. Meski masih berbeda pendapat, para Wakil Rakyat menjanjikan hasil pasti dicapai melalui voting. Apalagi pemetaan kekuatan partai politik untuk kedua isu makin jelas.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Ada dua isu krusial yang akan diputuskan yakni penghitungan sisa suara dan penetapan calon terpilih. Partai yang setuju sisa suara ditarik ke provinsi adalah Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Bintang Reformasi, dan Partai Keadilan Sejahtera.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Yang setuju sisa suara dikembalikan ke daerah pemilihan adalah Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Demokrat. Untuk penetapan calon berdasarkan nomor urut adalah Golkar, PDIP, PBR, dan PKB. Sedangkan yang setuju suara terbanyak diusung oleh PAN, PPP, Partai Demokrat, serta PKS.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Alotnya pembahasan ini dinilai pengamat lebih pada tarik ulur dan kepentingan parpol daripada kepentingan bangsa. Sebab untuk sebuah keputusan yang tak krusial, Wakil Rakyat terpaksa menutup telinga mereka dari jeritan warga yang terhimpit kesulitan. Yang penting kursi empuk di Gedung Dewan tak hilang direbut orang.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)</span></p><br /><p align="justify">Dari berita tersebut di atas menggambarkan bagaimana ketatnya silang pendapat dalam sidang pembahasan RUU Pemilu yang terjadi di wilayah politik menyangkut Pemilu 2009. Angle yang ditarik oleh SCTV, terjadi adanya perbedaan kepentingan politik masing-masing partai menyangkut penghitungan sisa suara dan penetapan calon terpilih. Sebagian partai setuju sisa suara ditarik ke provinsi dan sebagian partai politik lainnya setuju sisa suara dikembalikan ke daerah pemilihan. Perbedaan pendapat lainnya menyangkut penetapan calon. Sebagian partai menghendaki penetapan calon berdasarkan nomor urut sementara partai menghendaki diberikan kepada calon yang memperoleh suara terbanyak.</p><br /><h1 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Politik adalah </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Proses" title="Proses"><span style="font-size:100%;color:#000000;">proses</span></a><span style="font-size:100%;"> pembentukan dan pembagian </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan" title="Kekuasaan"><span style="font-size:100%;color:#000000;">kekuasaan</span></a><span style="font-size:100%;"> dalam </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat"><span style="font-size:100%;color:#000000;">masyarakat</span></a><span style="font-size:100%;"> yang antara lain berwujud proses </span><a title="Pembuatan keputusan (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembuatan_keputusan&action=editredlink"><span style="font-size:100%;color:#000000;">pembuatan keputusan</span></a><span style="font-size:100%;">, khususnya dalam </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Negara" title="Negara"><span style="font-size:100%;color:#000000;">negara</span></a><span style="font-size:100%;">. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Definisi" title="Definisi"><span style="font-size:100%;color:#000000;">definisi</span></a><span style="font-size:100%;"> yang berbeda mengenai </span><a title="Hakikat (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hakikat&action=editredlink"><span style="font-size:100%;color:#000000;">hakikat</span></a><span style="font-size:100%;"> politik yang dikenal dalam </span><a title="Ilmu politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_politik"><span style="font-size:100%;color:#000000;">ilmu politik</span></a><span style="font-size:100%;">.</span></h1><br /><p align="justify">Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Konstitusional" title="Konstitusional"><span style="color:#000000;">konstitusional</span></a> maupun <a title="Nonkonstitusional (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nonkonstitusional&action=editredlink"><span style="color:#000000;">non konstitusional</span></a>. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:</p><br /><p align="justify">- Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)</p><br /><p align="justify">- Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara</p><br /><p align="justify">- Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat</p><br /><p align="justify">- Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan <a title="Kebijakan publik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_publik"><span style="color:#000000;">kebijakan publik</span></a>.</p><br /><p align="justify">Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: <a title="Kekuasaan politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_politik"><span style="color:#000000;">kekuasaan politik</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Legitimasi" title="Legitimasi"><span style="color:#000000;">legitimasi</span></a>, <a title="Sistem politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik"><span style="color:#000000;">sistem politik</span></a>, <a title="Perilaku politik (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perilaku_politik&action=editredlink"><span style="color:#000000;">perilaku politik</span></a>, <a title="Partisipasi politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Partisipasi_politik"><span style="color:#000000;">partisipasi politik</span></a>, <a title="Proses politik (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Proses_politik&action=editredlink"><span style="color:#000000;">proses politik</span></a>, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang <a title="Partai politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik"><span style="color:#000000;">partai politik</span></a>.</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><br /><script type="text/javascript"><br />//<![CDATA[ if (window.showTocToggle) { var tocShowText = "tampilkan"; var tocHideText = "sembunyikan"; showTocToggle(); } //]]><br /></script><br /><span style="font-size:100%;">Teori politik</span></h2><br /><p align="justify"><a title="Teori politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_politik"><span style="color:#000000;">Teori politik</span></a> merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah <a title="Filsafat politik (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Filsafat_politik&action=editredlink"><span style="color:#000000;">filsafat politik</span></a>, konsep tentang <a title="Sistem politik" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_politik"><span style="color:#000000;">sistem politik</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Negara" title="Negara"><span style="color:#000000;">negara</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat"><span style="color:#000000;">masyarakat</span></a>, <a title="Kedaulatan (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kedaulatan&action=editredlink"><span style="color:#000000;">kedaulatan</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan" title="Kekuasaan"><span style="color:#000000;">kekuasaan</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Legitimasi" title="Legitimasi"><span style="color:#000000;">legitimasi</span></a>, <a title="Lembaga negara (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Lembaga_negara&action=editredlink"><span style="color:#000000;">lembaga negara</span></a>, <a title="Perubahan sosial (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perubahan_sosial&action=editredlink"><span style="color:#000000;">perubahan sosial</span></a>, <a title="Pembangunan politik (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembangunan_politik&action=editredlink"><span style="color:#000000;">pembangunan politik</span></a>, <a title="Perbandingan politik (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perbandingan_politik&action=editredlink"><span style="color:#000000;">perbandingan politik</span></a>, dsb.</p><br /><p align="justify">Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Anarkisme" title="Anarkisme"><span style="color:#000000;">anarkisme</span></a>, <a title="Autoritarian (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Autoritarian&action=editredlink"><span style="color:#000000;">autoritarian</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi" title="Demokrasi"><span style="color:#000000;">demokrasi</span></a>, <a title="Diktatorisme (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Diktatorisme&action=editredlink"><span style="color:#000000;">diktatorisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Fasisme" title="Fasisme"><span style="color:#000000;">fasisme</span></a>, <a title="Federalisme (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Federalisme&action=editredlink"><span style="color:#000000;">federalisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme" title="Feminisme"><span style="color:#000000;">feminisme</span></a>, <a title="Fundamentalisme keagamaan (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fundamentalisme_keagamaan&action=editredlink"><span style="color:#000000;">fundamentalisme keagamaan</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisme" title="Globalisme"><span style="color:#000000;">globalisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Imperialisme" title="Imperialisme"><span style="color:#000000;">imperialisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme" title="Kapitalisme"><span style="color:#000000;">kapitalisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Komunisme" title="Komunisme"><span style="color:#000000;">komunisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Liberalisme" title="Liberalisme"><span style="color:#000000;">liberalisme</span></a>, <a title="Libertarianisme (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Libertarianisme&action=editredlink"><span style="color:#000000;">libertarianisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Marxisme" title="Marxisme"><span style="color:#000000;">marxisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Meritokrasi" title="Meritokrasi"><span style="color:#000000;">meritokrasi</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Monarki" title="Monarki"><span style="color:#000000;">monarki</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme" title="Nasionalisme"><span style="color:#000000;">nasionalisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rasisme" title="Rasisme"><span style="color:#000000;">rasisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme" title="Sosialisme"><span style="color:#000000;">sosialisme</span></a>, <a title="Theokrasi (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Theokrasi&action=editredlink"><span style="color:#000000;">theokrasi</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Totaliterisme" title="Totaliterisme"><span style="color:#000000;">totaliterisme</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Oligarki" title="Oligarki"><span style="color:#000000;">oligarki</span></a> dsb.</p><br /><h3 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Lembaga politik</span></h3><br /><p align="justify">Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik. Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.</p><br /><p align="justify">Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, (kedudukan pasti bagi orang berdasarkan kelahiran atau bangsawan ) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.</p><br /><p align="justify">Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Partai politik adalah organisasi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Politik" title="Politik"><span style="color:#000000;">politik</span></a> yang menjalani <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ideologi" title="Ideologi"><span style="color:#000000;">ideologi</span></a> tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus .</p><br /><h3 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Hubungan Internasional</span></h3><br /><p align="justify">Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.</p><br /><p align="justify">Peran perusahaan multinasional seperti <a title="Monsanto (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Monsanto&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Monsanto</span></a> dalam <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/WTO" title="WTO"><span style="color:#000000;">WTO</span></a> (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. <a title="Transparancy International (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Transparancy_International&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Transparancy International</span></a>, laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.</p><br /><p align="justify"><a title="Persatuan Bangsa Bangsa (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Persatuan_Bangsa_Bangsa&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Persatuan Bangsa Bangsa</span></a> atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan <a title="Amerika Serikat" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Amerika_Serikat"><span style="color:#000000;">Amerika Serikat</span></a> sebagai kekuatan <a title="Hiper Power (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hiper_Power&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Hiper Power</span></a>, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Multilateral" title="Multilateral"><span style="color:#000000;">multilateral</span></a> dan bukan tindakan <a title="Unilateral (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Unilateral&action=editredlink"><span style="color:#000000;">unilateral</span></a> atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Irak" title="Irak"><span style="color:#000000;">Irak</span></a> dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.</p><br /><p align="justify">Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (<a title="Civilian Police (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Civilian_Police&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Civilian Police</span></a>/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.</p><br /><p align="justify">Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya <em>pemerintahan</em> dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Konfederasi" title="Konfederasi"><span style="color:#000000;">konfederasi</span></a>?).</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Masyarakat adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.</span></h2><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Kekuasaan Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. </span><a title="Max Weber" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Max_Weber"><span style="font-size:100%;color:#000000;">Max Weber</span></a><span style="font-size:100%;"> menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.</span></h2><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Negara negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933</span></h2><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Tokoh dan pemikir ilmu politik Mancanegara</span></h2><br /><p align="justify">Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Aristoteles" title="Aristoteles"><span style="color:#000000;">Aristoteles</span></a>, <a title="Adam Smith" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Adam_Smith"><span style="color:#000000;">Adam Smith</span></a>, <a title="Cicero (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Cicero&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Cicero</span></a>, <a title="Friedrich Engels" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Engels"><span style="color:#000000;">Friedrich Engels</span></a>, <a title="Immanuel Kant" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant"><span style="color:#000000;">Immanuel Kant</span></a>, <a title="John Locke" href="http://id.wikipedia.org/wiki/John_Locke"><span style="color:#000000;">John Locke</span></a>, <a title="Karl Marx" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx"><span style="color:#000000;">Karl Marx</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Lenin" title="Lenin"><span style="color:#000000;">Lenin</span></a>, <a title="Martin Luther" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther"><span style="color:#000000;">Martin Luther</span></a>, <a title="Max Weber" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Max_Weber"><span style="color:#000000;">Max Weber</span></a>, <a title="Nicolo Machiavelli" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nicolo_Machiavelli"><span style="color:#000000;">Nicolo Machiavelli</span></a>, <a title="Rousseau (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Rousseau&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Rousseau</span></a>, <a title="Samuel P Huntington" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Samuel_P_Huntington"><span style="color:#000000;">Samuel P Huntington</span></a>, <a title="Thomas Hobbes (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Thomas_Hobbes&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Thomas Hobbes</span></a>, <a title="Antonio Gramsci (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Antonio_Gramsci&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Antonio Gramsci</span></a>, <a title="Harold Crouch (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Harold_Crouch&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Harold Crouch</span></a>, <a title="Douglas E Ramage (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Douglas_E_Ramage&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Douglas E Ramage</span></a>.</p><br /><h4 style="line-height: 150%;" align="justify">Pemikir dan penulis Indonesia</h4><br /><p align="justify">Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: <a title="Miriam Budiharjo" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Miriam_Budiharjo"><span style="color:#000000;">Miriam Budiharjo</span></a>, <a title="Salim Said (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Salim_Said&action=editredlink"><span style="color:#000000;">Salim Said</span></a> dan <a title="Ramlan Surbakti" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ramlan_Surbakti"><span style="color:#000000;">Ramlan Surbakti</span></a>.</p><br /><h1 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Pemilihan umum</span></h1><br /><p align="justify">Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Politik" title="Politik"><span style="color:#000000;">politik</span></a> tertentu. Jabatan-jabatan yang di sini beraneka-ragam, mulai dari <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden" title="Presiden"><span style="color:#000000;">Presiden</span></a>, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ’pemilihan’ lebih sering digunakan.</p><br /><p align="justify">Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut <a title="Konstituen (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Konstituen&action=editredlink"><span style="color:#000000;">konstituen</span></a>, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kampanye" title="Kampanye"><span style="color:#000000;">kampanye</span></a>. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.</p><br /><p align="justify">Setelah <a title="Pemungutan suara (not yet written)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemungutan_suara&action=editredlink"><span style="color:#000000;">pemungutan suara</span></a> dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.</p><br /><p align="justify">Kebebasan dapat diartikan sebagai bebas dari pengekangan. Dapat berbuat apa saja tanpa harus ada yang menghalang-halangi. Termasuk kebebasan berbicara. Berbicara apa saja tanpa harus merasa ada yang tersinggung. Bebas untuk berbeda dari yang lain. Kebebasan untuk menghargai dan menghormati yang beda. </p><br /><p align="justify">Yang beda dan yang lain adalah ancaman karena ketidakmampuan menghargai dan menghormati keberadaan yang lain. Bagi mereka dunia ini harus menjadi tunggal dalam tata nilai dan tata kebenaran. Perbedaan itu cacat, salah, bukan kodrati, karena itu harus diseragamkan. Kebebasan melahirkan kekacauan.</p><br /><p align="justify">Praktik kebebasan selalu gagal dijalankan di Indonesia. Setelah merdeka, kita menganut demokrasi liberal. Kabinet parlementer menggantikan kabinet presidensiil. Hasilnya, parlemen dan kabinet bertikai. Usia pemerintahan tak lebih dari 2,5 tahun. Pemerintahan silih berganti karena perbedaan lebih ditonjolkan dan kekuasaan diperebutkan. Di luar parlemen, berkembang berbagai pemberontakan pemisahan atau anti pemusatan.</p><br /><p align="justify">Menyadari kekeliruan demokrasi ini, ditempuh demokrasi alternatif, demokrasi terpimpin, kebebasan yang terpimpin, sebuah paradoks yang sulit dicari tandingannya. Pemimpin Besar Revolusi memegang tongkat komando menyelesaikan revolusi Indonesia yang belum selesai. Ini berarti, segalanya benar atas nama revolusi. Bandul jam zaman dibalik. Jika sebelumnya membuka lebar-lebar semua yang Eropa-Amerika, kini menutup rapat-rapat Eropa-Amerika dan diam-diam memasukkan Timur untuk memperkuat ”kepribadian Indonesia”.</p><br /><p align="justify"><strong>Wilayah NKRI</strong><br /><br />1. jangan pernah ada pihak- pihak atau negara lain yang mengklaim bagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI sebagai miliknya.<br /><br />2.awasi, jaga dan amankan seluruh bagian wilayah dan pulau-pulau terdepan yang selama ini masuk wilayah NKRI.<br /><br />3. Tekad Indonesia sudah teguh, yakni NKRI adalah harga mati. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika sudah final.<br /><br />4. Wilayah Indonesia cukup luas, yakni rangkaian pulau-pulau kecil yang berbatasan dengan wilayah perairan Australia dan berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste dan wilayajh-wilayah lainna di sebelah utara.<br /><br />Kondisi geografis seperti itu menuntut kesiapan seluruh aparat keamanan nasional, terutama Kodam IX Udayana untuk mengantisipasi dan mencegah berbagai kemungkinan gangguan, termasuk ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Inilah yang duisebut Politik dan Keamanan.<br /><br />TNI tidak bisa sendiri dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan NKRI serta keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu TNI bekerjasama dengan semua pihak, termasuk pemerintah, kepolisian, instansi, golongan dan komponen masyarakat.</p><br /><p align="justify">Instansi Pemerintah dalam Lingkup Politik dan Keamanan.</p><br /><ul type="disc"><br /><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.depdagri.go.id/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">DEPARTEMEN DALAM NEGERI</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.deplu.go.id/2003/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">DEPARTEMEN LUAR NEGERI</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.dephan.go.id/index.php%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">DEPARTEMEN PERTAHANAN</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.depkehham.go.id/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.dkp.go.id/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.kominfo.go.id/index.php%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">KEMENTERIAN NEGARA KOMUNIKASI DAN INFORMASI</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99www.kejaksaan.go.id/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">KEJAKSAAN AGUNG</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.polri.go.id/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA</span></a> </div><br /></li><li><br /><div align="justify"><a href="javascript:MM_openBrWindow(%E2%80%99http://www.tni.mil.id/%E2%80%99,%E2%80%99lingkup%E2%80%99,%E2%80%99%E2%80%99)"><span style="color:#000000;">TENTARA NASIONAL INDONESIA</span></a> </div></li></ul><br /><br /><p align="justify"><em>Referensi:</em></p><br /><p align="justify"><em>1, Baksin, Askurifai. 2006. Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.</em></p><br /><p align="justify"><em>2. Harahap, Arifin S. 2006. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita. Jakarta: PT.</em> <em> Indeks, Kelompok Gramedia.</em></p><br /><p align="justify"><em>3. Ishadi SK. 1999. Prospek Bisnis Informasi di Indonesia.</em> <em> Yogyakarta: Pustaka Pelajar.</em></p><br /><p align="justify"><em>4. Ishadi SK. 1999.</em> <em> Dunia Penyiaran: Prospek dan Tantangannya.</em> <em>Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.</em></p><br /><p align="justify"><em>6. Smith, Dow. 2000. Power Producer: A Practical guide to TV news Producing - 2nd edition. Washington: Radio-Television News Directors Association.</em></p><br /><p align="justify"><em>7. Wahyuni, Hermin Indah. 2000. Televisi dan Intervensi Negara: Konteks Politik Kebijakan Publik Industri Penyiaran Televisi. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.</em></p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-8952857653370839132009-09-12T01:46:00.000-07:002009-10-27T07:06:13.553-07:00Reportase Berita Ekonomi<p align="center"><strong>06. Pokok Bahasan : Reportase Berita Ekonomi</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Sikap Dasar Jurnalis TV, agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase di Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><p align="justify"><strong>Reportase Berita Ekonomi</strong></p><br /><p align="justify"><strong>PASAR TRADISONAL VS PASAR MODERN</strong></p><br /><p align="justify">Liputan.com, Jakarta : Seratusan pedagang pasar tradisional Ciledug berunjuk rasa menolak keberadaan Carrefour di kawasan pasar tradisional Ciledug, Kabupaten Tangerang, Banten.</p><br /><p align="justify">Alasannya, keberadaan Carrefour akan mematikan omset mereka. Para pedagang menuding pemerintah daerah setempat telah mengkhianati pedagang tradisional dengan menerbitkan surat izin pengoperasian Carrefour Ciledug. Menurut para pedagang, jarak pasar tradisional dengan Carrefour kurang dari 20 meter, sehingga mengancam omset pedagang. Unjuk rasa ratusan pedagang tradisional pasar Ciledug ini mendapat pengamanan ketat dari aparat kepolisian dan Satuan Keamanan Central Bisnis Dagang Ciledug. Akibat aksi ini lalu lintas di Jalan Hos Cokroaminoto Ciledug sempat macet total (Jum/Tim Liputan 6 SCTV).</p><br /><p align="justify">Berita tersebut di atas sebagai contoh reportase ekonomi yang diliput SCTV. Berdagang merupakan usaha untuk mengais rezeki guna mengidupi keluarga. Masalah yang mengemuka dalam berita tersebut adalah kebijakan pemerintah membolehkan beroperasinya pedagang besar , bermodal besar dengan layanan sangat memuaskan, melawan pedagang kecil, modal kecil dengan layanan seapa adanya, dapat dipastikan pedagang kecil akan tersisih. Inilah salah satu berita ekonomi menarik yang diekspos media massa elektronik maupun cetak. Angle atau sudut yang diambil mempertentangkan besar kecil atau pemodal besar (kapitalis) versus pemodal lecil. <strong> </strong></p><br /><h3 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Ekonomi dengan capital besar mengeksploitir kemampuannya untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya melalui penguasaan pasar. Sementara Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Rakyat tersisihkan. Gambaran inilah sebuah peta ekonomi yang merupakan lahan para jurnalis melakukan aktivitas jurnalistiknya. Masyarakat pembaca mengikuti dengan seksama karena mempertantangkan wacana modal besar dan kecil. </span></h3><br /><h3 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Ekonomi adalah sistem aktivitas </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia" title="Manusia"><span style="font-size:100%;color:#000000;">manusia</span></a><span style="font-size:100%;"> yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, konsumsi </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Barang" title="Barang"><span style="font-size:100%;color:#000000;">barang</span></a><span style="font-size:100%;"> dan </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jasa" title="Jasa"><span style="font-size:100%;color:#000000;">jasa</span></a><span style="font-size:100%;"> . Kata "ekonomi" berasal dari kata </span><a title="Bahasa Yunani" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Yunani"><span style="font-size:100%;color:#000000;">Yunani</span></a><span style="font-size:100%;"> ¿6º¿Â (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan ½Ì¼¿Â (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga". Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja. Ilmu yang mempelajari ekonomi disebut sebagai </span><a title="Ilmu ekonomi" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_ekonomi"><span style="font-size:100%;color:#000000;">ilmu ekonomi</span></a><span style="font-size:100%;"> . </span><a title="Adam Smith" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Adam_Smith"><span style="font-size:100%;color:#000000;">Adam Smith</span></a><span style="font-size:100%;"> diakui sebagai bapak dari ilmu ekonomi</span></h3><br /><p align="justify">Dalam aktivitas jurnalistik, reportase yang dilakukan oleh seorang reporter disebut sebagai Reportase Berita Ekonomi. Karena masalah ekonomi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri maka berita-berita mengenai pergerakan, perkembangan perekonomian sangat penting dan menjadi bagian khusus di semua media cetak maupun elektronik. Bahkan ada media cetak yang mengkhususkan lliputannya dalam berita-berita ekonomi dan perdagangan.</p><br /><br /><p align="justify">Seorang reporter yang ditugaskan untuk menggarap bidang ekonomi tentunya harus mengetahui segala sesuatunya yang terkandung dalam bidang tersebut serta mampu melihat dengan jernih perkembangan ekonomi dari waktu ke waktu, dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam.Karena perkembangan ekonomi tidak pernah “tidur”, terus bergulir dan masyarakat membutuhkan informasi perkembangan tersebut.</p><br /><p align="justify">Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia" title="Manusia"><span style="color:#000000;">manusia</span></a> yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.</p><br /><p align="justify">Secara umum, subyek dalam ekonomi dibagi dengan beberapa cara, yang paling terkenal adalah <em>mikroekonomi</em> vs <em>makroekonomi</em>. Selain itu, subyek ekonomi juga bisa dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, <em>mainstream</em> vs <em>heterodox</em>, dan lainnya.</p><br /><p align="justify">Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Politik" title="Politik"><span style="color:#000000;">politik</span></a>, kesehatan, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan" title="Pendidikan"><span style="color:#000000;">pendidikan</span></a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga" title="Keluarga"><span style="color:#000000;">keluarga</span></a> dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi - seperti yang telah disebutkan di atas - adalah ilmu yang mempelajari pilihan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia" title="Manusia"><span style="color:#000000;">manusia</span></a>.</p><br /><p align="justify"><strong><strong>Ekonomi Rakyat dan Ekonomi Kerakyatan.</strong> </strong> </p><br /><p align="justify">Perlu difahami benar apa itu <em>ekonomi rakyat</em> dan apa bedanya dengan <em>ekonomi kerakyatan.</em> , Program-program kongkrit yang bagaimana cara mengembangkannya, dan yang sangat penting <em>bagaimana memberdayakannya</em>.</p><br /><p align="justify">Ekonomi kerakyatan sebagaimana tercantum jelas dalam Propenas (UU No. 25/2000) adalah <em>sistem ekonomi</em>. Sistem ekonomi dapat dikembangkan dan yang jelas dilaksanakan, tidak diberdayakan, karena yang diberdayakan adalah orangnya, pelakunya, yaitu <em>ekonomi rakyat</em>.</p><br /><p align="justify">Bung Hatta dalam <em>Daulat Rakyat</em> (1931) menulis artikel berjudul <em>Ekonomi Rakyat dalam Bahaya,</em> sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di <em>Landraad Bandung</em> menulis nasib <em>ekonomi rakyat</em> sebagai berikut:</p><br /><p align="justify"><em>Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan</em> (Soekarno, <em>Indonesia Menggugat</em>, 1930: 31)</p><br /><p align="justify">Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata <em>kerakyatan</em> tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti <em>merakyat</em>. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu <em>kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan</em>, yang artinya tidak lain adalah <em>demokrasi ala</em> Indonesia. Jadi <em>ekonomi kerakyatan</em> adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam <em>penjelasan</em> pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:</p><br /><p align="justify"><em>Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.</em></p><br /><p align="justify"><em>Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.</em></p><br /><p align="justify"><em>Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.</em></p><br /><p align="justify"><em>Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.</em></p><br /><p align="justify"><em></em> </p><br /><p align="justify">Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan <em>naif</em>, yang sulit kita terima, yaitu “di negara-negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan”.</p><br /><p align="justify"><strong>Bagaimana memberdayakan ekonomi rakyat</strong></p><br /><p align="justify">Jika kini telah diyakini bahwa yang harus diberdayakan adalah <em>ekonomi rakyat</em> bukan <em>ekonomi kerakyatan</em>, maka pertanyaan lugas yang dapat diajukan adalah <em>bagaimana (cara) memberdayakan ekonomi rakyat</em>.</p><br /><p align="justify">Jika ekonomi rakyat dewasa ini masih “tidak berdaya”, maka harus kita teliti secara mendalam <em>mengapa</em> tidak berdaya, atau faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidakberdayaan pelaku-pelaku ekonomi rakyat itu. Untuk menjawab pertanyaan inilah kutipan pernyataan Bung Karno di atas sangat membantu, yaitu <em>ekonomi rakyat</em> menjadi kerdil, terdesak, dan padam, karena sengaja disempitkan, didesak, dan dipadamkan oleh pemerintah penjajah melalui sistem monopoli, dan (sistem) monopoli ini dipegang langsung oleh pemerintah, atau diciptakan pemerintah dan diberikan kepada segelintir perusahaan-perusahaan konglomerat. Dari keuntungan besar yang diperolehnya kemudian konglomerat memberikan “bagi hasil” kepada pemerintah atau lebih buruk lagi kepada “oknum-oknum pejabat pemerintah”. Inilah salah satu bentuk korupsi melalui koneksi dan nepotisme yang kemudian disebut dengan nama KKN.</p><br /><p align="justify">Cara yang paling mudah memberdayakan <em>ekonomi rakyat</em> adalah menghapuskan sistem monopoli, yang pernah “disembunyikan” dengan nama sistem <em>tata niaga</em>. Misalnya tataniaga jeruk Kalbar atau tataniaga cengkeh Sulut. Padahal yang dimaksudkan jelas sistem monopoli yang pemegang monopolinya ditunjuk pemerintah yaitu BPPC untuk cengkeh dan Puskud untuk Jeruk Kalbar. Itulah yang pernah kami katakan bahwa “di Indonesia pernghapusan monopoli tidak memerlukan UU Anti Monopoli seperti di AS tetapi jauh lebih mudah dan lebih sederhana yaitu dengan menerbitkan sebuah SK (Surat Keputusan) dari Presiden atau Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk <em>mencabut</em> monopoli yang sebelumnya memang telah diberikan pemerintah”.</p><br /><p align="justify">Cara lain yang juga sudah sering kami anjurkan adalah <em>pemberdayaan</em> melalui <em>pemihakan</em> pemerintah. Jika pemerintah bertekad memberdayakan petani padi atau petani tebu misalnya, pemerintah harus <em>berpihak</em> kepada petani. Berpihak kepada petani berarti pemerintah tidak lagi berpihak pada konglomerat seperti dalam kasus jeruk dan cengkeh, yang berarti petani jeruk dan petani cengkeh memperoleh “kebebasan” untuk menjual kepada siapa saja yang mampu memberikan harga terbaik.</p><br /><p align="justify">Khusus dalam kasus petani padi, yang terpukul karena harga pasar gabah dibiarkan merosot di bawah harga dasar, keberpihakan pemerintah jelas harus berupa pembelian langsung gabah “dengan dana tak terbatas” sampai harga gabah terangkat naik melebihi harga dasar yang telah ditetapkan pemerintah.</p><br /><p align="justify">Demikian pemberdayaan dan pemihakan pada <em>ekonomi rakyat</em> sangat mudah pelaksanaannya kalau kita terapkan langsung pada <em>ekonomi rakyat</em>, bukan pada <em>ekonomi kerakyatan,</em> yang terakhir ini berarti <em>sistem</em> atau <em>aturan main</em>, yang tidak dapat diberdayakan.</p><br /><p align="justify">Dengan digantinya oleh pemerintah istilah <em>ekonomi rakyat</em> dengan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang sebenarnya sekedar menterjemahkan istilah asing SME (<em>Small and Medium Enterprises</em>), yang tidak mencakup 40 juta usaha mikro (93% dari seluruh unit usaha), maka segala pembahasan tentang upaya <em>pemberdayaan</em> <em>ekonomi rakyat</em> tidak akan mengena pada sasaran, dan akan menjadi slogan kosong.</p><br /><p align="justify">Bahkan ada sementara kalangan yang secara sangat keliru menyamakan sektor <em>ekonomi rakyat</em> dengan sektor <em>informal</em>, yang hanya diartikan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang <em>tidak berbadan hukum</em> yang selalu “melanggar hukum” sehingga harus “ditindak”. Dan dengan definisi ini kemudian diajukan program pemberdayaan <em>sektor “UKM”</em> dengan secepatnya menjadikan atau “mentransformasi” sektor <em>informal</em> menjadi sektor <em>formal</em>. Jelas usulan program seperti ini tidak masuk akal dan menunjukkan ketidakpahaman .</p><br /><p align="justify">Ada sebuah peningkatan trend untuk mengaplikasikan ide dan metode ekonomi dalam konteks yang lebih luas. Fokus analisa ekonomi adalah "pembuatan keputusan" dalam berbagai bidang dimana orang dihadapi pada pilihan-pilihan. misalnya bidang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan" title="Pendidikan">pendidikan</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan" title="Pernikahan">pernikahan</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan" title="Kesehatan">kesehatan</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum" title="Hukum">hukum</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kriminal" title="Kriminal">kriminal</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perang" title="Perang">perang</a>, dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Agama" title="Agama">agama</a>.</p><br /><p align="justify"><a title="Gary Becker" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Gary_Becker">Gary Becker</a> dari <a title="University of Chicago" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=University_of_Chicago&action=edit">University of Chicago</a> adalah seorang perintis trend ini. Dalam artikel-artikelnya ia menerangkan bahwa ekonomi seharusnya tidak ditegaskan melalui pokok persoalannya, tetapi sebaiknya ditegaskan sebagai pendekatan untuk menerangkan perilaku manusia. Pendapatnya ini terkadang digambarkan sebagai ekonomi imperialis oleh beberapa kritikus.</p><br /><p align="justify">Banyak ahli ekonomi <em>mainstream</em> merasa bahwa kombinasi antara teori dengan data yang ada sudah cukup untuk membuat kita mengerti fenomena yang ada di dunia. Ilmu ekonomi akan mengalami perubahan besar dalam ide, konsep, dan metodenya; walaupun menurut pendapat kritikus, kadang-kadang perubahan tersebut malah merusak konsep yang benar sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini menimbulkan pertanyaan "apa seharusnya dilakukan para ahli ekonomi?"</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Sejarah perkembangan ilmu ekonomi</span></h2><br /><p align="justify"><a title="Adam Smith" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Adam_Smith">Adam Smith</a> sering disebut sebagai orang pertama mengembangkan ilmu ekonomi pada <a title="Abad 18" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Abad_18">abad 18</a> sebagai satu cabang tersendiri dalam ilmu pengetahuan. Melalui karya besarnya <em><a href="http://www.amazon.com/Wealth-Nations-Great-Minds-Smith/dp/0879757051/sr=8-5/qid=1161138241/ref=pd_bbs_5/102-0253554-5528909?ie=UTF8&s=books/" title="http://www.amazon.com/Wealth-Nations-Great-Minds-Smith/dp/0879757051/" sr="8-5/" qid="1161138241/" ref="pd_bbs_5/102-0253554-5528909?" ie="UTF8&" s="books/">Wealth of Nations</a></em>, Smith mencoba mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Eropa" title="Eropa">Eropa</a>. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang tertuang dalam <em><a href="http://www.amazon.com/Theory-Sentiments-Great-Books-Philosophy/dp/1573928003/sr=8-2/qid=1161138241/ref=pd_bbs_2/102-0253554-5528909?ie=UTF8&s=books/" title="http://www.amazon.com/Theory-Sentiments-Great-Books-Philosophy/dp/1573928003/" sr="8-2/" qid="1161138241/" ref="pd_bbs_2/102-0253554-5528909?" ie="UTF8&" s="books/">The Theory of Moral Sentiments</a></em>. Perkembangan sejarah pemikiran ekonomi kemudian berlanjut dengan menghasilkan tokoh-tokoh seperti <a title="Alfred Marshall" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Alfred_Marshall&action=edit">Alfred Marshall</a>, <a title="John Maynard Keynes" href="http://id.wikipedia.org/wiki/John_Maynard_Keynes">J.M. Keynes</a>, <a title="Karl Marx" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx">Karl Marx</a>, hingga peraih <a title="Penghargaan Nobel" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Penghargaan_Nobel">hadiah Nobel</a> bidang Ekonomi tahun 2006, <a title="Edmund Phelps" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Phelps">Edmund Phelps</a>.</p><br /><p align="justify">Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali oleh apa yang disebut sebagai <em>aliran klasik</em>. Aliran yang terutama dipelopori oleh Adam Smith ini menekankan adanya <em>invisible hand</em> dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh karenanya peran <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintah" title="Pemerintah"><span style="color:#000000;">pemerintah</span></a> menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses ini. Konsep <em>invisble hand</em> ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.</p><br /><p align="justify">Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi <a title="Depresi Besar" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi_Besar">Depresi Besar</a> tahun <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1930" title="1930">1930</a>-an yang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap gejolak di pasar saham. Sebagai penanding aliran klasik, <a title="John Maynard Keynes" href="http://id.wikipedia.org/wiki/John_Maynard_Keynes">Keynes</a> mengajukan teori dalam bukunya <em><a href="http://www.amazon.com/General-Theory-Employment-Interest-Money/dp/1573921394/sr=8-8/qid=1161138241/ref=pd_bbs_8/102-0253554-5528909?ie=UTF8&s=books/" title="http://www.amazon.com/General-Theory-Employment-Interest-Money/dp/1573921394/" sr="8-8/" qid="1161138241/" ref="pd_bbs_8/102-0253554-5528909?" ie="UTF8&" s="books/">General Theory of Employment, Interest, and Money</a></em> yang menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumber daya mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian saling "bertarung" dalam dunia ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak varian dari keduanya seperti: <em>new classical</em>, <em><a title="Neo klasik" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Neo_klasik&action=edit">neo klasik</a></em>, <em>new keynesian</em>, <em>monetarist</em>, dan lain sebagainya.</p><br /><p align="justify">Namun perkembangan dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan kelas dari <a title="Karl Marx" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Marx">Karl Marx</a> dan <a title="Friedrich Engels" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Engels">Friedrich Engels</a>, serta aliran <a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Institusional&action=edit" title="Institusional">institusional</a> yang pertama dikembangkan oleh <a title="Thorstein Veblen" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Thorstein_Veblen&action=edit">Thorstein Veblen</a> dkk dan kemudian oleh peraih nobel <a title="Douglass C. North" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Douglass_C._North&action=edit">Douglass C. North</a>.</p><br /><p align="justify"><strong> Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Rakyat. </strong></p><br /><p align="justify">Konsep ekonomi kerakyatan banyak dikemukakan oleh pemikir ekonomi a.l Prof. Mubyarto yang mengembangkan pemikiran “Ekonomi Kerakyatan dalam Era Globalisasi dan Otonomi Daerah”. Pengertian ‘rakyat’ dapat dibaca secara utuh. Rakyat sendiri bukan suatu obyek yang bisa ‘ditangkap’ untuk diamati secara visual, khususnya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi. Kata rakyat merupakan suatu konsep yang abstrak dan tidak dapat di’tangkap’ untuk diamati perubahan visual ekonominya. Kata rakyat baru bermakna secara visual jika yang diamati adalah individualitas dari rakyat (Asy’arie, 2001). Ibarat kata ‘binatang’, kita tidak bisa menangkap binatang untuk mengatakan gemuk atau kurus, kecuali binatang itu adalah misalnya seekor tikus. Persoalannya ada begitu banyak obyek yang masuk dalam barisan binatang (tikus, kucing, ular, dll.), sehingga kita harus jelas mengatakan binatang yang mana yang bentuk visualnya gemuk atau kurus. Pertanyaan yang sama harus dikenakan pada konsep ekonomi rakyat, yaitu ekonomi rakyat yang mana, siapa, di mana dan berapa jumlahnya. Karena dalam dimensi ruang Indonesia semua orang (Indonesia) berhak untuk menyandang predikat ‘rakyat’. Buruh tani, konglomerat, koruptor pun berhak menyandang predikat ‘rakyat’. Sama seperti jika seekor kucing digabungkan dengan 100 ekor tikus dalam satu ruang, maka semuanya disebut binatang. Walaupun dalam perjalanannya seekor kucing dapat saja menelan 100 ekor tikus atas nama binatang.</p><br /><p align="justify">Ilustrasi di atas untuk membuka ruang diskusi tetang ekonomi kerakyatan dalam perspektif yang terarah dalam kerangka menggagas pikiran Prof. Mubyarto. Harus jelas mengatakan rakyat yang mana yang seharusnya kita tempatkan dalam ruang ekonomi kerakyatan Indonesia. Selanjutnya, bagaimana kita memperlakukan rakyat dimaksud dan apakah perlakuan terhadapnya selama ini sudah benar. Atau apakah upaya menggiring rakyat ke dalam ruang ekonomi kerakyatan selama ini sudah berada dalam koridor yang benar. </p><br /><p align="justify">Dalam pemberitaan-pemberitaan di media massa cetak maupun elektronik, kata rakyat terdiri dari satuan individu pada umumnya atau jenis manusia kebanyakan. Kalau diterjemahkan dalam konteks ilmu ekonomi, maka rakyat adalah kumpulan kebanyakan individu dengan ragaan ekonomi yang relatif sama. Dainy Tara (2001) membuat perbedaan yang tegas antara ‘ekonomi rakyat’ dengan ‘ekonomi kerakyatan’. Menurutnya, ekonomi rakyat adalah satuan (usaha) yang mendominasi ragaan perekonomian rakyat. Sedangkan ekonomi kerakyatan lebih merupakan kata sifat, yakni upaya memberdayakan (kelompok atau satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. </p><br /><p align="justify">Dalam ruang Indonesia, maka kata rakyat dalam konteks ilmu ekonomi selayaknya diterjemahkan sebagai kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis kegiatan usaha berskala kecil dalam permodalannya, sarana teknologi produksi yang sederhana, menejemen usaha yang belum bersistem, dan bentuk kepemilikan usaha secara pribadi. Karena kelompok usaha dengan karakteristik seperti inilah yang mendominasi struktur dunia usaha di Indonesia. </p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-86052325180993672502009-09-12T01:47:00.000-07:002009-10-27T07:05:28.002-07:00Reportase Berita Hukum dan Kriminal<p align="center"><strong>07. Pokok Bahasan : Reportase Berita Hukum dan Kriminal</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">1. Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai upaya Reportase Berita Hukum dan Kriminal,</p><br /><p align="justify">2. agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase di Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><p align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa Reportase Berita Hukum dan Kriminal</p><br /><br /><p align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </p><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Berita Hukum dan Kriminal</strong></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;color:#c64934;">Pembunuhan Sadis Terjadi di Surabaya</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Surabaya (RCTI) - Pembunuhan sadis kembali merenggut rajutan kasih seorang ibu dan anak. Di Bekasi, Jawa Barat, dan Pekalongan, Jawa Tengah, ibu tega membunuh anak kandung; di Surabaya, Jawa Timur, ibu dan anaknya tewas dibunuh secara sadis oleh pelaku yang belum diketahui identitasnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Matahari kemarin pagi belum setinggi galah.Namun keributan sudah terjadi di Gang 17 Blok N7 Perumahan Babadan Pratama di Kecamatan Wiyung. Ibu dan anak gadisnya yang tinggal di salah satu rumah di blok itu ditemukan tewas dengan tubuh bersimbah darah. Korban bernama Veronica Maria Indriati Tjahjati, 57, dan Devi Puspita Suteja, 24, sekitar pukul 05.30 WIB ditemukan tergeletak dengantubuhpenuhtusukan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Berdasar informasi di lokasi kejadian, pembunuhan sadis itu diketahui Denok, teman korban Devi yang datang ke rumah itu sekitar pukul 05.00 WIB. Dia bermaksud menjemput Devi dan mengantarnya ke tempat kerja di Hotel Shangri-La,Jalan Mayjen Sungkono, Surabaya. Pagi itu pintu pagar rumah Devi tertutup, namun gemboknya tidak terkunci.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Pintu ruang tamu juga masih tertutup rapat. Denok kemudian berusaha menghubungi Devi melalui telepon selulernya. Tidak ada jawaban.Dia kemudian mencoba menghubungi nomor telepon rumah,juga tidak ada yang mengangkat gagang telepon itu. Perasaan Denok semakin tak menentu.Pagi-pagi biasanya pintu rumah itu selalu dibuka sebagai petunjuk bahwa Devi sudah bangun.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Merasa agak janggal, Devi akhirnya menanyakan keberadaan Devi kepada tetangga depan rumah yang biasa dipanggil Mama. Berkali-kali dipanggil, baik Devi maupun Veronica tidak menjawab.Denok akhirnya memanggil satpam perumahan, Budi. Budi lantas mendatangi rumah itu dan mengetuk pintu.Tetapi, dari dalam rumah tetap tidak ada yang menyahut.Budi kemudian mencoba membuka pintu yang ternyata juga tidak terkunci.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Drama mencapai klimaks. Di dalam ruang tengah, sebuah pemandangan mengiris hati terpampang di depan mata. Tubuh Veronica dan Devi terlihat terkapar bersimbah darah di depan pintu kamar tidur belakang. Selanjutnya, peristiwa tragis tersebut dilaporkan kepada Juli Edi selaku Ketua RT 3/8 Kelurahan Babadan, KecamatanWiyung.Bersama ketua RT ini mereka melaporkan kejadian ke Polsekta Wiyung yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kejadian.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">”Kita menerima laporan tersebut sekitar pukul 05.30 WIB,” kata Kapolsekta Wiyung AKP Kasijan kepada wartawan. Berikutnya, petugas dari Polsekta Wiyung dan Polresta Surabaya datang ke lokasi. Sekitar pukul 11.00 WIB tim dari Lab Forensik Mabes Polri Cabang Surabaya datang ke lokasi. Petugas Labfor baru selesai melakukan olah tempat kejadian perkara sekitar pukul 12.30 WIB.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Kedua mayat korban kemudian dibawa ambulans menuju RSU dr Soetomo untuk diautopsi. Selain itu, polisi menemukan pisau dapur di halaman belakang tempat menjemur pakaian. Diduga kuat,pisau tersebut digunakan untuk menghabisi korban. Kondisi kedua korban sangat mengenaskan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Saat ditemukan, Veronica hanya mengenakan daster warna hijau pupus sedangkan Devi hanya menggunakan pakaian dalam. Di tubuh Devi terdapat tujuh tusukan dan di tubuh Veronica ada tiga tusukan. ”Luka tusukan di tubuh Devi terdapat di dada dan organ tubuh lainnya. Pada ibunya (tusukan terdapat) di perut, sikut tangan kanannya,”kata Kasat Reskrim Polres Surabaya Selatan AKP Yimmy Kurniawan saat ditemui di lokasi kejadian. Senjata yang digunakan pelaku diduga tidak hanya dapur pisau yang ditemukan petugas.”Kemungkinan ada senjata tajam lain yang digunakan untuk menusuk korban karena ada beberapa luka tusuk korban yang diduga tidak menggunakan pisau dapur itu,”tegas Yimmy.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Diduga Pelaku Dua Orang</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Untuk sementara polisi menduga kuat pembunuhan sadis ini dilakukan oleh dua orang pria yang tidak dikenal korban.Pada Sabtu (29/3) malam, sekitar pukul 21.00 WIB, dua orang bersepeda motor mencari alamat rumah korban. Menurut keterangan Soleh, sopir yang bekerja di rumah blok N-12, dua laki-laki tersebut naik Honda Mega Pro.”Yang depan pakai helm teropong, yang belakang tidak,”katanya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Malam itu, orang yang dibonceng turun menanyakan alamat, sedangkan yang menggunakan helm masih di atas sepeda motor. Karena malam hari, wajah penanya itu tidak begitu jelas.”Orangnya menggunakan bahasa Jawa halus.Tubuhnya tidak terlalu besar, tidak terlalu kurus,”tuturnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Tetangga sebelah bernama Harun, yang tinggal rumah N-9, mengaku sempat mendengar suara gaduh di rumah korban sekitar pukul 21.30 WIB. Hingga kemarin polisi pun belum bisa menentukan motif pembunuhan ini.Untuk sementara, polisi hanya menyatakan motifnya perampokan karena ponsel milik korban hilang. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan ada motif lain. Secara umum,para tetangga menilai kedua korban selama ini tidak cukup bergaul.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">Kedua korban menempati rumah milik Gunawan,kakak Veronica, itu sekitar setahun lalu.”Biasa saja.Kalau bertemu ya menyapa seperlunya,” ucap salah satu tetangga yang tidak mau menyebut nama. Psikolog RSU dr Soetomo Surabaya Nalini Muhdi Agung menuturkan, maraknya kasus pembunuhan tidak hanya karena tekanan ekonomi. Masalah ekonomi biasanya hanya pencetus.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;">”Ada gangguan psikis yang mudah terjadi pada masyarakat kita. Mereka mudah marah dan tidak mampu mengendalikan emosi.Kondisi itu dinamakan impulsif atau kehendak yang tidak bisa dikontrol,” ujar Nalini. Kemungkinan lainnya, pembunuh mengalami kelainan psikopat.Pada kondisi seperti ini, para pembunuh sudah merencanakan maksud sejak awal. Biasanya mereka di lingkungan masyarakat yang tidak memiliki rasa sosial terhadap lingkungan.</span> <span style="font-family:Arial;">(zaki zubaidi/aan haryono/lutfi yuhandi)</span></p><br /><p align="justify"><br />==Inovasi dan kreativitas hendaknya selalu dilakukan para pekerja kreatif layar kaca, termasuk jajaran saaj satu stasiun tv antara lain RCTI. Di tahun mendatang, stasiun televisi swasta pertama ini akan menghadapi pesaing empat stasiun televisi swasta baru. Maka, nantinya, RCTI bersama sembilan stasiun televisi lain akan memperebutkan kue iklan berjumlah kurang lebih Rp 7 triliun.</p><br /><p align="justify">Agar tetap mampu mencuri perhatian pemirsanya, jajaran redaksi stasiun bermoto “RCTI Oke” ini menawarkan menu baru bernama Sergap , setiap Selasa dan Kamis pukul 11.00 WIB, pemirsa akan diajak untuk menyaksikan kisah nyata tim Kepolisian RI dalam memberantas kejahatan yang terjadi di Tanah Air, mulai dari pengedar obat bius, kejahatan curanmor, hingga pembunuhan. Tayangan perdana program ini mengudara Selasa (9/10).</p><br /><p align="justify">Sergap , kependekan dari kata “serbu" dan “tangkap”, dikemas dalam bentuk majalah udara. Dalam durasi 30 menit, pemirsa akan dijejali empat segmen acara. Dimulai dengan segemen “Ungkap” yang berisi berita hukum dan kriminal terkini layaknya sajian pada siaran berita. Untuk lebih mengenyangkan pemirsa, ada segmen “Bidik” yang membahas secara mendalam materi berita yang dianggap kuat dan segmen “Justisia” yang berisi dialog interaktif mengenai suatu masalah hukum dan kriminal dengan menghadirkan nara sumber yang berkompeten. Di menit terakhir, pemirsa bisa menyaksikan segmen “Galeri”, yaitu paket feature mengenai kiprah personil atau lembaga tertentu yang terlibat dalam pengungkapan kasus hukum dan kriminal. Di segmen ini, pemirsa juga bisa melihat sisi lain dari kehidupan seorang narapidana di selnya, misalnya.</p><br /><p align="justify">Dengan aneka segmen yang ditawarkan, RCTI agaknya ingin merangkum semua titik plus dari tayangan sejenis di stasiun lain. Misalnya, sisi hard news atau berita terkini yang ada dalam Patroli di Indosiar. Termasuk pembahasan mendalam yang dilakukan Derap Hukum di SCTV setiap Senin malam dan Fakta setiap Kamis malam di Anteve. </p><br /><p align="justify">Jika Patroli lebih terkesan sebagai humas polisi, Sergap, lebih memilih posisi netral. Artinya rogram Sergap tidak masuk pada kepentingan siapa pun dan tidak terjebak pada polemik. </p><br /><p align="justify">Sejatinya, Sergap adalah obsesi lama tim redaksi RCTI. Namun, lantaran krismon dan sebab lain, konsep ini selalu tertunda realisasinya. Untuk mendapatkan keragaman materi, Sergap mengerahkan lebih dari 30 koresponden daerah.</p><br /><p align="justify">Dalam Sergap , wajah dan inisial tersangka sedapat mungkin tidak akan ditayangkan dengan vulgar. Sergap berusaha tidak mengumbar foto keluarga dari tersangka dengan pertimbangan asas praduga tak bersalah. Namun, dua produser Sergap ini tetap menjanjikan tayangan ini memiliki ekslusivitas gambar dan akurasi data yang tinggi. Tengoklah, episode yang mengetengahkan kehidupan Ola di penjara, napi wanita bersuamikan pria Afro-Amerika yang dihukum seumur hidup lantaran kedapatan memiliki 3 kg lebih heroin. Menyusul larinya beberapa napi, lembaga pemasyarakatan memperketat pengawasan dan ijin masuk pengunjung.</p><br /><p align="justify">Untuk memberikan nuansa lain, dalam setiap episodenya, Sergap menampilkan dua maskot berjuluk Bang Napi, dua pria bertopeng hitam dan putih yang selalu mengingatkan pemirsa agar waspada dari tindak kriminal di lingkungan sekitar. l. telni rusmitantri </p><br /><p align="justify">Agar tetap mampu mencuri perhatian pemirsanya, jajaran redaksi stasiun televisi menawarkan berbagai menu baru dengan nama programnya, antara lain program “Hukum dan Kriminal” . Para pemirsa disajikan kisah-kisah nyata dari mulai kisah sadis sampai masalah-masalah yang berhubungan denganhukum. Tim Kepolisian RI dalam memberantas kejahatan yang terjadi di Tanah Air, mulai dari pengedar obat bius, kejahatan curanmor, hingga pembunuhan. </p><br /><p align="justify">Untuk lebih menarik perhatian pemirsa, Program Hukum dan Kriminal ini dikemas dalam bentuk majalah udara dengan durasi 30 menit dimulai dengan segmen berita hukum dan kriminal terkini. </p><br /><p align="justify">Untuk lebih memuaskan pemirsa, ada segmen yang membahas secara mendalam materi berita yang dianggap kuat dan segmen “Justisia” yang berisi dialog interaktif mengenai suatu masalah hukum dan kriminal dengan menghadirkan nara sumber yang berkompeten.</p><br /><p align="justify">Di menit terakhir, pemirsa dapat menyaksikan segmen paket feature mengenai kiprah personil atau lembaga tertentu yang terlibat dalam pengungkapan kasus hukum dan kriminal. Di segmen ini, pemirsa juga disajikan melihat sisi lain dari kehidupan seorang narapidana di selnya, misalnya, sholat berjamaah, olah raga pagi, makan bersama , jahir menjahit bagi narapidana wanita, dll.</p><br /><p align="justify">Dengan aneka segmen yang ditawarkan, stasion televisi agaknya ingin merangkum semua titik plus dari tayangan sejenis di stasiun lain. Misalnya, sisi hard news atau berita terkini yang ada dalam program televisi. Termasuk pembahasan mendalam yang dilakukan pada hari-hari tertentu.</p><br /><p align="justify">Bahkan beberapa stasion TV menyediakan waktu khusus dengan menayangkan paket khusus Hukum dan Kriminal seperti “Patroli” yang lebih terkesan sebagai humas polisi, “Sergap” yang lebih memilih posisi netral. </p><br /><p align="justify">Untuk mendapatkan keragaman materi, tim “Sergap” mengerahkan lebih dari 30 koresponden daerah yang memiliki standar liputan sesuai kode etik jurnalistik dan norma hukum serta sosial yang seragam. Tak heran, jika liputan di daerah pun akan lebih diketengahkan. Sebab kejahatan di daerah pun ada yang layak ditampilkan sebagai bahan pelajaran. Bukan hanya skup Jakarta dan sekitarnya saja.</p><br /><p align="justify">Dalam tayangan Hukum dan Kriminal, wajah dan inisial tersangka sedapat mungkin tidak akan ditayangkan dengan vulgar. Para produser berusaha tidak mengumbar foto keluarga dari tersangka dengan pertimbangan asas praduga tak bersalah. Namun tetap menjanjikan tayangan yang memiliki ekslusivitas gambar dan akurasi data yang tinggi. </p><br /><p align="justify">Untuk memberikan nuansa lain, dalam setiap episodenya, paket Hukum dan Kriminal menampilkan pembicara-pembicara dlam mengulas dan mengingatkan pemirsa agar waspada dari tindak kriminal di lingkungan sekitar.</p><br /><p align="justify">Kasus-kasus lain yang mendapat tempat di layar kaca dalam Hukum dan Kriminal antara lain seperti <a href="http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=276903&kat_id=375"><strong><span style="color:black;">Kasus Perceraian sebagai akibat terjadinya</span></strong></a> <a href="http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=276903&kat_id=375"> </a>p<span style="color:black;">erubahan nilai-nilai sosial di tengah masyarakat Indonesia yang membuat tingkat perceraian semakin tinggi. Bahkan akibat kemampuan ekonomi yang terus meningkat di kalangan kaum Hawa, ikut mempengaruhi tingginya gugatan cerai yang diajukan istri terhadap suami.</span></p><br /><p align="justify">Saat ini begitu mudah terlihat sepasang suami-istri lebih memilih cerai untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di keluarganya. Kecendrungan ini beberapa lembaga social mengadakan acara khusus menggelar <em>talkshow</em> dan acara tersebut disambut baik oleh kalangan media cetak maupun elektronik dengan pertimbangan, keluarga merupakan wadah yang sangat penting untuk pembinaan generasi muda.</p><br /><p align="justify">Namun kondisi sekarang jelas jauh berbeda dengan masa beberapa tahun lalu. Masa lalu sepasang suami-istri -- khususnya istri -- akan memilih sikap bertahan demi keutuhan keluarganya apapun masalah yang sedang dihadapi. Seiring perubahan nilai-nilai sosial itu, tingkat gugatan cerai yang diajukan istri terhadap suaminya sekarang ternyata jauh lebih tinggi. Bisa jadi, kenyataan ini terjadi lantaran kemampuan ekonomi dari wanita terus membaik.</p><br /><p align="justify">Kemampuan ekonomi membentuk sikap mandiri perempuan. Hal ini diperparah kondisi lingkungan yang tidak mendukung adanya penyadaran dan pendidikan keluarga yang memadai. Banyaknya wanita yang bekerja membuat mereka kini tidak lagi banyak tergantung pada laki-laki. Sekarang wanita berani hidup sendiri, beda dengan dahulu ketika wanita lebih banyak bergantung pada laki-laki. Hal-hal seperti itulah liputan di berbagai media massa menjadi trend dan laku dijual.</p><br /><p align="justify">Perceraian atau poligami ibarat pintu darurat dalam pesawat yang hanya dapat digunakan untuk menyelamatkan para penumpangnya. Dari segi hukum, perceraian itu ada yang haram, sunnah, mubah, makruh, bahkan haram. Sekalipun halal, perceraian tetap dibenci Allah.</p><br /><p align="justify">Perceraian baru bisa dilakukan apabila tersedia cukup alasan bahwa suami istri tak mungkin lagi dapat menegakkan hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Perceraian baru boleh ditempuh bila tak ada alternatif solusi yang lebih baik dan tak ada pihak-pihak yang dirugikan. Hal-hal seperti itulah problema cerai dalam keluarga menjadi sorotan dalam paket penyiaran Hukum dan Kriminal</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-63202766236625673762009-09-12T01:49:00.000-07:002009-10-27T07:05:03.487-07:00Reportase Berita Sosial Budaya.<p align="center"><strong>09. Pokok Bahasan : Reportase Berita Sosial Budaya.</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Sosial Budaya., agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase di Media TV mengenai masalah-masalah Sosial Budaya.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify">Reportase Berita Sosial Budaya</p><br /><h1 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Apakah kebebasan tv, memberi dampak negatif bagi remaja?</span></h1><br /><p align="justify">UU pers 1999 telah melindungi pers untuk bergerak. Artinya kebebasan pers telah direalisasikan. Lalu apakah dengan adanya kebebasan pers tersebut media massa, khususnya televisi, mampu menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, dan apakah masih dalam koridor mematuhi etika pers?.Remaja sebagai generasi muda penerus bangsa, apakah mendapat efek positif dengan adanya kebebasan pers tersebut? atau justru mendapat efek negatif?</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Jawaban</span></h2><br /><p align="justify">Idealnya sih ada simbiosis mutualisme. bebas maupun tidak, pers tetaplah perlu untuk kontrol sosial. pers sendiri punya mekanisme kontrol sendiri (badan sensor, komisi etik, dst),kalau ternyata ada dampak negatif atau positif, sangat tergantung pada cara pandang dan siapa yang memandang.<br />susahnya, idealisme cita-cita pers akhirnya berhadapan dengan kepentingan komersial di industri (pertelevisian) yang ketat persaingan. wacana rating siaran misalnya, masih menyisakan kontroversi yang seolah tak ada habisnya (maklum bgitu banyak konflik kepentingan).<br />Akhirnya... semua terserah kepada kita masyarakat sebagai konsumennya. Kalau kita mau jadi terdidik, ya seyogyanya tonton tayangan yang mendidik.. kalau masih tidak ada tayangan yang mendidik?? ya matikan tv, dan cari di media yang lain. Kalau pers tak bisa mendidik kita, bagaimana kalo kita saja yang mendidik pers kita?</p><br /><h3 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Kebebasan Pers</span></h3><br /><p align="justify">Sejarah suram pers nasional dibawah pemerintahan Orde Baru telah menempatkan pers sebagai bagian dari <em>‘ideological state apparatus’</em> yang berperan dalam proses menjaga stabilitas, legitimasi dan eksistensi rezim. Dengan kata lain, pers telah difungsikan menjadi salah satu alat ampuh untuk melanggengkan posisi para elite dalam pemerintahan Orde Baru (‘<em>the media serve the ends of a dominant’).</em></p><br /><p align="justify">Salah satu upaya rekayasa konstitusional untuk mencapai tujuan tersebut antara lain dilaksanakan melalui undang-undang Pers No.11 tahun 1966, yang menyebutkan bahwa surat kabar atau majalah hanya dapat diterbitkan jika terlebih dahulu memperoleh surat ijin terbit (SIT) dari Pemerintah. Rumusan tersebut dengan jelas menggambarkan betapa kuatnya kekuasaan pemerintah Orde Baru - Eksekutif dalam mengontrol seluruh pilar demokrasi yaitu lembaga Legislative dan Judikatif serta Pers itulah gambaran singkat wajah pers nasional pada saat itu.</p><br /><h3 style="line-height: 150%;" align="justify"><em><span style="font-size:100%;">Kebebasan pers : seperti apa?</span></em></h3><br /><p align="justify">Adalah Miezeslaw Kafel (1958) yang mengatakan system pers dan system politik di sebuah negara biasanya saling mewarnai (<em>interdependent</em>). Menurutnya bila peran pers meningkat, maka pers menjadi variabel yang berpengaruh terhadap perubahan sosial politik yaitu terjadi perubahan kondisi masyarakat dan kehidupan politik. Dengan kata lain idealnya dengan adanya kehidupan pers yang bebas, diharapkan proses demokratisasi dapat berkembang secara sehat dan berangsur-angsur diharapkan publik mulai menyadari hak-hak sipil mereka antara lain hak untuk mengemukakan pikiran, pendapat, dan berekspresi secara bebas.</p><br /><p align="justify">Menyoal (Kembali) Makna Kebebasan Pers<br />SETIAP kali insan pers bertemu dengan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) pada setiap 9 Februari, semestinya memang bukan makna seremonial yang mesti ditonjolkan, sebagaimana kerap dilakukan pada rezim otoriter dan feodal di masa lalu. Seharusnyalah pertanyaan-pertanyaan kritis dan introspektif terus dikembangkan.</p><br /><p align="justify">Hal itu dilakukan dalam upaya mewujudkan kinerja pers "ideal" yang didamba tidak hanya oleh praktisi jurnalisme, melainkan juga oleh mereka yang berharap terus berlangsungnya proses demokratisasi, keterbukaan politik, dan lenyapnya praktik-praktik korup dan kolutif di negeri ini.</p><br /><p align="justify">Sudah kerap kita dengar bahwa pers merupakan pilar keempat (<em>fourth estate</em>) dari demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Di masa lalu, eksistensi pers sebagai pilar keempat benar-benar dikebiri oleh rezim pemerintahan (eksekutif) yang ablosut dan otoriter. Hal serupa terjadi pada pilar lainnya yakni legislatif dan yudikatif.</p><br /><p align="justify">Karenanya, harus menjadi pertanyaan kritis ketika tiga pilar dalam konsep <em>trias politica</em> (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) di negeri ini dipandang "bermasalah", benarkah pers sudah "tidak lagi bermasalah" saat keran kebebasan informasi bertiup kencang pascareformasi?</p><br /><p align="justify">Deskripsi tentang kondisi kemerdekaan pers di Indonesia saat ini dipaparkan dengan baik oleh salah seorang praktisi pers Indonesia Leo Batubara. Dalam salah satu tulisannya, ia menguraikan bahwa sampai saat ini kemerdekaan pers sejatinya masih dalam pergulatan yang memunculkan paradoks.</p><br /><p align="justify">Menurutnya, UU Pers sebagai turunan dari Amendemen ke-2 UUD 1945 memang menjamin kemerdekaan pers dan tidak mengkriminalkan pers. Tetapi KUHP sebagai turunan dari sistem hukum kolonial Belanda, sejak awal didesain untuk membungkam kemerdekaan berekspresi warga bumiputera, dengan mengkriminalkan pers.</p><br /><p align="justify">Tulisan Leo Batubara sendiri merupakan tanggapan atas autokritik terhadap pers yang juga disampaikan insan pers lainnya, Tjipta Lesmana. Dalam tulisannya, Tjipta Lesmana justru banyak mengkritik kinerja dan praktik pers yang tidak bertanggung jawab ( misalnya membuat berita tanpa rambu-rambu profesionalisme), yang hukumannya sepadan dengan penjara!</p><br /><p align="justify">Terhadap dua pendapat yang dilontarkan oleh tokoh sekaliber keduanya, tentu saja kita memandang dua-duanya memiliki kebenaran faktual. Artinya, pendapat mereka sama-sama berdasarkan atas pengamatan dan pengalaman yang terjadi dalam praktik pers Indonesia sehari-hari.</p><br /><p align="justify">Pada satu sisi, kita tak memungkiri masih banyak praktik-praktik tidak profesional yang dilakukan pers kita. Misalnya pencantuman sumber anonim yang secara tidak bertanggung jawab atau sekadar alibi sudah melakukan wawancara. Ada praktik fabrikasi berita yang tidak didasarkan fakta sebenarnya di lapangan.</p><br /><p align="justify">Lebih dari itu, menggunakan produk jurnalistik bukan untuk tujuan memenuhi hak informasi publik, tapi lebih sebagai bentuk "pemerasan" terhadap pihak yang diberitakan, baik secara kasar atau atas dasar "kekeluargaan". Termasuk praktik-praktik lain yang menafikan sama sekali dimensi etis dan moralitas dalam menjalankan profesi ini.</p><br /><p align="justify">Namun, di sisi lain, tentu saja kita khawatirkan pula praktik-praktik dari institusi di luar pers yang berkecenderungan mengebiri kemerdekaan, kebebasan, dan independensi pers. Baik berupa pemasungan melalui unjuk kekuasaan, kekerasan (represi), maupun penumpulan kritik dan idealisme pers lewat <em>bribe</em> (penyuapan) dalam beragam cara dan bentuk.</p><br /><p align="justify">Dalam kaitan ini, kita ungkap kembali pernyataan Leo Batubara bahwa ketika jurnalis dan pers dalam pelaksanaan <em>journalistic works</em> terbukti telah memenuhi fungsi (1) melakukan kontrol, kritik dan koreksi, dan (2) melakukan jurnalisme investigasi, namun dinilai merugikan pihak lain, haruskah jurnalis dan pers itu terkena unsur pidana yang harus ditebus dengan sanksi kurungan?</p><br /><p align="justify">**</p><br /><p align="justify">DIPERLUKAN kearifan dan kematangan berpikir insan pers untuk benar-benar menjalankan praktik jurnalistik dalam koridor kebebasan, namun tetap dilandasi nilai-nilai etis dan profesionalisme. Tentu saja, praktiknya tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, karena untuk mewujudkannya tidak hanya berpulang pada individu jurnalis itu sendiri.</p><br /><p align="justify">Mengacu bahwa produk jurnalistik adalah hasil kerja kolektif, maka munculnya kinerja pers yang idealis, profesional, dan independen sangat bergantung pada sosok institusi di mana jurnalis itu bekerja. Jurnalis akan berwibawa dalam menjalankan tugasnya ketika institusi yang menaunginya juga berwibawa dalam memenuhi bekal sang jurnalis dalam menjalankan tugasnya.</p><br /><p align="justify">Menurut salah seorang dosen Jurusan Jurnalistik Fikom Unisba Septiawan Santana, media massa yang independen tidak sama artinya dengan media massa yang tidak punya sikap. Ke mana arah angin bergulir, dia condong ke sana. Kuncinya adalah tetap kepentingan umum. "Subjektivitas media massa artinya segenap pengetahuan, sikap, dan internalisasi nilai yang dimilikinya dalam melihat dan mempersepsi sebuah fakta untuk kemudian semakin membukakan objektivitas fakta itu ketika dilaporkan kepada publik. Ini juga terkait dengan bekal pengetahuan, dimensi etis, moralitas, termasuk sisi finansial si wartawan," tuturnya.</p><br /><p align="justify">Secara psikologis, ujarnya, adalah sebuah ironi ketika seorang wartawan yang kondisinya "kumuh" hendak mewawancarai seorang politisi yang diduga melakukan KKN, dengan penampilan wangi dan mewah. "Independensi adalah juga kemandirian media massa dalam segala hal, tingkat intelektualitas juga finansial," tegasnya.</p><br /><p align="justify">Kembali tentang hakikat kebebasan pers, dalam tataran yang lebih filosofis, Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) Bandung, Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. menyebutkan kondisi pers saat ini disebabkan satu kata yang mewakilinya yakni paradoks (pertentangan--red).</p><br /><p align="justify">Kondisi paradoksal ini tidak lepas dari proses transisional berbagai sendi kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara saat ini. Kondisi paradoks, menurut Deddy, disebabkan kebebasan yang dialami pers saat ini ibarat "pedang bermata dua". "Kebebasan itu bisa mencelakakan atau memberikan manfaat bergantung pada penyikapan pers itu sendiri."</p><br /><p align="justify">Hanya, pers sekarang masih <em>vacuum</em> dari aturan-aturan yang baku. Aturan-aturan baku masih harus disosialkan. Dieksternalkan kemudian diinternalkan oleh individu atau institusi pers. Masa transisi ini dimanfaatkan sebagian pers untuk menumpahkan diri secara berlebihan.</p><br /><p align="justify">"Mereka memanfaatkan kebebasan untuk orientasi keuntungan setinggi-tingginya. Jadi, pemikirannya hanya untuk <em>duit</em> saja. Pers memang harus hidup dari keuntungan iklan. Tapi pers jangan menomorsatukan keuntungan iklan itu dan bahkan dengan mekanisme pemanfaatan eksistensi lainnya. Keuntungan itu bisa tetap ada, tapi harus dengan meningkatkan kualitas, bukan melacurkan diri," ujarnya.</p><br /><p align="justify">Kebebasan pers yang juga membuat kita terbuka terhadap segenap kesalahan yang ada dalam ruang sosial adalah sisi konstruktif dari "pedang bermata dua". Artinya kebobrokan dan kesalahan yang di masa Orde Baru tidak tersentuh, kini telah menjadi wacana publik. Tapi juga terkadang memunculkan apa yang disebut sebagai kebablasan. Orang ngomong di koran seenaknya. Ini disebabkan belum ada mekanisme yang mengatur, misalnya, soal batasan antara kebebasan pers itu dengan <em>libel</em> (pencemaran nama baik--red). Soal definisi pencemaran nama baik juga masih menjadi persoalan, karena situasi kita yang masih belum matang dalam berbagai hal.</p><br /><p align="justify">Menyinggung contoh kasus majalah <em>Tempo</em> yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, Deddy Mulyana mengatakan, sebuah pemberitaan dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau bukan, harus dibuktikan di pengadilan. Persoalannya, secara umum lembaga peradilan kita belum menunjukkan kemandirian. Artinya, masih belum steril dari intervensi seseorang, kelompok, atau institusi yang memiliki pengaruh, baik kekuasaan atau lainnya.</p><br /><p align="justify">Inti persoalannya adalah wacana, dan wacana dikendalikan oleh siapa yang berkuasa. Karena itu transparansi pengadilan harus dimunculkan. Ketika sesuatu diputuskan secara hukum maka kemukakan semua pertimbangan dilengkapi dengan bukti-bukti yang ada, yang bisa diakses siapa pun termasuk pers. Menurutnya, sepanjang itu terpenuhi, kalau memang pers bersalah, harus dihukum karena pers juga bukan malaikat. Pers dikelola oleh wartawan dan wartawan adalah juga manusia. Pers juga sama dengan profesi lainnya.</p><br /><p align="justify">Putusan itu juga menjadi pelajaran bagi pers. Tapi, tentu saja, di balik itu juga ada interpretasi lain, misalnya putusan itu menjadi representasi dari bentuk baru otoritarianisme dan lain-lain karena memang situasi hukum kita pun masih transisional juga. Tapi, tetap hukum harus ditegakkan dan ini menjadi pelajaran bagi pers. Artinya, apa pun yang mereka tulis harus mempertimbangkan benar dampak dari pemberitaan tersebut (<em>news judgement</em>).</p><br /><p align="justify">Dedy Mulyana yang lulusan strata satu (S-1) di Publisistik (sekarang Fikom) Unpad itu mencontohkan, ketika <em>Washington Post</em> menurunkan tulisan tentang seorang pengusaha yang digambarkan secara negatif, tetapi ternyata bukti pengadilan menunjukkan sebaliknya. <em>Washington Post</em> kemudian meminta maaf dan memberikan hak jawab. "Tapi dampak komunikasi bersifat <em>irreversible</em> (tak bisa dibalikkan--red). Hak jawab tidak bisa menjawab dampak yang timbul dari pemberitaan awal. Pengusaha itu kemudian melakukan bunuh diri karena telanjur menanggung beban psikologis. Apa yang bisa dilakukan ketika itu terjadi?" paparnya.</p><br /><p align="justify">Deddy berpendapat, tidak ada kekekalan kebenaran di dunia ini. Seringkali kita menilai seseorang akan selalu sama pada ruang, waktu, dan bidang yang berbeda. Dalam komunikasi, ini disebut sebagai <em>effect hallo</em>. Pun demikian dengan apa yang dilakukan pers, pengadilan, atau institusi sosial lain buatan manusia.</p><br /><p align="justify">Wacana standar kebebasan informasi itu memang tidak pernah selesai. Ia akan terus berkembang seiring dinamika sosial yang terjadi dalam sebuah entitas bangsa atau negara, mengikuti perkembangan sosial masyarakat, termasuk pencapaian teknologi komunikasi.</p><br /><p align="justify">"Tapi kalau memang mau membuat standar, sebetulnya sederhana saja yakni keberadaan pers dengan kebebasan informasi yang melekat pada dirinya adalah demi kepentingan publik. Tapi juga jangan terjebak pada paham utilitarian, yaitu mengikuti bulat-bulat apa yang disenangi atau diinginkan mayoritas masyarakat, lalu itu yang dibenarkan. Bukan seperti itu."</p><br /><p align="justify">Jadi, orientasi pers demi kepentingan publik itu juga harus disinari oleh para cendekiawan yang masih memiliki integritas dan hati nurani. Kepentingan publik itu juga bukan sesuatu yang statis karena harus selalu di bawah bimbingan pada cendekiawan, para ulama, para arif bijaksana, yang masih belum tercerabut dari fungsi mereka sebagai suara kebenaran. "Pada sisi ini, apakah mau dilaksanakan atau tidak, pers sebetulnya secara hakiki tetap harus memiliki misi ’transendental’ atau ’profetik’. Tanpa harus mengklaim atau mengeksplisitkan diri sebagai pers Islam, Nasrani, atau agama lainnya. Nilai-nilai itu universal," tegasnya.</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-73082987487651964472009-09-12T01:51:00.000-07:002009-10-27T07:03:58.376-07:00Jenis-jenis Wawancara<p align="center"><strong>10. Pokok Bahasan : Jenis-jenis Wawancara</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Sikap Dasar Jurnalis TV, agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase di Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><p align="justify">Jenis-Jenis Wawancara Televisi </p><br /><p align="justify">Wawancara merupakan tanya jawab antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Pewawancara berusaha menggali sebanyak mungkin dari nara sumber dengan cara bertanya dan berdialog.</p><br /><p align="justify">Pewawancara adalah "tuan rumah (host) yang ingin tahu". Nara sumber sadar bahwa ia memang diminta untuk berbagi informasi. </p><br /><p align="justify">Untuk menjadi host yang baik hendaknya bersikap menghargai nara sumber sebagai tamu agar informasi-informasi yang dibutuhkan diperolehnya. Sementara nara sumber dengan sadar pula menyampaikannya tanpa tekanan. Pastikan bahwa nara sumber merasa bebas untuk bicara. Terima perilaku nara sumber aneh sekalipun. Untuk menjadi pewawancara yang baik dibutuhkan ketrampilan dan pendekatan yang simpatik. Itulah host yang baik.</p><br /><p align="justify">Wawancara televisi merupakan salah satu program acara yang mempunyai nilai informasi yang tinggi tetapi kurang memiliki daya tarik untuk ditonton oleh sementara lapisan pemirsa. </p><br /><p align="justify">Dalam wawancara televisi ada beberapa hal penting yang perlu diketahui, yaitu :</p><br /><p align="justify">1. Pewawancara (interviewer/host).</p><br /><p align="justify">2. Orang yang diwawancarai (interviewee/nara sumber).</p><br /><p align="justify">3. Topik atau tema wawancara.</p><br /><p align="justify">4. Jenis Wawancara.</p><br /><p align="justify">5. Pedoman Wawancara Televisi.</p><br /><p align="justify">6. Pelaksanaan Wawancara.</p><br /><p align="justify">7. Pemirsa</p><br /><br /><p align="justify"><strong> 1. Pewawancara (interwiewer/host)</strong></p><br /><p align="justify">Pewawancara adalah orang (reporter) yang mendapat tugas atau berfungsi untuk mewawancarai tokoh atau figur tertentu yang mempunyai bidang keahlian khusus ataupun masyarakat awam yang disebut sebagai nara sumber. </p><br /><p align="justify">Dalam melakukan wawancara, interviewer mempunyai tanggung jawab penuh untuk membuat daftar pertanyaan. Dalam hal ini, pewawancara berfungsi sebagai “suara pemirsa”. </p><br /><p align="justify">Pewawancara adalah orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang berbagai hal, terutama topik yang akan diangkat dalam wawancara. Tetapi ketika proses wawancara berlangsung, pewawancara harus berperan sebagai orang yang “pura-pura tidak tahu”. Hal ini perlu dilakukan agar wawancara yang berlangsung, benar-benar informatif dan argumentatif dalam menggali pertanyaan serta mendapatkan jawaban. </p><br /><p align="justify">Pertanyaan yang dilontarkan harus jelas, tegas, tepat serta terarah pada topik, dan yang tak kalah pentingnya ialah, pewawancara harus mampu mengejawantahkan jawaban “canggih” yang keluar dari mulut nara sumber (interviewee) untuk itulah, perlu sekali sebelum melakukan wawancara pewawancara (interviewer) menyusun daftar pertanyaan sekomunikatif mungkin,</p><br /><p align="justify">Interviewer berhak meng-cut jawaban orang yang diwawancarai apabila dianggap keluar dari topik yang dibicarakan. Dalam hal ini, pewawancara harus mampu mengarahkan jalannya wawancara. </p><br /><p align="justify">Hal penting yang harus dilakukan oleh pewawancara adalah memberikan kesimpulan dari topik yang dibicarakan setelah selesai mengadakan wawancara agar pemirsa maupun orang yang diwawancarai mempunyai gambaran yang jelas dari hasil wawancara.</p><br /><p align="justify"><strong>2. Orang yang diwawancarai (interviewee)</strong></p><br /><p align="justify">Pada umumnya orang yang diajak wawancara televisi adalah para pakar atau orang yang memiliki prestasi maupun otoritas di masyarakat dengan keahliannya di bidang tertentu untuk mengupas topik (masalah) yang sedang hangat di masyarakat. </p><br /><p align="justify">Adapun tujuan wawancara ialah :</p><br /><p align="justify">a. Mendapatkan informasi yang lengkap</p><br /><p align="justify">b. Menggorek opini.</p><br /><p align="justify">c. Menggali data dan fakta atas topik yang dibicarakan. </p><br /><p align="justify">Posisi orang yang diwawancarai biasanya lebih penting dibanding pewawancara. Wawancara akan menjadi hidup apabila pewawancara mempunyai kemampuan bertanya dengan model investigasi dan argumentatif.</p><br /><p align="justify">Selain pakar, wawancara televisi terkadang juga menghadirkan masyarakat awam.</p><br /><p align="justify">Kehadiran masyarakat awam dalam proses wawancara, bertujuan :</p><br /><p align="justify">a. Mengetahui persepsi masyarakat awam tentang topik yang dibicarakan (biasanya topik itu berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari).</p><br /><p align="justify">b. Mendengarkan keluhan dan tanggapan orang awam terhadap topik yang dibicarakan dalam realitas sosial. </p><br /><p align="justify">Dalam hal ini, jawaban atau opini orang awam yang diwawancarai berfungsi melengkapi jawaban dari para pakar. Selain itu juga mencerminkan pendapat pemirsa, baik di studio maupun di rumah.</p><br /><p align="justify"><strong>3. Topik Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Topik wawancara adalah satu gejala atau masalah sosial yang sedang hangat terjadi dalam kehidupan masyarakat serta menyangkut kepentingan umum. </p><br /><p align="justify">Topik wawancara akan sangat mempengaruhi daya tarik pemirsa dalam menonton acara wawacara itu. Topik wawancara televisi pada umumnya mengangkat tema-tema yang sedang terjadi dalam masyarakat. Untuk itulah topik wawancara harus memenuhi unsur :</p><br /><p align="justify">a. Aktualitas</p><br /><p align="justify">b. Universalitas</p><br /><p align="justify">c. Penting bagi kepentingan umum. </p><br /><p align="justify">Topik wawancara menjadi begitu penting apabila sebelumnya dalam realitas sosial, topik tersebut meresahkan masyarakat. Sehingga dengan diangkatnya topik tersebut, pemirsa menjadi tahu dengan jelas posisi mereka terhadap masalah yang sedang terjadi.</p><br /><p align="justify"><strong>4. Jenis Wawancara </strong></p><br /><p align="justify"><strong>A. Wawancara Tak Langsung</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara tak langsung adalah proses wawancara dengan beberapa pakar atau orang awam tentang satu peristiwa yang sedang atau akan terjadi masyarakat. </p><br /><p align="justify">Pelaksanaan wawancara ini berlangsung di studio televisi. Daftar pertanyaan yang diajukan telah disusun terlebih dahulu oleh pewancara. Tetapi juga tidak tertutup kemungkinan muncul pertanyaan spontan untuk mengejar jawaban yang kurang lengkap atau tidak jelas. </p><br /><p align="justify">Wawancara tak langsung ini mempunyai tujuan, di antaranya ialah :</p><br /><p align="justify">a. Mengorek pendapat pakar atau orang awam terhadap satu peristiwa.</p><br /><p align="justify">b. Membentuk pendapat umum.</p><br /><p align="justify">c. Menginformasikan satu peristiwa dengan tepat, jelas dan benar.</p><br /><p align="justify"><strong>B. Wawancara Langsung</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara langsung ialah proses jalannya wawancara terhadap satu peristiwa yang sedang terjadi di tempat peristiwa tersebut berlangsung. Pertanyaan yang muncul dari pewawancara terkadang spontanitas. Orang yang menjadi objek wawancara ini ialah individu yang mengalami satu peristiwa di tempat kejadian atau orang tertentu yang mempunyai kaitan dengan peristiwa itu.</p><br /><p align="justify">Wawancara langsung ini lebih bersifat informatif dan hanya mengungkapkan fakta. Kalaupun muncul opini dari orang yang diwawancarai, hanya sekilas dan tidak mendalam. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu serta situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi pewawancara untuk menggali lebih dalam peristiwa yang akan dilaporkan.</p><br /><p align="justify"><strong>C. Wawancara Ekslusif</strong></p><br /><p align="justify">Pada intinya, wawancara eksklusif tidak berbeda dengan wawancara pada umumnya. Namun persoalan yang paling mendasar dalam wawancara ekslusif dan perlu kita ketahui ialah :</p><br /><p align="justify">1. Orang yang diwawancarai biasanya <em>public figure</em> atau tokoh yang sedang digandrungi oleh dunia (artis, politikus maupun olahragawan) memberikan kesimpulan dari topik yang dibicarakan .</p><br /><p align="justify">2. Topik yang dibicarakan, menyangkut permasalahan sosial yang aktual maupun permasalahan pribadi yang cukup mendalam.</p><br /><p align="justify">3. Dalam wawancara, biasanya digunakan waktu yang khusus.</p><br /><p align="justify">4. Tempat melaksanakan wawancara, bisa di studio tetapi bisa juga dilakukan di rumah objek atau tokoh yang diwawancarai.</p><br /><br /><p align="justify">Tujuan wawancara eksklusif ini adalah :</p><br /><p align="justify">1. Memberikan informasi tentang gaya hidup tokoh tersebut kepada pemirsa.</p><br /><p align="justify">2. Meminta pendapat tokoh tersebut atas masalah yang berhubungan dengan human interest atau topik yang aktual.</p><br /><p align="justify">3. Mengimbau pemirsa untuk berbuat sesuatu atas masalah topik yang terjadi, sesuai komentar yang keluar dari tokoh tersebut. </p><br /><p align="justify">Wawancara eksklusif ini mempunyai daya tarik tinggi, apabila proses jalannya wawancara, juga ditampilkan cuplikan-cuplikan gaya hidup tokoh yang diangkat dalam perilakunya sehari-hari.</p><br /><p align="justify"><strong>5. Pedoman Wawancara Televisi</strong></p><br /><p align="justify">Dalam melakukan satu proses wawancara, pewawancara perlu mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan topik wawancara, agar jalannya wawancara lebih menarik dan komunikatif. </p><br /><p align="justify">Adapun pedoman melakukan wawancara terdiri dari beberapa hal :</p><br /><p align="justify">a. Pewawancara harus memperkenalkan dan menjelaskan orang yang diwawancarai (nama, status dan jabatan terakhir).</p><br /><p align="justify">b. Mengarahkan jalannya wawancara, agar tidak melenceng dari topik permasalahan yang dibicarakan.</p><br /><p align="justify">c. Pertanyaan pewawancara harus jelas, singkat dan mudah dimengerti oleh orang yang diwawancarai atau oleh pemirsa, baik di rumah maupun di studio.</p><br /><p align="justify">d. Pewawancara harus mampu menerjemahkan pendapat orang yang diwawancarai dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh pemirsa.</p><br /><p align="justify">e. Usahakan pertanyaan pewawancara bersifat informatif, investigatif dan argumentatif, terutama dalam wawancara tak langsung.</p><br /><p align="justify">f. Pewawancara berhak memotong jalannya wawancara, apabila dari orang yang diwawancarai menyimpang dari topik yang dibicarakan.</p><br /><p align="justify">g. Pewawancara harus menyimpulkan hasil pembicaraan yang berlangsung dalam wawancara ketika wawancara sudah berakhir.</p><br /><p align="justify"><strong>6. Pelaksanaan Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Dalam pelaksanaan wawancara, pewawancara harus berperan aktif dan agresif dalam saat-saat tertentu. Maksudnya pewawancara harus mampu mengantisipasi jawaban serta mempunyai ketajaman berpikir dalam menangkap jawaban yang terlontar. </p><br /><p align="justify">Ketika melakukan wawancara dengan beberapa pakar yang ada, pewawancara harus mampu membagi pertanyaan yang tepat kepada orang yang tepat pula dengan pertanyaan itu. </p><br /><p align="justify">Pewawancara harus menjadi pendengar yang baik dan kritis, juga siap mengadakan “interupsi’ atas jawaban yang muncul. Dalam setiap proses wawancara, pewawancara harus memilah pertanyaan secara umum yang hanya sekadar mengorek dan menggali informasi bagi pemirsa serta pertanyaan khusus yang mempunyai maksud untuk menggali pendapat orang yang diwawancarai. </p><br /><p align="justify">Semua itu perlu dilakukan oleh pewawancara, agar isi wawancara lebih komprehensif, komunikatif dan hasil akhirnya juga bermanfaat bagi kepentingan pemirsa. Pewawancara adalah faktor penentu, agar wawancara yang sedang berjalan menarik perhatian pemirsa. </p><br /><p align="justify">Wawancara yang baik ialah apabila dalam proses pelaksanaannya selalu ‘hidup”. Artinya, dalam mengungkapkan pertanyaan seorang pewawancara disambut secara antusias oleh orang yang diwawancarai. Dalam hal ini, pewawancara hanya berfungsi sebagai “pelempar bola”. </p><br /><p align="justify">Jalannya wawancara bisa berlangsung searah, dalam artian, pewawancara telah menentukan pertanyaan yang berbeda-beda bagi setiap orang yang akan diwawancarai. </p><br /><p align="justify">Tetapi biasanya wawancara akan lebih menarik, apabila dilakukan dengan gaya diskusi. Maksudnya, pertanyaan yang dijawab oleh seorang pakar, dikomentari oleh pakar lain yang juga hadir dalam wawancara tersebut (wawancara tak langsung) dengan sudut pandang yang berbeda, bisa bersifat pro ataupun kontra atas jawaban itu.</p><br /><p align="justify">Pewawancara bukan seorang introgator terhadap nara sumber. Pewawancara adalah seorang komunikator yang mampu menjalin hubungan komunikasi dalam bentuk tanya jawab yang kritis sehingga nara sumber dengan sepenuh hati menjawab pertanyaan-pertanyaan.</p><br /><p align="justify">Pewawancara dalam interaksinya menempatkan diri dalam posisi sebagai orang yang bersebrangan tapi bukan berlawanan. Bersebrangan dalam pengertian menanyakan masalah yang menjadi topik pembicaraan dengan kritas dan rasional dan tidak untuk menjatuhkan nara sumber tetapi mengorek persoalan yang dibahas lebih dalam dan lebih menarik lagi.</p><br /><p align="justify">Selama wawancara berlangsung nara sumber akan merasa senang bila setiap jawabannya ditanggapi dengan kritis dan akan lebih nmerasa dihargai lagi kalau pewawancara berlaku sopan tanpa didasari apriori.</p><br /><p align="justify">Pewawancara hendaknya selalu “cool” dan tidak mencla mencle, dari satu persoalan ke persoalan lain yang tidak ada hubungannya dengan persoalan pokok. </p><br /><br /><p align="justify"><strong>7. Pemirsa</strong></p><br /><p align="justify">Pemirsa adalah unsur terpenting yang juga termasuk dalam siklus wawancara televisi (di studio maupun di rumah). Pemirsa yang menyaksikan acara wawancara terbagi dalam berbagai kelas sosial yang berbeda-beda (atas, menengah, bawah). </p><br /><p align="justify">Ada beberapa topik dalam wawancara tertentu hanya dianggap menarik oleh salah satu dari ketiga kelas sosial tersebut. Tetapi sering pula terjadi, satu topik wawancara dianggap menarik bagi ketiga lapisan sosial itu. Dalam hal ini, pemirsa mengambil posisi sebagai orang atau individu yang ingin mengetahui informasi atau topik yang dibicarakan dalam wawancara. </p><br /><p align="justify">Pemirsa tentu berharap agar hasil wawancara dapat menguntungkan posisinya sebagai tambahan referensi dirinya untuk bersikap dan berperilaku atas komentar/opini yang keluar dari jalannya wawancara tersebut. </p><br /><p align="justify">Satu hal yang cukup penting ialah, pemirsa akan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas terhadap satu masalah yang dikemas dalam topik wawancara itu.</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-78742858206182715362009-09-12T01:54:00.000-07:002009-10-27T07:03:32.070-07:00Jenis-jenis Wawancara<p align="center"><strong>10. Pokok Bahasan : Jenis-jenis Wawancara</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Sikap Dasar Jurnalis TV, agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase di Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><p align="justify">Jenis-Jenis Wawancara Televisi </p><br /><p align="justify">Wawancara merupakan tanya jawab antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Pewawancara berusaha menggali sebanyak mungkin dari nara sumber dengan cara bertanya dan berdialog.</p><br /><p align="justify">Pewawancara adalah "tuan rumah (host) yang ingin tahu". Nara sumber sadar bahwa ia memang diminta untuk berbagi informasi. </p><br /><p align="justify">Untuk menjadi host yang baik hendaknya bersikap menghargai nara sumber sebagai tamu agar informasi-informasi yang dibutuhkan diperolehnya. Sementara nara sumber dengan sadar pula menyampaikannya tanpa tekanan. Pastikan bahwa nara sumber merasa bebas untuk bicara. Terima perilaku nara sumber aneh sekalipun. Untuk menjadi pewawancara yang baik dibutuhkan ketrampilan dan pendekatan yang simpatik. Itulah host yang baik.</p><br /><p align="justify">Wawancara televisi merupakan salah satu program acara yang mempunyai nilai informasi yang tinggi tetapi kurang memiliki daya tarik untuk ditonton oleh sementara lapisan pemirsa. </p><br /><p align="justify">Dalam wawancara televisi ada beberapa hal penting yang perlu diketahui, yaitu :</p><br /><p align="justify">1. Pewawancara (interviewer/host).</p><br /><p align="justify">2. Orang yang diwawancarai (interviewee/nara sumber).</p><br /><p align="justify">3. Topik atau tema wawancara.</p><br /><p align="justify">4. Jenis Wawancara.</p><br /><p align="justify">5. Pedoman Wawancara Televisi.</p><br /><p align="justify">6. Pelaksanaan Wawancara.</p><br /><p align="justify">7. Pemirsa</p><br /><p align="justify"><strong> 1. Pewawancara (interwiewer/host)</strong></p><br /><p align="justify">Pewawancara adalah orang (reporter) yang mendapat tugas atau berfungsi untuk mewawancarai tokoh atau figur tertentu yang mempunyai bidang keahlian khusus ataupun masyarakat awam yang disebut sebagai nara sumber.</p><br /><p align="justify">Dalam melakukan wawancara, interviewer mempunyai tanggung jawab penuh untuk membuat daftar pertanyaan. Dalam hal ini, pewawancara berfungsi sebagai “suara pemirsa”. </p><br /><p align="justify">Pewawancara adalah orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang berbagai hal, terutama topik yang akan diangkat dalam wawancara. Tetapi ketika proses wawancara berlangsung, pewawancara harus berperan sebagai orang yang “pura-pura tidak tahu”. Hal ini perlu dilakukan agar wawancara yang berlangsung, benar-benar informatif dan argumentatif dalam menggali pertanyaan serta mendapatkan jawaban. </p><br /><p align="justify">Pertanyaan yang dilontarkan harus jelas, tegas, tepat serta terarah pada topik, dan yang tak kalah pentingnya ialah, pewawancara harus mampu mengejawantahkan jawaban “canggih” yang keluar dari mulut nara sumber (interviewee) untuk itulah, perlu sekali sebelum melakukan wawancara pewawancara (interviewer) menyusun daftar pertanyaan sekomunikatif mungkin,</p><br /><p align="justify">Interviewer berhak meng-cut jawaban orang yang diwawancarai apabila dianggap keluar dari topik yang dibicarakan. Dalam hal ini, pewawancara harus mampu mengarahkan jalannya wawancara. </p><br /><p align="justify">Hal penting yang harus dilakukan oleh pewawancara adalah memberikan kesimpulan dari topik yang dibicarakan setelah selesai mengadakan wawancara agar pemirsa maupun orang yang diwawancarai mempunyai gambaran yang jelas dari hasil wawancara.</p><br /><p align="justify"><strong>2. Orang yang diwawancarai (interviewee)</strong></p><br /><p align="justify">Pada umumnya orang yang diajak wawancara televisi adalah para pakar atau orang yang memiliki prestasi maupun otoritas di masyarakat dengan keahliannya di bidang tertentu untuk mengupas topik (masalah) yang sedang hangat di masyarakat. </p><br /><p align="justify">Adapun tujuan wawancara ialah :</p><br /><p align="justify">a. Mendapatkan informasi yang lengkap</p><br /><p align="justify">b. Menggorek opini.</p><br /><p align="justify">c. Menggali data dan fakta atas topik yang dibicarakan. </p><br /><p align="justify">Posisi orang yang diwawancarai biasanya lebih penting dibanding pewawancara. Wawancara akan menjadi hidup apabila pewawancara mempunyai kemampuan bertanya dengan model investigasi dan argumentatif.</p><br /><p align="justify">Selain pakar, wawancara televisi terkadang juga menghadirkan masyarakat awam.</p><br /><p align="justify">Kehadiran masyarakat awam dalam proses wawancara, bertujuan :</p><br /><p align="justify">a. Mengetahui persepsi masyarakat awam tentang topik yang dibicarakan (biasanya topik itu berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari).</p><br /><p align="justify">b. Mendengarkan keluhan dan tanggapan orang awam terhadap topik yang dibicarakan dalam realitas sosial. </p><br /><p align="justify">Dalam hal ini, jawaban atau opini orang awam yang diwawancarai berfungsi melengkapi jawaban dari para pakar. Selain itu juga mencerminkan pendapat pemirsa, baik di studio maupun di rumah.</p><br /><p align="justify"><strong>3. Topik Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Topik wawancara adalah satu gejala atau masalah sosial yang sedang hangat terjadi dalam kehidupan masyarakat serta menyangkut kepentingan umum. </p><br /><p align="justify">Topik wawancara akan sangat mempengaruhi daya tarik pemirsa dalam menonton acara wawacara itu. Topik wawancara televisi pada umumnya mengangkat tema-tema yang sedang terjadi dalam masyarakat. Untuk itulah topik wawancara harus memenuhi unsur :</p><br /><p align="justify">a. Aktualitas</p><br /><p align="justify">b. Universalitas</p><br /><p align="justify">c. Penting bagi kepentingan umum. </p><br /><p align="justify">Topik wawancara menjadi begitu penting apabila sebelumnya dalam realitas sosial, topik tersebut meresahkan masyarakat. Sehingga dengan diangkatnya topik tersebut, pemirsa menjadi tahu dengan jelas posisi mereka terhadap masalah yang sedang terjadi.</p><br /><p align="justify"><strong>4. Jenis Wawancara </strong></p><br /><p align="justify"><strong>A. Wawancara Tak Langsung</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara tak langsung adalah proses wawancara dengan beberapa pakar atau orang awam tentang satu peristiwa yang sedang atau akan terjadi masyarakat. </p><br /><p align="justify">Pelaksanaan wawancara ini berlangsung di studio televisi. Daftar pertanyaan yang diajukan telah disusun terlebih dahulu oleh pewancara. Tetapi juga tidak tertutup kemungkinan muncul pertanyaan spontan untuk mengejar jawaban yang kurang lengkap atau tidak jelas. </p><br /><p align="justify">Wawancara tak langsung ini mempunyai tujuan, di antaranya ialah :</p><br /><p align="justify">a. Mengorek pendapat pakar atau orang awam terhadap satu peristiwa.</p><br /><p align="justify">b. Membentuk pendapat umum.</p><br /><p align="justify">c. Menginformasikan satu peristiwa dengan tepat, jelas dan benar.</p><br /><p align="justify"><strong>B. Wawancara Langsung</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara langsung ialah proses jalannya wawancara terhadap satu peristiwa yang sedang terjadi di tempat peristiwa tersebut berlangsung. Pertanyaan yang muncul dari pewawancara terkadang spontanitas. Orang yang menjadi objek wawancara ini ialah individu yang mengalami satu peristiwa di tempat kejadian atau orang tertentu yang mempunyai kaitan dengan peristiwa itu.</p><br /><p align="justify">Wawancara langsung ini lebih bersifat informatif dan hanya mengungkapkan fakta. Kalaupun muncul opini dari orang yang diwawancarai, hanya sekilas dan tidak mendalam. Hal ini terjadi karena keterbatasan waktu serta situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan bagi pewawancara untuk menggali lebih dalam peristiwa yang akan dilaporkan.</p><br /><p align="justify"><strong>C. Wawancara Ekslusif</strong></p><br /><p align="justify">Pada intinya, wawancara eksklusif tidak berbeda dengan wawancara pada umumnya. Namun persoalan yang paling mendasar dalam wawancara ekslusif dan perlu kita ketahui ialah :</p><br /><p align="justify">1. Orang yang diwawancarai biasanya <em>public figure</em> atau tokoh yang sedang digandrungi oleh dunia (artis, politikus maupun olahragawan) memberikan kesimpulan dari topik yang dibicarakan .</p><br /><p align="justify">2. Topik yang dibicarakan, menyangkut permasalahan sosial yang aktual maupun permasalahan pribadi yang cukup mendalam.</p><br /><p align="justify">3. Dalam wawancara, biasanya digunakan waktu yang khusus.</p><br /><p align="justify">4. Tempat melaksanakan wawancara, bisa di studio tetapi bisa juga dilakukan di rumah objek atau tokoh yang diwawancarai.</p><br /><br /><p align="justify">Tujuan wawancara eksklusif ini adalah :</p><br /><p align="justify">1. Memberikan informasi tentang gaya hidup tokoh tersebut kepada pemirsa.</p><br /><p align="justify">2. Meminta pendapat tokoh tersebut atas masalah yang berhubungan dengan human interest atau topik yang aktual.</p><br /><p align="justify">3. Mengimbau pemirsa untuk berbuat sesuatu atas masalah topik yang terjadi, sesuai komentar yang keluar dari tokoh tersebut. </p><br /><p align="justify">Wawancara eksklusif ini mempunyai daya tarik tinggi, apabila proses jalannya wawancara, juga ditampilkan cuplikan-cuplikan gaya hidup tokoh yang diangkat dalam perilakunya sehari-hari.</p><br /><p align="justify"><strong>5. Pedoman Wawancara Televisi</strong></p><br /><p align="justify">Dalam melakukan satu proses wawancara, pewawancara perlu mempersiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan topik wawancara, agar jalannya wawancara lebih menarik dan komunikatif. </p><br /><p align="justify">Adapun pedoman melakukan wawancara terdiri dari beberapa hal :</p><br /><p align="justify">a. Pewawancara harus memperkenalkan dan menjelaskan orang yang diwawancarai (nama, status dan jabatan terakhir).</p><br /><p align="justify">b. Mengarahkan jalannya wawancara, agar tidak melenceng dari topik permasalahan yang dibicarakan.</p><br /><p align="justify">c. Pertanyaan pewawancara harus jelas, singkat dan mudah dimengerti oleh orang yang diwawancarai atau oleh pemirsa, baik di rumah maupun di studio.</p><br /><p align="justify">d. Pewawancara harus mampu menerjemahkan pendapat orang yang diwawancarai dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh pemirsa.</p><br /><p align="justify">e. Usahakan pertanyaan pewawancara bersifat informatif, investigatif dan argumentatif, terutama dalam wawancara tak langsung.</p><br /><p align="justify">f. Pewawancara berhak memotong jalannya wawancara, apabila dari orang yang diwawancarai menyimpang dari topik yang dibicarakan.</p><br /><p align="justify">g. Pewawancara harus menyimpulkan hasil pembicaraan yang berlangsung dalam wawancara ketika wawancara sudah berakhir.</p><br /><p align="justify"><strong>6. Pelaksanaan Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Dalam pelaksanaan wawancara, pewawancara harus berperan aktif dan agresif dalam saat-saat tertentu. Maksudnya pewawancara harus mampu mengantisipasi jawaban serta mempunyai ketajaman berpikir dalam menangkap jawaban yang terlontar. </p><br /><p align="justify">Ketika melakukan wawancara dengan beberapa pakar yang ada, pewawancara harus mampu membagi pertanyaan yang tepat kepada orang yang tepat pula dengan pertanyaan itu. </p><br /><p align="justify">Pewawancara harus menjadi pendengar yang baik dan kritis, juga siap mengadakan “interupsi’ atas jawaban yang muncul. Dalam setiap proses wawancara, pewawancara harus memilah pertanyaan secara umum yang hanya sekadar mengorek dan menggali informasi bagi pemirsa serta pertanyaan khusus yang mempunyai maksud untuk menggali pendapat orang yang diwawancarai. </p><br /><p align="justify">Semua itu perlu dilakukan oleh pewawancara, agar isi wawancara lebih komprehensif, komunikatif dan hasil akhirnya juga bermanfaat bagi kepentingan pemirsa. Pewawancara adalah faktor penentu, agar wawancara yang sedang berjalan menarik perhatian pemirsa. </p><br /><p align="justify">Wawancara yang baik ialah apabila dalam proses pelaksanaannya selalu ‘hidup”. Artinya, dalam mengungkapkan pertanyaan seorang pewawancara disambut secara antusias oleh orang yang diwawancarai. Dalam hal ini, pewawancara hanya berfungsi sebagai “pelempar bola”. </p><br /><p align="justify">Jalannya wawancara bisa berlangsung searah, dalam artian, pewawancara telah menentukan pertanyaan yang berbeda-beda bagi setiap orang yang akan diwawancarai. </p><br /><p align="justify">Tetapi biasanya wawancara akan lebih menarik, apabila dilakukan dengan gaya diskusi. Maksudnya, pertanyaan yang dijawab oleh seorang pakar, dikomentari oleh pakar lain yang juga hadir dalam wawancara tersebut (wawancara tak langsung) dengan sudut pandang yang berbeda, bisa bersifat pro ataupun kontra atas jawaban itu.</p><br /><p align="justify">Pewawancara bukan seorang introgator terhadap nara sumber. Pewawancara adalah seorang komunikator yang mampu menjalin hubungan komunikasi dalam bentuk tanya jawab yang kritis sehingga nara sumber dengan sepenuh hati menjawab pertanyaan-pertanyaan.</p><br /><p align="justify">Pewawancara dalam interaksinya menempatkan diri dalam posisi sebagai orang yang bersebrangan tapi bukan berlawanan. Bersebrangan dalam pengertian menanyakan masalah yang menjadi topik pembicaraan dengan kritas dan rasional dan tidak untuk menjatuhkan nara sumber tetapi mengorek persoalan yang dibahas lebih dalam dan lebih menarik lagi.</p><br /><p align="justify">Selama wawancara berlangsung nara sumber akan merasa senang bila setiap jawabannya ditanggapi dengan kritis dan akan lebih nmerasa dihargai lagi kalau pewawancara berlaku sopan tanpa didasari apriori.</p><br /><p align="justify">Pewawancara hendaknya selalu “cool” dan tidak mencla mencle, dari satu persoalan ke persoalan lain yang tidak ada hubungannya dengan persoalan pokok. </p><br /><br /><p align="justify"><strong>7. Pemirsa</strong></p><br /><p align="justify">Pemirsa adalah unsur terpenting yang juga termasuk dalam siklus wawancara televisi (di studio maupun di rumah). Pemirsa yang menyaksikan acara wawancara terbagi dalam berbagai kelas sosial yang berbeda-beda (atas, menengah, bawah). </p><br /><p align="justify">Ada beberapa topik dalam wawancara tertentu hanya dianggap menarik oleh salah satu dari ketiga kelas sosial tersebut. Tetapi sering pula terjadi, satu topik wawancara dianggap menarik bagi ketiga lapisan sosial itu. Dalam hal ini, pemirsa mengambil posisi sebagai orang atau individu yang ingin mengetahui informasi atau topik yang dibicarakan dalam wawancara. </p><br /><p align="justify">Pemirsa tentu berharap agar hasil wawancara dapat menguntungkan posisinya sebagai tambahan referensi dirinya untuk bersikap dan berperilaku atas komentar/opini yang keluar dari jalannya wawancara tersebut. </p><br /><p align="justify">Satu hal yang cukup penting ialah, pemirsa akan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas terhadap satu masalah yang dikemas dalam topik wawancara itu.</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-7856983836988716242009-09-12T01:55:00.000-07:002009-10-27T07:02:08.763-07:00Klasifikasi WW Berita TV<p align="center"><strong>11. Pokok Bahasan : Klasifikasi WW Berita TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai : Klasifikasi WW Berita TV , agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teknik-teknik dan langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan melakukan reportase berita untuk Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki pengetahuan, kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput suatu peristiwa. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber ketika wawancara dan reportase berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan, dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci mengenaj hal-hal yang berkembang dalam diskusi dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa, dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><p align="justify">Wawancara yang Baik dan Benar.</p><br /><p align="justify">Walsh mengatakan kunci menuju wawancara yang baik adalah mendengarkan dengan baik. “Dalam wawancara, jika sdr tulus dan sumber tahu bahwa sdr mempunyai rasa sempati, mereka akan bicara. Sebagian besar dari keterampilan hanyalah “sifat terbuka” bagi apa yang ingin mereka katakan. Mike Fancher dari Seattle Times mengatakan bahwa wawancara yang baik adalah wartawan harus memungkinkan bagi sumber untuk menyatakan apa yang sebenarnya dipikirkan dari pada harus memikirkan apa yang harus dikatakan.</p><br /><p align="justify">Tiap wawanacara mempunai gaya tersendiri dalam berwawancara. Demikian pula tiap orang yang diwawancara tidak ada yang sama. Karena itu pewawancara harus mengembangkan berbagai kemampuan pribadinya agar wawancara yang dilakukannya itu berhasil. Wawancaraa bukanlah sesuatu yang dipelajari kemudian diterapkan begitu saja. Wawancara adalah suatu proses tertentu yang mengharuskan penafsiran dan penyesuaian terus menerus . Karena itu cara terbaik untuk belajar wawancara adalah dengan berwawancara sendiri.</p><br /><p align="justify">Kadang-kadang seorang wartawan muda merasa bahwa mengajukan pertanyaan yang benar itu susah , sebab khawatir pertanyaan itu mungkin akan menyinggung atau menyudutkan yang diwawancara. Oriana Fallaci, seorang wartawati Italia yang terkenal dengan wawancaranya mengatakan bahwa kesuksesannya dalam mewawancarai para pemimpin dunia mungkin karena ia berhasil mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah diajukan oleh wartawan-wartawan lain.</p><br /><p align="justify">“Ada wartawan yang berani hanya jika mereka menulis, jika mereka sendirian dengan mesin tiknya, tidak jika mereka sedang berhadapan dengan orang yang berkuasa. Mereka tidak pernah mengajukan pertanyaan seperti ini , “Tuan, karena anda seorang diktator, kita semua tahu bahwa anda korup. Berapa besar anda korup” </p><br /><p align="justify">Ajaibnya, para kepala pemerintahan, raja-raja dan para pemimpin gerilya terbuka pada Fallaci. Salah satu alasan untuk ini adalah anggapannya bahwa public berhak untuk mendapat jawaban dari hal yang ingin mereka ketahui dan keengganannya untuk disepelekan orang. Ketika juara tinju kelas berat Muhammad Ali membentak-bentak dalam menjawab pertanyaannya, Fallaci melempar mikrofon tape-recordernya ke muka sang juara. Alasan lain dari keefektifannya adalah “bakat keakrabannya” seperti yang dikemukakan seorang wartawan. “Dia dengan mudah membangun suasana kepercayaan dan kedekatan dan menciptakan kesan bahwa dia akan menceritakan pada sdr segalanya. Sebagai akibatnya, sdr merasa aman untuk melakukan yang sama padanya, “tulis Diana Loercher dalam The Christian Science Monitor.</p><br /><p align="justify"><strong>Prinsip Dasar.</strong></p><br /><p align="justify">Pengertian orisinil dari wawancara adalah pertemuan tatap muka. Wawancara melibatkan intertaksi verbal antara dua orang atau lebih, tetapi biasanya diprakarsai untuk suatu maksud khusus dan biasanya difokuskan pada suatu masalah khusus. Dalam hal ini wawancara berbeda dari konversasi biasa antar-teman. Pewawancara harus berusaha menjaga agar subyeknya tidak beralih dari masalah yang dibicarakan. Karena itu perlu ada control. Bagaimana wartawan bisa mengontrol wawancara? Itulah yang kadang-kadang jadi dilemma.</p><br /><p align="justify">Dengan tatap muka maka semua indera pewawancara dapat menyerap informasi, kata-kata, sekaligus penggambaran seseorang. Visi adalah pelengkap yang sangat penting dalam diskusi. Sdr dapat melihat ekspresi, gerakan, suasana, lingkungan. Sdr melihat mata orang, mata itu mampu bercerita banyak ketika sdr mengajukan pertanyaan. Apakah orang itu bergairah, apakah orang itu gelisah, tenang atau barangkali merasa terjebak dan berbohong. Semua ini akan membentuk pertanyaan atau arah dari pertanyaan wawancara. Wawancara tatap muka adalah cara yang paling langsung untuk mendapatkan informasi dari seseorang. Sdr dapat mencermati pakaian, gerak atau bahasa tubuh, ekspresi wajah. Misalnya wawancara di rumah seseorang. Kita dapat mencermati selera dan kerajinan orang itu dari cara menata rumahnya.</p><br /><p align="justify">Ada pula yang melakukan wawancara melalui telepon. Wawancara melalui telepon adalah bagaikan orang memakai topeng pada suatu pesta. Orang yang diwawancara secara fisik tersembunyi. Suatu wawancara telepon mungkin kurang dapat menyajikan seseorang secara utuh, walapun kita dapat mendengar irama, suara, ataupun keragu-raguannya.</p><br /><p align="justify">Ada beberapa prinsip dasar wawancara yaitu :</p><br /><p align="justify">Pertama,</p><br /><p align="justify">Dari definisinya, wawancara adalah sebuah konversasi atau perbincangan. Biasanya dilakukan antara dua orang dengan tujuan untuk mendapatkan informasi atas nama audiences yang tidak tampak . Konversasi ini biasanya berupa pertukaran informasi yang bisa mengasilkan sesuatu tingkat intelegensia yang tidak dapat dicapai oleh orang bila dilakukannya sendiri.</p><br /><p align="justify">Kedua,</p><br /><p align="justify">Dalam sebuah wawancara, tidaklah berarti bahwa wartawan harus banyak bicara . Yang baik justru kebalikannya. Namun wartawan mempunyai tanggungjawab yang serius untuk melakukan pekerjaan dalam mempersiapkan wawancara sehingga tingkat konversasi tidak seperti di tingkat taman kanak-kanak. Selanjutnya dianjurkan agar wartawan , dengan mata yang ditujukan pada kebutuhan dan kepentingan audienc yang tak tampak, akan menunjukkan macam pertanyaan yang akan mendapat jawaban yang sesuai untuk pembaca.</p><br /><p align="justify">Ketiga,</p><br /><p align="justify">Melalui sebuah wawancara, dianjurkan agar wartawan menjadi ahli setelah meneliti sebuah topik dengan mendalam. Dalam hal ini, orang akan lebih berterus terang jika sdr terbuka dan berterus terang.</p><br /><p align="justify"><strong>Prinsip Praktis</strong></p><br /><p align="justify">Selain prinsip-prinsip dasar tersebut , ada beberapa prinsip praktis lainnya yang layak dipertimbangkan untuk dipergunakan.</p><br /><p align="justify">1. Terbuka dan beri perhatian.</p><br /><p align="justify">Reportase, kata A.J Lebling, umumnya adalah menaruh perhatian pada setiap orang yang sdr jumpai. Sdr tidak harus menyukai setiap orang yang sdr wawancarai.</p><br /><p align="justify">2. Sdr akan menuai hasil dari apa yang sdr tanam.</p><br /><p align="justify">Pertanyaan yang bodoh sama dengan jawaban yang bodoh pula. Tipu dan kebohongan menghasilkann tipu dan kebohongan. Ketulusan membuahkan ketulusan.</p><br /><p align="justify">3. Orang akan bicara lebih bebas jika mereka senang.</p><br /><p align="justify">Sdr bisa membuat wawancara menyenangkan dengan cara mendengarkan sungguh-sungguh, dengan menghargai orang sebagai teman sesama, dengan tawa menyambut banyolan mereka, dengan mengajukan pertanyaan yang didasarkan pada persiapan matang sebelumnya dan dengan mendengarkan apa yang mereka katakan.</p><br /><p align="justify">4. Dalam konversasi sdr harus menambang berton-ton bijih untuk mendapatkan satu gram emas.</p><br /><p align="justify">Kebanyakan orang hanya omong. Mereka menjawab pertanyaan sdr sebisanya. Mereka tidak merasa perlu untuk bicara menurut bentuk cerita yang ingin sdr tulis. Tugas sdrlah untuk membentuk semuanya itu menjadi cerita yang enak dibaca.</p><br /><p align="justify">5. Wawancara dianggap berhasil bila yang diwawancara merasa bebas untuk mengatakan apa yang sebenarnya dipikirkan dan dirasakan.</p><br /><p align="justify">Ini berarti bahwa sdr harus mendengarkan tanpa rasa ingin mengadili, yang berarti berusaha mengerti pesan dari sudut pandang orang lain. Dengan melakukan ini bisa dihilangkan sikap ketidaktulusan. Defensive yang berlebihan, kebohongan, dan kepalsuan, yang menurut seorang ahli psikoterapi Carln Rogers, sebagai “ciri kegagalan dalam komunikasi pribadi”.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Sepuluh Tahap Wawancara.</strong></p><br /><p align="justify">Prinsip dasar dan prinsip praktis sebuah wawancara memang ditujukan untuk mempersiapkan sebuah wawancara yang sesungguhnya. Namun prinsip-prinsip tersebut tidak “berhenti” ketika sang wartawan sedang atau sudah selesai mewawancarai seorang nara sumber . Prinsip-prinsip wawancara tersebut juga dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan sebuah wawancara, karena pada dasarnya sebuah wawancara hanyalah salahsatu alat utuk memperoleh kebenaran.</p><br /><p align="justify">Dalam pelaksanaan wawancara sendiri, sekurang-kurangnya seorang wartawan harus melewati dan menjalani sepuluh tahap atau tingkat, yaitu ;</p><br /><p align="justify">1. Jelaskan maksud wawancara. </p><br /><p align="justify">Wawancara tanpa tujuan yang jelas cenderung akan ngalor-ngidul tidak menentu. Tujuannya harus diketahui oleh kedua belah pihak.</p><br /><p align="justify">2. Lakukan riset latar belakang.</p><br /><p align="justify">Pelajari kliping Koran di perpustakaan tentang orang yang akan diwawancarai atau topic yang akan dibicarakan . Dalam banyak tulisan sdr harus menghubungi banyak orang. Sdr akan mewawancarai keluarga, teman, kolega, atau malah saingan dari orang yang sdr wawancara.</p><br /><p align="justify">3. Ajukan, biasanya melalui telepon , janji untuk wawancara.</p><br /><p align="justify">Jelaskan tujuannya. Bersiaplah untuk menjual gagasan tulisan sdr bila orang yang ingin sdr wawancarai itu tidak antusias.</p><br /><p align="justify">4. Rencanakan strategi wawancara sdr.</p><br /><p align="justify">Susun pertanyaan menurut rencana yang sdr ingin tanyakan. Dengan riset latar belakang seharusnya sdr tahu jalan terbaik untuk menuju suatu topik. Jika orang yang akan sdr hadapi itu dikenal sebagai pendiam atau suka mengelak , carilah sedapatnya tentang hobi , opini, minat dan lainnya sehingga bisa bicarakan bersama dengan topik yang ingin bahas.</p><br /><p align="justify">5. Temui responden sdr.</p><br /><p align="justify">Ulangi maksud wawancara. Perkenalkan diri dan jual gagasan sdr sekali lagi. Gunakan komentar-komentar untuk mencairkan suasana. Ice-breaker.</p><br /><p align="justify">6. Ajukan pertanyaan serius yang pertama.</p><br /><p align="justify">Mulailah dengan topic yang menguatkan ego orang yang diwawancara. Ciptakan suasana yang serasi dalam konversasi.</p><br /><p align="justify">7. Lanjutkan menuju inti dari wawancara.</p><br /><p align="justify">Dengarkan. Ajukan pertanyaan-pertanaan yang mendalam.</p><br /><p align="justify">8 Ajukan pertanyaan-pertanyaan keras (yang sensitive dan menyinggung) bilaperlu.</p><br /><p align="justify">Namun simpanlah pertanyaan-pertanyaan demikian untuk akhir wawancara.</p><br /><p align="justify">9. Pulihkan, bila perlu, dampak dari pertanyaan-pertanyaan keras itu.</p><br /><p align="justify">10. Akhiri dan simpulkan wawancara .</p><br /><p align="justify">Memang wawancara membutuhkan keberanian tersendiri., karena sdr bertemu dengan orang-orang yang tidak kenal dan berbicara tentang masalah yang sedikit saja sdr ketahui. Sdr menghadapi resiko disepelekan orang - atau dikritik tentang pakaian atau potongan rambut sdr. Tetapi tidak mengajukan pertanyaan adalah lebih buruk. Sdr tidak pernah akan tahu tentang hal-hal yang mungkin yang akan mengagumkan sdr. Kesemapatan untuk bertemu dengan orang-orang menarik pun akan hilang. Akhirnya dengan banyak bertanya, ada sebuah hadiah menanti; sdr belajar ; Belajar bukan hanya tentang fakta dan opini yang akan dipakai sebagai bahan tulisan, tetapi juga akan menambah pengetahuan. “Dia yang tertanya adalah orang bodoh untuk lima menit. Dia yang tidak bertanya adalah orang bodoh untuk selamanya”, tulis Ken Metzler dalam bukunya ; News gathering, yang mengutip pepatah Cina.</p><br /><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007.</div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-41801618073533537852009-09-12T01:56:00.000-07:002009-10-27T07:01:04.467-07:00Konferensi Pers/Jumpa pers.<p align="center"><strong>12. Pokok Bahasan : Konferensi Pers/Jumpa pers.</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Konferensi Pers /Jumpa pers agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya Konferensi Pers /Jumpa pers.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap ketika melakukan wawancara dan meliput Konferensi Pers/Jumpa pers. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase ketika Konferensi Pers/Jumpa pers berlangsung. </div></li></ol><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify">Konferensi Pers</p><br /><br /><p align="justify">Dalam rangka mempublikasikan atau menginformasikan sebuah kegiatan pada masyarakat luas, suatu lembaga seperti perusahaan , dipastikan membutuhkan bantuan media massa. Untuk itu perusahaan perlu mengadakan ‘Konferensi Pers’ atau ‘Jumpa Pers’ dengan mengundang sejumlah wartawan. Kegiatan ini sekaligus berfungsi sebagai ajang meningkatkan ‘citra positif’ suatu perusahaan.<br />Umumnya perusahaan yang melakukan kegiatan ini telah memahami praktek kehumasan profesional. Karena itu, umumnya kegiatan ini ditangani oleh Humas perusahaan yang bersangkutan.</p><br /><br /><p align="justify">Disamping perusahaan, juga lembaga-lembaga lain seperti organisasi politik, departemen-departemen, lembaga DPR-RI, MPR-RI dan lembaga-lembaga swadaya lainnya bahkan peroranganpun dapat melakukan konferensi pers. Konfereensi pers berati mengundang wartawan media cetak maupun elektronik guna mempublikasikan atau menginformasikan hal-hal yang dianggap penting pada masyarakat luas. Untuk lebih memungkinkan informasi itu sampai kepada masyarakat maka satu-satunya cara yang paling tepat yaitu mengadakan konperensi pers atau jumpa pers dengan para wartawan.</p><br /><br /><p align="justify">Konferensi pers perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, mulai dari pemilihan waktu, tempat dan wartawan yang diundang. Jika tidak terencana dengan matang, bisa-bisa jumpa pers tidak sesuai harapan alias gagal.</p><br /><br /><p align="justify">Bagi reporter yang ditugaskan menghadiri konfrensi pers perlu memperhatikan hal-hal berikut :</p><br /><p align="justify">- Siapa penyelenggara jumpa pers. Perseorangankah, organisasi, atau perusahaan dll.</p><br /><p align="justify">- siapa yang akan tampil sebagai narasumber.</p><br /><p align="justify">- Apakah pembicara memiliki ‘kredibilitas’ hingga jumpa pers itu lebih berbobot.<br /><br /></p><br /><p align="justify">Sementara pihak penyelenggara jumpa pers hendaknya mengirim undangan jumpa pers pada wartawan secepatnya sebelum acara diselenggarakan. Kirim lewat faks atau email. Setelah mengirim undangan, konfirmasikan lewat telepon untuk memastikan bahwa undangan telah terkirim. Jangan mengundang wartawan secara mendadak. Karena wartawan biasanya sudah memiliki jadwal acara lain. Kecuali untuk kasus-kasus yang sangat mendesak.</p><br /><br /><p align="justify">Penyelenggarakan jumpa pers sebaiknya di lokasi yang strategis dan terjangkau. Hindari jumpa pers di lokasi yang jauh, karena wartawan umumnya memiliki jadwal acara yang mengharuskan ia berada di dekat kota. Acara jumpa pers bisa diselenggarakan di hotel atau tempat-tempat pertemuan lainnya. Kalau ingin lebih santai, jumpa pers bisa diselenggarakan di rumah makan atau tempat yang cukup rileks lainnya di lokasi yang terjangkau.<br /><br />Bagi reporter berusahalah untuk on-time dalam menghadiri jumpa pers. Jika sudah ‘jam’ nya acara dimulai sebaiknya reporter sudah kumpul agar acara segera dimulai. Hal ini juga untuk menghargai waktu karena wartawan yang umumnya memiliki waktu yang sempit.</p><br /><p align="justify"><br />Bagi penyelengga jumpa pers, sebaiknya penyelenggaraan jumpa pers diadakan pada pagi hari. Karena kebanyakan wartawan masih bersemangat jika pagi hari. Kalau siang dan malam hari, wartawan sudah terlalu lelah mengerjakan tugas-tugas kewartawanan. Kecuali ada hal-hal yang sangat urgen, penting sekali maka jumpa pers akan selalu dipenuhi wartawan Hindari mengadakan jumpa pers di hari libur.<br /><br />- Persiapkan bahan atau data-data tertulis yang akurat, sebagai pelengkap laporan wartawan. Data tersebut bisa berbentuk press release, brosur, ataupun makalah. Tulislah siaran pers dengan ringkas dan padat. Jika diperlukan sertakan pula ilustrasi foto, gambar tabel atau grafik. Masukkan bahan-bahan tulisan tersebut dalam suatu map. Jika ingin memberikan cindera mata atau ‘uang transport’, kalau memang perlu, masukkan dalam amplop kemudian masukkan ke dalam map tadi sebagainmtanda terimakasih.</p><br /><br /><p align="justify">- Hindari jumpa pers satu arah, berikan kesempatan pada wartawan untuk bertanya dan berbicara. Tidak perlu gusar seandainya ada wartawan yang mengajukan pertanyaan di luar materi yang disiarkan.<br /><br />- Jangan sekalipun memberikan jawaban ‘no comment’ jika menanggapi pertanyaan wartawan. Karena jawaban ini bisa diartikan pembenaran atas pertanyaan wartawan. Berikan jawaban yang pasti dan jelas untuk menghindari kesimpangsiuran berita.<br /><br />Dengan merencanakan konferensi pers sebaik-baiknya, sebuah perusahaan akan terkesan lebih profesional. Selain memperoleh citra positif, perusahaan juga akan mendapatkan keuntungan dari pemberitaan para wartawan dari berbagai media.</p><br /><p align="justify">Penyelenggara jumpa pers hendaknya waspada terhadap oknum-oknum yang mengaku sebagai wartawan, sebab mereka mempergunakan peluang itu hanya untuk mencari ”amplop”. Dan kalau tidak diberi mereka memaksa dengan cara melakukan tekanan bahwa berita yang akan dibuat tidak akan diterbitkan. Biasana mereka datang secara berekelompok.<br /><br /></p><br /><p align="justify">Bagi reporter yang ditugaskan untuk menghadiri jumpa pers hendaknya bersikap ingin serba tahu dengan mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar serta keingin tahuan yang lebih pokok yaitu mengetahui latar belakang masalah yang disampaikan dalam jumpa pers.</p><br /><p align="justify">Jumpa pers olah raga.<br />Jumpa pers di lingkungan olahraga adalah suatu hal yang lumrah jika tak mau dibilang wajib di area profesionalisme. Yang jelas, jumpa pers bisa meluruskan kabar burung di luaran, menyebarkan informasi yang benar kepada publik, atau bisa juga menyampaikan kesan atau pujian yang diharapkan membuai mental lawan. Yang pasti, banyak kegunaannya, terutama dalam menghemat waktu.<br /><br />Tapi jumpa pers memang suatu hal yang masih agak asing di Indonesia. Mulai dari pemerintah sampai pihak swasta seperti alergi bila dengar kata pers. Beruntung, sedikit demi sedikit, lembaga kepresidenan mulai giat melakukan itu. Praktek wartawan amplop kadang masih muncul kendati di bawah tangan. Artinya, jika penyelenggara, terutama swasta, memanggil pers tanpa ada kemungkinan memberi uang, bisa jadi pers tak akan datang. Atau datang, tetapi kemudian berita tak dimuat.<br /><br />Coba sekali-kali perhatikan acara gosip di tv. Pasti isi berita sama, tetapi artis akan bicara dalam kesempatan berbeda, tergantung rumah produksi atau stasiun televisinya. Kenapa artis itu tak mengadakan jumpa pers saja jika ada isu utama, sehingga tak membuang waktu hanya untuk memberi kabar yang sama kepada pers demi pers di waktu berbeda.</p><br /><br /><p align="justify">Konferensi pers kerap diadakan oleh oleh kelompok-kelompok yang sedang menghadapi masalah prinsip seperti masalah keyakinan. Hal itu dapat kita lihat dari perkembangan kasus keberadaan ”Ahmadiyah” yang dianggap telah keluar dari aqidah Islam.</p><br /><p align="justify">Dari kemelut itu terjadi silang pendapat antara MUI dan Departemen Agama seperti terlihat dari release yang dikeluarkan oleh MUI setelah mengadakan konferensi pers.</p><br /><p align="justify">Dalam konferensi pers itu KH. Kiai Cholil mengatakan, ke 12 pernyataan tentang rujuknya Ahmadiyah itu cuma permainan saja. Menurutnya, semua butir pernyataan tersebut tidak keluar dari pihak Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) sendiri, tapi murni rumusan Kabalitbang Depag, Atho Mudzhar.</p><br /><p align="justify">“Itu hanya konspirasi. Atho Mudzhar yang bikin itu, lalu ditawarkan ke Ahmadiyah untuk ditandatangani,” ujar Cholil Ridwan kepada para wartawan.</p><br /><p align="justify">Kiai Cholil melanjutkan, sebenarnya Atho Mudhzar sudah berjanji untuk memberikan ke 12 butir pernyataan itu kepada MUI untuk dipertimbangkan sebelum dibahas di Rapat Bakor PAKEM. Tapi nyatanya, MUI baru mendapat salinan pernyataan itu kemarin malam. Sedang esok paginya (tadi pagi 15/1, red) Balitbang Depag sudah langsung mengadakan jumpa pers. Lalu siangnya, Bakor Pakem rapat dan langsung mengumumkan hasilnya.</p><br /><p align="justify">Itulah sekelumit perbedaan pendapat antara MUI dan Depag</p><br /><p align="justify">Yang dalam perbedaan tersebut kedua belah pihak kerap mengndang wartawan dalam konferensi peres untuk mendapatkan tanggapan dari masyarakat </p><br /><p align="justify">Cholil mengatakan, dirinya sudah mencium adanya ketidakinginan dari pemerintah untuk melarang dan membubarkan Ahmadiyah. Sebab pada akhir pekan lalu, dirinya bersama Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin diundang rapat dadakan soal Ahmadiyah di rumah Wakil Presiden. Rapat dadakan itu juga dihadiri Menteri Agama, Kabalitbang Depag, juga Deputi Seswapres Bidang Kesra, Azyumardi Azra.</p><br /><p align="justify">Pada rapat itu Atho Mudzhar menawarkan 12 pernyataan itu. MUI keberatan, karena tidak ada satu butir pun dari pernyataan itu yang dengan tegas menyatakan pengingkaran Ahmadiyah terhadap kenabian Mirza Ghulam Ahmad.</p><br /><p align="justify">Cholil juga menilai beberapa butir pernyataan itu bersifar karet. Seperti pada butir ke 5 pasal a. Bunyinya, Tidak ada wahyu syariat setelah Al-Qur’anul Karim yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut Cholil, ini bisa saja ditafsirkan, bahwa para pengikut Ahmadiyah mengakui tidak ada wahyu syariat yang turun setelah Nabi Muhammad. Tapi mereka tetap meyakini wahyu yang tidak bersifat syariat yang dibawa Mirza Ghulam.</p><br /><p align="justify">Cholil juga mempermasalahkan poin yang menyebutkan masalah baiat Ahmadiyah. Di situ sebutkan, bahwa yang maksud “Rasulullah” dalam 10 baiat JAI adalah Muhammad. Tapi mereka tidak mengatakan Mirza Ghulam itu bukan Nabi. “Hal itulah yang dimaksud pasal karet,” tegas Cholil.</p><br /><p align="justify">Cholil juga mempermasalahkan beberapa nama yang ikut dalam penandatangan pernyataan JAI tersebut. “Seperti Azyumardi Azra, dia kan orang liberal. Lalu Agus Miftah. Ada urusan apa dia ngurusin ini?”</p><br /><p align="justify">Cholil menambahkan, Amin Djamaluddin, dari Komisi Pengkajian dan Pengembangan MUI menyatakan siap untuk debat terbuka dengan Atho Mudzhar dan siapa pun juga tentang masalah kesesatan Ahmadiyah ini.</p><br /><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Askurifai Baksin. Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktek . Penerbit Simbiosa Rekatama Media. Bandung Th. 2006. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Prof.drs. H.A.W. Widjaja. Ilmu Komuiniasi. Pengantar Studi. Reneka CiptaJakarta. 1988 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sudirman Teba. Jurnalistik Baru. Penerbit Kalam Indonesia. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">R. Fadli. Terampil Wawancara. Panduan untuk Talk Show. PT. Grasindo Th. 2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Tim Redaksi LP3ES. Jurnalisme, antara Peristiwa dan Ruang Publik. LP3ES. Th. 2006 </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-75587466649032768602009-09-12T01:58:00.000-07:002009-10-27T07:00:38.271-07:00Konflik Sosial dan Jurnalisme Damai<p align="center"><strong>13. Pokok Bahasan : Konflik Sosial dan Jurnalisme Damai</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Konflik Sosial dan Jurnalisme Damai, agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya wawancara dan reportase di Media TV.</p><br /><p align="justify"><strong>Tujuan Instruksi Umum :</strong></p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><p align="justify">1. Memperoleh pengertian dan pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Konflik Sosial dan Jurnalisme Damai</p><br /><p align="justify">2. Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </p><br /><p align="justify"><strong>Metode Pengajaran :</strong></p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><p align="justify"><strong>Konflik Sisial dan Jurnalisme Damai</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Konflik</strong> berasal dari kata kerja <a title="Bahasa Latin" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Latin">Latin</a> <em>configere</em> yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.</p><br /><p align="justify">Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.</p><br /><p align="justify">Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Interaksi" title="Interaksi">interaksi</a>. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat">masyarakat</a>.</p><br /><p align="justify">Konflik bertentangan dengan <a title="Integrasi sosial" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial">integrasi</a>. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Faktor penyebab konflik</span></h2><br /><p align="justify">Setiap <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia" title="Manusia">manusia</a> adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.</p><br /><p align="justify"><strong>Perbedaan latar belakang</strong> <strong><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan" title="Kebudayaan">kebudayaan</a></strong><strong> .</strong></p><br /><p align="justify">Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian <a title="Kelompok sosial" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kelompok_sosial">kelompoknya</a>. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.</p><br /><p align="justify"><strong>Perbedaan kepentingan.</strong></p><br /><p align="justify">Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan" title="Kebudayaan">kebudayaan</a> yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan" title="Hutan">hutan</a>. Para tokoh <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat" title="Masyarakat">masyarakat</a> menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.</p><br /><p align="justify">Para <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Petani" title="Petani">petani</a> menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau <a title="Ladang (belum dibuat)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ladang&action=edit&redlink=1">ladang</a>. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan.</p><br /><p align="justify">Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Politik" title="Politik">politik</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi" title="Ekonomi">ekonomi</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sosial" title="Sosial">sosial</a>, dan budaya.</p><br /><p align="justify">Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.</p><br /><p align="justify"><strong>Perubahan-perubahan</strong> <strong><a title="Nilai sosial" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial">nilai</a></strong><strong> .</strong></p><br /><p align="justify">Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Industri" title="Industri">industri</a>.</p><br /><p align="justify">Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam <a title="Organisasi sosial (belum dibuat)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organisasi_sosial&action=edit&redlink=1">organisasi</a> formal <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan" title="Perusahaan">perusahaan</a>.</p><br /><p align="justify">Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Jenis-jenis konflik</span></h2><br /><p align="justify">Menurut <a title="Dahrendorf (belum dibuat)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dahrendorf&action=edit&redlink=1">Dahrendorf</a>, konflik dibedakan menjadi 4 macam :</p><br /><p align="justify">Konflik antara atau dalam <a title="Peran sosial (belum dibuat)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Peran_sosial&action=edit&redlink=1">peran sosial</a> (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))</p><br /><p align="justify">Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).</p><br /><p align="justify">Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).</p><br /><p align="justify">Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).</p><br /><h2 style="line-height: 150%;" align="justify"><span style="font-size:100%;">Akibat konflik</span></h2><br /><p align="justify">Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (<em>ingroup</em>) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.</p><br /><p align="justify">Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.</p><br /><p align="justify">Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.</p><br /><p align="justify">Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.</p><br /><p align="justify">Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.</p><br /><p align="justify"> Contoh konflik</p><br /><p align="justify"><a title="Konflik Vietnam" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Vietnam"><span style="color:#000000;">Konflik Vietnam</span></a> berubah menjadi <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Perang" title="Perang"><span style="color:#000000;">perang</span></a>.</p><br /><p align="justify"><a title="Konflik Timur Tengah (belum dibuat)" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Konflik_Timur_Tengah&action=edit&redlink=1"><span style="color:#000000;">Konflik Timur Tengah</span></a> merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan" title="Kekerasan"><span style="color:#000000;">kekerasan</span></a>. hal ini dapat dilihat dalam konflik <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Israel" title="Israel"><span style="color:#000000;">Israel</span></a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Palestina" title="Palestina"><span style="color:#000000;">Palestina</span></a>. Konflik Katolik-Protestan di <a title="Irlandia Utara" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Irlandia_Utara"><span style="color:#000000;">Irlandia Utara</span></a> memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.</p><br /><p align="justify">Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ras" title="Ras"><span style="color:#000000;">ras</span></a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Etnis" title="Etnis"><span style="color:#000000;">etnis</span></a>. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kosovo" title="Kosovo"><span style="color:#000000;">Kosovo</span></a>), konflik di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rwanda" title="Rwanda"><span style="color:#000000;">Rwanda</span></a>, dan konflik di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kazakhstan" title="Kazakhstan"><span style="color:#000000;">Kazakhstan</span></a>.</p><br /><p align="justify"><strong>Jurnalisme Perang dan Jurnalisme Damai.</strong></p><br /><p align="justify">Jurnalisme Damai (JD) awalnya dipopulerkan oleh Prof.Dr.Johan Galtung dalam sebuah kuliah di Taplow Court, Buckingham Shire, Inggris (1997). Model jurnalisme ini mengambil bentuk yang berlawanan dengan Jurnalime Perang ( JP).</p><br /><p align="justify">Masih jelas terlintas dibenak semua orang, perang Irak yang dimulai tahun 2003 lalu. Waktu itu, Amerika Serikat (AS) bersama sekutunya, Inggris, menyerang pemerintahan Saddam Hussein. Dengan dalih, Irak menyimpan senjata nuklir yang konon mengancam dunia. Pasukan Koalisi (AS, Inggris dan sekutunya) lalu memporakporandakan negeri 1001 malam itu.</p><br /><p align="justify">Namun, perang tidak hanya terjadi di padang pasir atau kota-kota di Irak. Perang pun terjadi di televisi. CNN, Fox News dan NBC “bertempur” habis-habisan melawan televisi Al - Jazeera dan Al -`Arabiyya untuk merebut opini publik.</p><br /><p align="justify">Media-media AS, terang-terangan membela kebijakan politik George W. Bush. Bahkan media-media itu berusaha menggiring penontonnya ke diskursus "starwars". Dimana kecanggihan perlengkapan perang menjadi fokus utama mereka. Penonton "dihipnotis" seolah-seolah perang hanya pertarungan kecanggihan teknologi, tanpa ada korban dari sipil. Tujuan utamanya jelas, agar penonton mendukung perang Irak.</p><br /><p align="justify">Di sisi berbeda, Al - Jazeera mengangkat pemberitaan korban perang sebagai fokus utama. Cuplikan-cuplikan gambar korban-korban bom AS, memberikan kesan sesungguhnya kepada penonton tentang perang. Al- Jazeera juga menampilkan kekalahan-kekalahan pihak koalisi. Tujuannyapun jelas, membangun semangat anti invasi.</p><br /><p align="justify">Belajar dari Perang Teluk pertama, ketika Irak menginvasi Kuwait. Petinggi militer AS telah menyadari pentingnya peran media. Waktu itu, AS memakai sistem pool : wartawan dikumpulkan dalam satu pool, lalu ia meliput dengan bantuan militer. Fenomena itu disebut embded journalist yaitu wartawan “melekat” di dalam militer.</p><br /><p align="justify">Di Indonesia model embded journalist itu pernah terjadi ketika Operasi Darurat Militer II di Aceh tahun 2003. Wartawan yang akan meliput di Aceh diharuskan mengikuti pelatihan militer di markas Kostrad. Bahkan wartawan diwajibkan mengenakan seragam loreng-loreng, tak beda dari tentara sungguhan. Diduga tujuan militer mengeluarkan kebijakan ini, agar wartawan lebih bisa “dikontrol”. Terutama agar berita yang dipublikasikannya tidak "menyudutkan" pemerintahan yang berkuasa. Jelaslah media, menjadi bagian penting dalam perang.</p><br /><p align="justify">Kembali ke Jurnalime Perang (JP) . Model jurnalisme ini lebih mengedepankan pada hasil menang kalah <em>(win - lose solutions).</em> Seperti pertandingan olahraga, maka kemenangan merupakan berita besar, begitu pula kekalahan. Logika pemikiran ini diambil dari teori jurnalistik klasik, yang dasarnya, tugas wartawan adalah,“melaporkan fakta apa adanya.”</p><br /><p align="justify">Dalam arena konflik, seperti di Poso, Pontianak dan Ambon. Model JP cenderung terfokus pada kekerasan sebagai penyebabnya dan enggan menggali asal-usul struktural sebuah konflik itu secara mendalam. JP hanya berkosentrasi pada fakta-fakta seperti korban tewas atau terluka, kerusakan material yang kelihatan, bukan kerusakan psikologis, struktur atau budaya. Model JP ini menyelesaika konflik dengan rumus, perdamaian = kemenangan + genjatan senjata.</p><br /><p align="justify">Model perdamaian ala JP sebenarnya tidak lebih dari bom waktu. Kelompok yang sedang “kalah” saat ini, akan menggunakan perdamaian untuk mengumpulkan kekuatan. Disaat kelompok yang “menang” lengah dan merasa di atas angin. Giliran kelompok yang “kalah” menyerang balik. Ini sama saja konflik tidak berakhir.</p><br /><p align="justify">Bagaimana dengan Jurnalisme Damai (JD)? Menurut Annabel McGoldrick dan Jake Lynch (2000), Jurnalisme Perdamaian (JD) melaporkan sesuatu kejadian dengan bingkai yang lebih luas, yang lebih berimbang dan lebih akurat, yang didasarkan pada informasi tentang konflik dan perubahan-perubahan yang terjadi.</p><br /><p align="justify">Tujuan utamanya adalah memetakan konflik, mengindentifikasi pihak-pihak yang terlibat, dan menganalisis tujuan-tujuan mereka. Pendekatan JD adalalah memberikan jalan baru bagi pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan konflik secara kreatif dan tidak memakai jalan kekerasan. Prinsip ini disederhanakan dengan rumus, perdamaian = non - kekerasan + kreatifitas.</p><br /><p align="justify">Logika JD menggunakan pendekatan menang-menang ( win-win solutions) untuk menyelesaikan konflik. JD percaya, kreatifitas menjadi salah kuncinya. Caranya dengan menyediaan alternatif penyelesaikan konflik. Hal itu diyakini mampu mengurangi konflik sampai menuju titik perdamaian.</p><br /><p align="justify">Pers dalam logika ini berfungsi membangun debat publik yang sehat tentang kepentingan umum. Alur berpikir JD dimulai dari merumuskan (1) masalah (2)penyebab (3) alternatif penyelesaian (4) evaluasi alternatif (5) pilihan alternatif terbaik (6) sistem dan mekanisme pelaksanaan (7) evaluasi dan feedback. Menurut Prof.Dr.Johan Galtung, hikmah menjadi tujuan akhir dari model jurnalisme seperti ini.</p><br /><p align="justify">Hikmah menjadi bagian yang penting setiap konflik. Menyadari konflik fisik hanya menghasilkan penderitaan. Untuk menyadarkan itulah, dibutuhkannya Pers dengan Jurnalisme damainya.</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Askurifai Baksin. Jurnalistik Televisi, Teori dan Praktek . Penerbit Simbiosa Rekatama Media. Bandung Th. 2006. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Prof.drs. H.A.W. Widjaja. Ilmu Komuiniasi. Pengantar Studi. Reneka CiptaJakarta. 1988 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sudirman Teba. Jurnalistik Baru. Penerbit Kalam Indonesia. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">R. Fadli. Terampil Wawancara. Panduan untuk Talk Show. PT. Grasindo Th. 2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Tim Redaksi LP3ES. Jurnalisme, antara Peristiwa dan Ruang Publik. LP3ES. Th. 2006 </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-60839837816401090662009-09-12T01:59:00.000-07:002009-10-27T06:59:52.197-07:00Standard Operating Procedure<p align="center"><strong>14. Pokok Bahasan : Standard Operating Procedure</strong></p><br /><p align="center"><strong>Mata Kuliah : Teknik WW dan Reportase TV</strong></p><br /><p align="center"><strong>Dosen : Drs. Adi Badjuri MM</strong></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><br /><p align="justify">Deskripsi singkat :</p><br /><p align="justify">Mata kuliah ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai Live Report , agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah apa saja yang harus dipersiapkan dalam proses berlangsungnya Live Report di Media TV.</p><br /><p align="justify">Tujuan Instruksi Umum :</p><br /><p align="justify">Setelah mengikuti sessi ini diharapkan para mahasiswa akan memiliki kemampuan dan pemahaman :</p><br /><p align="justify">1. Memperoleh pengertian dan pemahaman bagaimana seharusnya seorang reporter bersikap dalam melakukan Live Report</p><br /><p align="justify">2. Memiliki sikap professional yaitu memiliki kedalaman bersikap dan keterampilan teknis dalam Live Report dan menghadapi nara sumber dan ketika wawancara dan reportase berlangsung. </p><br /><p align="justify">Metode Pengajaran :</p><br /><p align="justify">Mahasiswa yang telah ditentukan memberikan presentasi mata kuliah bersangkutan dilanjutkan dengan diskusi antar mahasiswa atau tanya jawab sesama mereka di bawah pengawasan dan bimbingan dosen dan ditutup dengan penjelasan terperinci dari dosen.</p><br /><p align="justify">Dalam mempresentasikan kuliah, mahasiswa dapat menggunakan OHP atau secara lisan. Selama berlangsungnya diskusi antar mahasiswa dosen mendampingi dan menyertai diskusi tersebut sambil mencatat masalah-masalah yang berkembang dalam diskusi.</p><br /><br /><p align="justify">Standard Operating Procedure (SOP)</p><br /><p align="justify">Seorang reporter televisi sebagai wartawan bertugas mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, lalu menyusunnya ke dalam format penulisan berita kemudian disiarkan.secara langsung ke pemirsa pekerjaan inilah yang disebut Live Report.</p><br /><p align="justify">Siaran laporan berita dibacakan oleh penyiar pada saat siaran atau ia sendiri yang mengisi suara laporan tersebut sedangkan penyiarnya hanya berfungsi sebagai telangkai yang menghantarkan kalimat awal (lead/ teras berita).</p><br /><p align="justify">Reporter televisi juga berfungsi sebagai produser untuk liputan yang ia <a href="http://lakukan.la/">lakukan.</a> Memimpin liputan dan mengarahkan juru kamera tentang gambar apa yang dibutuhkan untuk melengkapi laporan beritanya. Jadi reporter, adalah pemimpin produksi saat menjalankan tugasnya. Jurukamera, jurusuara atau jurulampu berada dalam tim produksi harus memahami posisi dan tugasnya.</p><br /><p align="justify">Reporter berkapasitas produser harus bisa menjaga team work dengan baik, karena kerjasama antara satu dan yang lain sangat diperlukan dalam rangka menghasilkan produksi yang maksimal.</p><br /><p align="justify">Agar pekerjaan dapat mencapai hasil yang maksimal, maka SOP yang harus ditempuh reporter adalah sebagai berikut.</p><br /><p align="justify">SOP (standard operating procedure),</p><br /><p align="justify">Istilah standar prosedur pengoperasian atau standard operating procedure (SOP) dipakai sebagai syarat atau aturan untuk mengoperasikan mesin peralatan mekanik atau elektronik. Syarat itu mutlak diperlukan, untuk melancarkan operasional. Contohnya ; Dalam mengendalikan mobil. SOPnya: sebelum menghidupkan mesin (starter), pengemudi terlebih dahulu mengecek posisi perseneling, pedal rem, rem tangan. Setelah semuanya oke, barulah mesin mobil dihidupkan. Mengapa harus mengecek posisi perseneling? Jika perseneling sedang masuk pada posisi gigi tertentu sementara mesin mobil langsung dihidupkan, maka akan terjadi loncatan yang tak terduga. Bisa membahayakan orang di sekitar (menabrak dll). Jika semua tahapan telah dilalui dengan balk, berarti secara prosedural akan dapat memberikan keamanan bagi dirinya dan tentu bagi orang lain.</p><br /><p align="justify">SOP ternyata dapat diterapkan untuk berbagai jenis profesi lainnya. Karena prosedur tersebut sangat berguna untuk kelancaran suatu kegiatan. Apalagi terhadap penyelenggaraan siaran televisi. Sekali penyiaran berlangsung, tidak boleh lagi terdapat kesalahan. Karena itu, standar prosedur pengoperasian memang perlu diterapkan.</p><br /><p align="justify">Standar prosedur untuk reporter akan sangat membantu kelancaran operasional apabila dilakukan dengan disiplin yang ketat. Berdasarkan pengalaman, pada kebanyakan para reporter yang sudah merasa dirinya senior dan merasa mampu, telah melupakan standar prosedur tersebut bahkan terkesan sangat meremehkan. Kesan tersebut akan dapat dirasakan paling tidak, dapat dirasakan oleh editor-in-chief, producer, dan para redaktur. Kesan yang dapat meremehkan tersebut misalnya terjadi kelambanan seorang reporter dalam menyelesaikan penulisan naskah berita, memberikan label atau memantau hasil siaran. Semuanya akan dapat membuat kejengkelan dan tidak profesionalnya mekanisme kerja. Sebagai bagian dari team work, maka reporter harus dapat mematuhi SOP tersebut.</p><br /><p align="justify">Penyiar Berita</p><br /><p align="justify">Penyiar berita (anchor), newscaster, atau newsreader adalah mereka yang membawakan siaran berita. Tugas-tugas mereka sebenarnya memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain.</p><br /><p align="justify">Anchor atau dalam bahasa Indonesianya "telangkai" adalah penyiar berita yang hanya merangkai dari satu topik berita ke topik berita yang lain dengan membacakan leads (teras berita) dari masing-masing berita tersebut. Sedangkan isi selengkapnya dilaporkan oleh reporter. Contoh: "Pemirsa, Presiden ’Fulan’ (sebut namanya ) sore ini bertolak menuju ke Amerika Serikat untuk kunjungan selama empat hari, ikutilah laporan reporter kami berikut ini..."</p><br /><p align="justify">Istilah anchor seringkali juga disebut dengan newscaster, tetapi newscaster sebenarnya adalah mereka yang melakukan tugas meliput berita, mengolah, dan menyajikannya sendiri pada saat jam-jam berita yang la pandu secara rutin.</p><br /><br /><p align="justify">Newsreader bertugas hanya membacakan berita dari hasil liputan para reporter yang telah dirangkum oleh para <a href="http://redaktur.la/"><span style="color:#000000;">redaktur. la</span></a> boleh menambah atau mengurangi kalimat yang akan la bacakan sejauh hal tersebut disetujui oleh redaktur berita, karena isi buletin berita adalah tanggung jawab produser berita yang dibantu para redaktur.</p><br /><p align="justify">Walaupun penyiar berita bertugas membaca naskah berita yang telah disediakan redaktur, tetapi ia bukan sekedar membaca tetapi menuturkan, menyampaikan atau menyajikan sehingga harus mampu meyakinkan pemirsa. Adapun SOP yang harus dilakukan para penyiar berita adalah sebagai berikut.</p><br /><p align="justify">A. Persiapan</p><br /><p align="justify">1. Sudah harus hadir di ruang pernberitaan minimal satu jam sebelum siaran dimulai dan tidak diperkenankan meninggalkan tempat hingga siaran berita usai.</p><br /><p align="justify">2. Sudah dalam keadaan siap tampil (make-up, busana, tata rambut).</p><br /><p align="justify">3. Mempelajari urut-urutan berita untuk siaran sekarang.</p><br /><p align="justify">4. Memahami pengucapan (pronunciation) yang benar untuk nama-nama asing atau istilah asing lain, jika tidak mengerti atau ragu-ragu segera check pada kamus.</p><br /><p align="justify">5. Jika penyiar berita terdiri atas dua orang atau tiga orang, pastikan tidak terjadi tumpang tindih pembagian item berita yang telah diatur redaktur.</p><br /><p align="justify">6. Melakukan check isi naskah berita.</p><br /><p align="justify">7. Konsultasikan dengan kepala redaksi atau produser jika ada yang meragukan atau ingin mengganti kalimat yang lebih pas.</p><br /><p align="justify">8. Jika harus berwawancara, apakah langsung atau melalui telepon, koordinasikan isi pertanyaan yang akan diajukan dengan kepala redaksi atau produser.</p><br /><p align="justify">9. Chek isi kalimat yang akan di-telepormpter-kan jangan ada yang salah.</p><br /><p align="justify">10. Lakukan latihan pelaksanaan tugas.</p><br /><p align="justify">B. Di Studio</p><br /><p align="justify">1. Sudah harus berada di studio paling tidak 15 menit sebelum jam siaran.</p><br /><p align="justify">2. Sudah siap dengan naskah yang akan dibaca dan sesuai urutan.</p><br /><p align="justify">3. Pastikan isi kalimat di teleprompter dan mengatur kecepatan sesuai dengan kemampuan.</p><br /><p align="justify">4. Pastikan keberadaan posisi mikropon sudah slap apakah menggunakan jenis clip-on / tie-tac atau desk stand.</p><br /><p align="justify">5. Pastikan bahwa posisi duduk atau berdiri (ketinggian, jarak dll) sudah tepat.</p><br /><p align="justify">6. Perhatikan monitor tv atau pengarah lapangan (FD) yang akan memberi tanda kapan anda mulai bicara.</p><br /><p align="justify">7. Jika menggunakan head-set, pastikan bahwa saudara dapat mendengar instruksi dari production control.</p><br /><p align="justify">8. Jika harus mewawancarai seseorang di studio, pastikan dimana posisi orang yang akan diwawancarai.</p><br /><p align="justify">Tiga SOP untuk penyiar sesuai dengan bidang kerjanya tersebut akan sangat membantu apabila dilakukan dengan disiplin ketat. Berdasarkan pengalaman, pada kebanyakan para penyiar yang sudah merasa dirinya mampu, sudah melupkan standar prosedur tersebut sehingga terkesan sangat meremehkan. Kesan tersebut akan dapat dirasakan paling tidak bagi para crew seperti pengarah acara, redaktur, jurukamera studio. Kesan yang dapat meremehkan tersebut misalnya seorang penyiar yang datang ke studio hanya beberapa saat menjelang siaran, tanpa mengecek ini dan itu. Semuanya akan membuat jantung crew berdebar keras, khawatir kalau la tidak muncul. Layar tv mau diisi acara apa? Permintaan maaf, karena terlambat? Sebagai bagian dari team work, maka penyiarpun harus mematuhi SOP tersebut.</p><br /><br /><p align="justify">Meliput Berita (Siaran Tunda)</p><br /><p align="justify">Meliput berita memerlukan berbagai persiapan awal. Hal itu diperlukan agar hasil liputan menjadi menarik baik ditinjau dari segi penyajian maupun dari segi bobot isi (content). Pertimbangan lainnya karena jurukamera adalah bagian dari team liputan sehingga memerlukan koordinasi yang lebih baik.</p><br /><p align="justify">A. Persiapan</p><br /><p align="justify">a. Liputan undangan</p><br /><p align="justify">1. Mencari tahu event apa yang akan diliput, ceremonial atau non-ceremonial.</p><br /><p align="justify">2. Menghimpun data awal melalui telepon atau datang ke lokasi pengundang.</p><br /><p align="justify">3. Siapkan buku catatan dan tape recorder mini.</p><br /><p align="justify">4. Menyiapkan pertanyaan untuk bahan wawancara.</p><br /><p align="justify">5. Cari tahu siapa kameramen yang ditugaskan.</p><br /><p align="justify">6. Mengingatkan kameramen tentang peralatan yang perlu dibawa.</p><br /><p align="justify">7. Memberi tahu kameramen tentang format berita apa yang akan disajikan.</p><br /><p align="justify">8. Carl tahu lokasi dan waktu yang diperlukan untuk menuju ke lokasi.</p><br /><p align="justify">9. Memberi tahu pengemudi tentang waktu keberangkatan.</p><br /><p align="justify">10. Berangkat dengan tepat waktu.</p><br /><br /><p align="justify">b. Liputan inisiatif</p><br /><p align="justify">1. Menentukan event yang akan diliput setelah berkoordinasi dengan assignment desk.</p><br /><p align="justify">2. Memiliki data awal untuk dikembangkan di lapangan.</p><br /><p align="justify">3. Siapkan buku catatan dan tape recorder mini.</p><br /><p align="justify">4. Menyiapkan pertanyaan untuk bahan wawancara.</p><br /><p align="justify">5. Cari tahu siapa kameramen yang ditugaskan.</p><br /><p align="justify">6. Mengingatkan kameramen tentang peralatan yang perlu dibawa</p><br /><p align="justify">7. Memberi tahu kameramen tentang jenis format berita apa yang akan disajikan.</p><br /><p align="justify">8. Carl tahu lokasi dan waktu yang diperlukan untuk menuju ke lokasi.</p><br /><p align="justify">9. Memberi tahu pengemudi tentang waktu keberangkatan.</p><br /><p align="justify">10. Berangkat dengan tepat waktu.</p><br /><br /><p align="justify">B. Di lokasi peristiwa</p><br /><p align="justify">1. Tiba di lokasi paling tidak, 30 menit lebih awal.</p><br /><p align="justify">2. Amati orang penting mana yang hadir di dalam event.</p><br /><p align="justify">3. Tentukan siapa saja yang akan diwawancarai.</p><br /><p align="justify">4. Siapkan kemungkinan untuk memperoleh topik berita lainnya.</p><br /><p align="justify">5. Himpun data sebanyak mungkin termasuk press release jika ada.</p><br /><p align="justify">6. Pada event ceremonial, rekam setiap sambutan orang penting.</p><br /><p align="justify">7. Bila perlu mintakan kepada kameramen agar merekam sebagian sambutan orang penting (maksimal 5 menit untuk dipilih).</p><br /><p align="justify">8. Pada event ceremonial wawancarai orang-orang penting pada sebelum atau sesudah acara.</p><br /><p align="justify">9. Jika reporter perlu tampil (stand-up) cari lokasi yang menarik dengan berkonsultasi dengan kameramen. Reporter sudah harus siap dengan apa yang akan diucapkan di depan kamera.</p><br /><p align="justify">10. Segera pikirkan lead berita apa yang akan ditulis</p><br /><br /><p align="justify">C. Pasca-Produksi</p><br /><p align="justify">1. Koordinasikan dengan produser buletin berita, kapan ditayangkan berita yang telah</p><br /><p align="justify">selesai diliput tersebut termasuk durasi yang diperlukan.</p><br /><p align="justify">2. Berikan susunan gambar/visual yang akan disuntingkepada tape editor.</p><br /><p align="justify">3. Mendampingi tape editor selama menyunting berita tsb.</p><br /><p align="justify">4. Menyusun naskah untuk komentar berita.</p><br /><p align="justify">5. Menyerahkan susunan naskah berita kepada produser buletin untuk disunting.</p><br /><p align="justify">6. Chek dan recheck jika ada keragu-raguan.</p><br /><p align="justify">7. Mengisi suara (voice over) jika menggunakan format cut spot (reporter package).</p><br /><p align="justify">8. Memberi label judul berita termasuk durasinya pada naskah dan kaset pita.</p><br /><p align="justify">9. Menyerahkan naskah dan kaset yang siap siar kepada redaksi.</p><br /><p align="justify">10. Memantau siaran berita tersebut.</p><br /><br /><p align="justify">Siaran Langsung (Reportase)</p><br /><p align="justify">Siaran langsung dilakukan oleh mereka yang sudah berpengalaman. Pada penyelenggaraan siaran langsung. semua crew sudah harus siap, memiliki konsentrasi yang tinggi dan harus memiliki kemampuan mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Karena itu siaran langsung sebenarnya berisiko sangat tinggi apabila tidak ditangani secara profesional. Semua crew yang terlibat harus berpacu dengan waktu. Tidak lagi ada yang dapat menundanya. Bagi seorang reporter, SOP yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.</p><br /><br /><p align="justify">1. Persiapan</p><br /><p align="justify">1. Lakukan hunting lokasi beberapa kali sebelum siaran.</p><br /><p align="justify">2. Perhitungkan waktu untuk jarak tempuh ke lokasi.</p><br /><p align="justify">3. Himpun data sebanyak mungkin dari berbagai pihak.</p><br /><p align="justify">4. Susunlah data sejelas mungkin.</p><br /><p align="justify">5. Cari orang ahli untuk diwawancarai pada saat siaran (jika mungkin).</p><br /><p align="justify">6. Carl tahu dimana posisi reporter, tv monitor dan kamera.</p><br /><p align="justify">7. Berkonsultasi kepada produser jika ada keraguan.</p><br /><p align="justify">8. Chek mikropon dan head-set.</p><br /><p align="justify">9. Cari tahu mekanisme penggunaan cue start dll.</p><br /><p align="justify">10. Usulkan kepada produser dan pengarah acara, apabila menginginkan shot gambar</p><br /><p align="justify">tertentu.</p><br /><br /><p align="justify">2. Saat Siaran</p><br /><p align="justify">1. Datang paling tidak satu jam sebelum siaran.</p><br /><p align="justify">2. Chek apabila ada perubahan yang mendadak.</p><br /><p align="justify">3. Chek semua peralatan yang akan digunakan.</p><br /><p align="justify">4. Carl tahu apakah pengendali off-on panel suara secara sentral atau lokal.</p><br /><p align="justify">5. Konsultasikan kepada pengarah teknik jika ada masalah teknik.</p><br /><p align="justify">6. Letakan semua kertas data pada posisi yang mudah dikontrol.</p><br /><p align="justify">7. Stand-by pada posisi paling lambat 30 menit sebelum saat siaran.</p><br /><p align="justify">8. Perhatikan dengan penuh konsentrasi "cue-start".</p><br /><p align="justify">9. Perhatikan tv monitor secara seksama sebagai panduan komentar.</p><br /><p align="justify">10. Jangan menanggalkan head-set selama siaran langsung.</p><br /><p align="justify">Daftar Pustaka.</p><br /><ol style="margin-top: 0cm;" type="1"><br /><li><br /><div align="justify">Deddy Mulyana dan Idi Suandy Ibrahim. Bercinta dengan Televisi. PT. Rosdakarya. Bandung Th.1997. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Albert L.Hester dan Way Lan J.to. Diterjemahkan Abdullah Alamudi Pedoman untuk Wartawan. The Center for International Mass Communication Training and Reseach. USIS Jakarta Th 1987. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sedia Willing Barus. Jurnalistik Petunjuk Praktis Menulis Berita. CV. Mini Jaya Abadi Th. 1996. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jakob Oetama. Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Peerbit Buku Kompas. Th. 2001. Deddy Iskandar Muda. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Th.2005. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Imam Suhirman. Menjadi Jurnalis Masa Dewpan. Dimensi Publisher. Th. 2005 </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar Komunikasi Massa (Rajawali Pers, 2007), di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum, Jombang, 29 Nopember 2007. </div></li></ol>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-14543711349324172602009-09-13T20:54:00.000-07:002009-10-27T06:59:16.192-07:00PENGERTIAN WAWANCARA TV, TUJUAN DAN JENIS-JENIS WAWANCARA<p align="center"><strong><span style="color:#000000;">MODUL 1</span></strong></p><br /><p align="center"><strong></strong></p><br /><p align="center"><strong><span style="color:#000000;">PENGERTIAN WAWANCARA TV, TUJUAN DAN JENIS-JENIS WAWANCARA</span></strong></p><br /><p align="center"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:#000000;"><strong>PENGERTIAN WAWANCARA</strong></span></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;">Oleh : Sainuddin, S.Sos</span></strong></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Apakah yang dinamakan wawancara itu? Wawancara adalah tanya-jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau masalah. Wawancara sering dihubungkan dengan pekerjaan jurnalistik untuk keperluan penulisan berita yang disiarkan dalam media massa. Namun wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya, penelitian atau penerimaan pegawai.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Dalam pengertian jurnalistik, wawancara adalah suatu percakapan terpimpin dan tercatat atau suatu percakapan secara tatap mula dimana seseorang mendapat informasi dari orang lain. Pengertian lain wawancara adalah merupakan suatu hubungan antar manusia dimana kedua pihak bersikap sama derajat selama pertemuan-pertemuan berlangsung.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wawancara berita (news interview) adalah kegiatan tanya-jawab yang dilakukan reporter atau wartawan dengan nara sumber untuk memperoleh informasi menarik dan penting yang diinginkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wawancara merupakan metode pencarian berita yang baik dan sangat penting bagi wartawan. Melalui metode ini lebih banyak informasi dapat digali. Wawancara memiliki keluwesan karena informasi yang diperoleh cenderung dianggap “sah” dan tidak diragukan kebenarannya sejauh menyebutkan atribusi dan nama sumbernya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wawancara adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara mendetail dan mendalam; memancing dengan pernyataan maupun mengkonfirmasi suatu hal, agar dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang narasumber atau peristiwa maupun isu tertentu.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wawancara dapat disamakan dengan obrolan. Namun ada perbedaan mendasar antara obrolan biasa dengan wawancara. Hal-hal yang membedakan tersebut adalah tujuannya, hubungan antara narasumber dan pewawancara, tata krama, dan batasan waktunya. Untuk dapat mempersiapkan dan melaksanakan wawancara dengan baik serta sesuai dengan tujuannya; kita perlu mengetahui jenis-jenis wawancara untuk berita, wawancara untuk features, dan orang terkenal, serta wawancara biografi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Dalam situasi tertentu akan mendesak wawancara dapat dilkakukan dengan cara melalui telepon secara tertulis, atau wawancara secara serempak, dalam bentuk kelompok diskusi. Suatu wawancara dapat berlangsung dengan baik bila dipersiapkan dengan baik. Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam wawancara adalah mempersiapkan diri dengan informasi yang berkaitan dengan permasalahan atau orang yang akan diwawancarai, mengkonfirmasi tentang tujuan wawancara dan jenis informasi yang harus diperoleh. Mempersiapkan mental untuk menghadapi situasi dan karakter narasumber, membaca berita terakhir dan memprediksi ke mana arah itu berkembang, merancang pertanyaan sebagai panduan wawancara, serta membuat janji wawancara dengan narasumber</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:#000000;">TUJUAN WAWANCARA</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Untuk Apa wawncara? Sebelum melakukan wawancara, terlebih dahulu kita harus tahu benar untuk apa wawancara dilakukan. Di Media, wawancara biasanya digunakan untuk 2 hal:</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">1. Sebagai cara mengumpulkan bahan untuk membuat berita.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">2. Sebagai berita wawancara. Dua model ini punya karakteristik sendiri-sendiri.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Orang yang mewawancarai dinamakan pewawancara (interviewer) dan orang yang diwawancarai dinamakan pemberi wawancara (interviewee) atau disebut juga responden. Seperti percakapan biasa, wawancara adalah pertukaran informasi, opini, atau pengalaman dari satu orang ke orang lain. Dalam sebuah percakapan, pengendalian terhadap alur diskusi itu bolak-balik beralih dari satu orang ke orang yang lain. Meskipun demikian, jelas bahwa dalam suatu wawancara si pewawancara adalah yang menyebabkan terjadinya diskusi tersebut dan menentukan arah dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Tujuan seorang reporter melakukan wawancara adalah mengumpulkan informasi yang </span><a id="OLE_LINK1" name="OLE_LINK1"><span style="color:#000000;">lengkap, akurat, dan adil (fair). Seorang pewawancara yang baik mencari sebuah pengungkapan atau wawasan (insight), pikiran atau sudut pandang yang menarik, yang cukup bernilai untuk diketahui. Jadi bukan sesuatu yang sudah secara umum didengar atau diketahui.</span></a></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Tujuan wartawan melakukan wawancara adalah untuk memperoleh informasi. Namun informasi macam apa yang ingin digali, bisa dirinci sebagai berikut:</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Untuk memperoleh fakta. Guna memperoleh fakta yang penting dari suatu wawancara, reporter harus menemukan sumber yang kredibel dan bisa dipercaya, dengan informasi akurat.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Perbedaan penting antara wawancara dengan percakapan biasa adalah wawancara bertujuan pasti: menggali permasalahan yang ingin diketahui untuk disampaikan kepada khalayak pembaca (media cetak), pendengar (radio), atau pemirsa (televisi). Namun berbeda dengan penyidik perkara atau interogator, wartawan tidak memaksa tetapi membujuk orang agar bersedia memberikan keterangan yang diperlukan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Dalam proses wawancara, si pewawancara atau wartawan bersangkutan benar-benar harus meredam egonya, dan pada saat yang sama harus melakukan pengendalian tersembunyi. Pernahkah Anda melihat dalam suatu acara talkshow di televisi, di mana si pewawancara malah bicara lebih banyak dan seolah-olah ingin kelihatan lebih pintar dari pada orang yang diwawancarai? Ini adalah contoh yang menunjukkan, si pewawancara gagal meredam egonya dan dengan demikian memperkecil peluang bagi orang yang diwawancarai untuk mengungkapkan lebih banyak.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Persyaratan wawancara berita, yaitu mempunyai tujuan yang jelas, efisien, menyenangkan, mengandalkan persiapan dan riset awal, melibatkan khalayak, menimbulkan spontanitas, pewawancara sebagai pengendali, dan mengembangkan logika.</span></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:#000000;">SEPULUH TUJUAN WAWANCARA</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Tujuan Uraian Contoh Mendapatkan informasi Pewawancara mengumpulkan fakta, pendapat, atau sikap dari responden</span></p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Petugas sensus mengumpulkan data. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Perusahaan mengadakan survey produk pada konsumen. Memberi informasi Pewawancara menyajikan fakta, pendapat atau sikap kepada responden, sering sebagai bentuk perintah. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Dokter menjelaskan kepada pasien bagaimana melakukan diet seimbang. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Sales perawatan rambut menjelaskan produknya kepada konsumen mengenai bagaimana merawat rambut yang baik. Membujuk Pewawancara mencoba mempengaruhi sikap responden dan akhirnya perilakunya. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Mahasiswa mencoba meyakinkan dosen untuk memberikan ujian perbaikan. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Sales mencoba menyakinkan konsumen untuk memakai dan membeli produknya. Memecahkan Pewawancara dan responden mencoba mengidentifikasi sebab-sebab suatu masalah dan bersama-sama mencari pemecahannya Orang tua dan guru membahas kesulitan membaca pada anak. Konsultasi Responden meminta nasehat dari pewawancara mengenai masalah pribadi berkaitan erat dengan wawancara pemecahan masalah. Klien memohon nasehat hukum dari pengacara. Mencari kerja Pewawancara dan responden bertukar informasi untuk membuat keputusan Perusahaan mengadakan acara di kampus untuk recruitment calon pegawai yang bisa diikuti oleh para mahasiwa senior. Menerima keluhan Pewawancara mencoba meminimalkan ketidak puasan responden Manajer toko berbicara dengan pelanggan mengenai barang yang rusak. Meninjau kinerja Pewawancara menawarkan umpan balik mengenai kinerja responden dan membantu menetapkan tujuan yang dapat dicapai menjelang wawancara penilaian berikutnya. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Pemimpin redaksi surat kabar memberi penilaian periodik kepada setiap editor. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Kepala Perpustakaan memberi penilaian periodik kepada kepala bagian atau koordinator bagian. Memperbaiki atau memperingatkan pewawancara dan responden, biasanya sebagai atasan dan bawahan, membahas kebutuhan responden untuk memperbaiki kinerja [biasanya paling efektif bila ditangani secara informal dengan niat membantu dari pada mengkritik] Penyelia pemeliharaan pesawat terbang berdiskusi dengan ahli mesin mengenai kecakapan teknik yang harus diperbaiki. Mengukur stres pewawancara menentukkan bagaimana responden berperilaku di bawah tekanan pewawancara mengumpulkan informasi dari responden yang tidak mau memberitahukannya Direktur kepegawaian perusahaan besar memilih seorang eksekutif top. </span></div></li></ul><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="color:#000000;">FUNGSI WAWANCARA </span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Pewawancara dapat mengumpulkan atau menyampaikan informasi, mempengaruhi sikap orang-orang dan kadang-kadang mempengaruhi perilaku mereka. Sebuah wawancara penilaian [appraisal interview], misalnya, sering menimbulkan pengaruh yang cukup besar terhadap moral pegawai. Wawancara juga merupakan alat penelitian yang berharga, dimana memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau percakapan telepondan juga memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal. Wawancara juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara lebih mudah, sehingga meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari responden. Terlepas dari bentuk wawancara yang Anda harapkan,</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Freund [1992] menawarkan nasehat praktis wawancara yang mengandung empat langkah :</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">1. Apa yang kita inginkan?</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">2. Dimana kita mulai?</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">3. Kapan kita bergerak?</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">4. Bagaimana kita mengakhiri?</span></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:#000000;">NARASUMBER ATAU FIGUR UNTUN DIWAWANCARAI</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Orang menjadi bagian dari berita, dan perlu diwawancarai, karena beberapa alasan. Alasan itu antara lain:</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Pekerjaan mereka penting. Pejabat negara, direktur utama perusahaan swasta, komandan militer, pemimpin organisasi massa, pemimpin organisasi profesi, bahkan tokoh kejahatan terorganisasi semacam mafia, diakui karena posisi yang mereka miliki. Jabatan pekerjaan mereka menjadikannya juru bicara bagi profesinya dan untuk isu-isu yang mempengaruhi kepentingan mereka.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Mereka mencapai prestasi yang penting. Kalangan selebritis, seniman, bintang film, pemusik, dan atlet profesional menjadi terkenal karena prestasi yang telah mereka ukir di bidang masing-masing. Masyarakat menikmati karya mereka, serta membayar dan menghargai mereka untuk apa yang sudah mereka lakukan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Mereka dituduh melakukan kejahatan yang penting. Seorang gelandangan yang mengaku melakukan praktek sodomi dan pembunuhan terhadap sejumlah anak kecil mendapat perhatian publik, bukan karena profesi atau jabatannya, tetapi karena perbuatannya yang mengerikan. Hal serupa berlaku untuk seorang perampok yang membunuh satu keluarga dalam suatu aksi perampokannya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Mereka mengetahui sesuatu atau seseorang yang penting. Seorang sekretaris, yang kebetulan menyimpan memo yang kemudian menjadi bukti penting dalam suatu kasus korupsi yang menjebloskan seorang gubernur ke penjara untuk waktu tertentu menjadi berita. Sekretaris Presiden Bill Clinton pernah jadi sumber berita, karena dianggap menjadi saksi kunci yang mengetahui perselingkuhan Clinton dengan seorang gadis pekerja magang di Gedung Putih yang menghebohkan itu. Teman-teman seorang bintang film atau teman lama seorang presiden sering menjadi sumber berita karena kedekatan pertemanannya dengan bintang film atau presiden tersebut.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Mereka menyaksikan sesuatu yang penting terjadi. Saksi-saksi suatu peristiwa kejahatan atau peristiwa publik yang penting dapat memberikan informasi tentang kesaksiannya itu, sehingga wartawan dapat menjelaskan suatu peristiwa secara rinci. Sesuatu yang penting telah menimpa mereka. Korban perampokan dan pencurian, korban yang selamat dari sebuah pesawat yang jatuh, atau orang yang tiba-tiba memenangkan lotere berhadiah besar, akan menarik dijadikan berita karena tragedi atau kegembiraan mendadak yang muncul dari peristiwa tersebut. Orang yang memperoleh penghargaan seperti Tokoh Pejuang Lingkungan atau Tokoh Pembela Hak Asasi Manusia Tahun 2000 layak menjadi berita karena alasan yang sama.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Mereka mewakili sebuah kecenderungan nasional yang penting. Penumpang yang terperangkap di bandar udara karena ada pemogokan massal oleh karyawan bandar udara, pasangan muda yang tak mampu membeli rumah tapi sudah terlanjur punya anak, mahasiswa yang kesulitan membayar biaya kuliah di tengah krisis ekonomi masing-masing orang ini mewakili suatu perubahan sosial dalam komunitas nasional.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wartawan mungkin ingin mewawancarai mereka karena salah satu atau beberapa alasan sekaligus. Mungkin saja kategori-kategori ini tumpang-tindih. Ketika di mobil artis Desy Ratnasari oleh polisi ditemukan obat terlarang, misalnya, setidaknya dua kategori sudah terpenuhi: Desy sebagai figur selebritis yang sudah mencapai prestasi tertentu di bidang keahliannya, dan tuduhan keterlibatannya dalam kejahatan narkotika. Dengan makin banyaknya kategori yang tercakup, makin banyak informasi dan warna yang bisa dituliskan.</span></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:#000000;">JENIS-JENIS WAWANCARA BERITA</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Menurut Floyd G. Arpan dalam Toward Better Communications, berdasarkan bentuknya, wawancara dapat dikelompokkan ke dalam tujuh jenis, yaitu:</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">1. Wawancara sosok pribadi (personal interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">2. Wawancara berita (news interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">3. Wawancara jalanan (man in the street interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">4. Wawancara sambil lalu (casual interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">5. Wawancara telepon (telephone interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">6. Wawancara tertulis (written interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">7. Wawancara kelompok (discussion interview)</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Jenis-jenis wawancara berita, yaitu wawancara sosok pribadi, wawancara berita, wawancara jalanan, wawancara sambil lalu, wawancara telepon, wawancara tertulis, dan wawancara kelompok.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Hal yang harus diperhatikan selama wawancara, yaitu menjaga suasana, bersikap wajar, memelihara situasi, tangkas dalam menarik kesimpulan, menjaga pokok persoalan, kritis, dan menjaga sopan santun.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Pola wawancara berita, menurut Bruce D. Itule terdapat dua macam pola wawancara. Pertama, <em>Funnel interview,</em> yaitu pola wawancara yang disusun seperti bentuk corong atau cerobong. Pola wawancara seperti ini diawali dengan perbincangan. Kedua, <em>interved funnel interview</em>, yaitu pola wawancara yang disusun seperti cerobong terbalik. Reporter langsung menanyakan hal yang pokok tanpa memulai hal yang umum.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Dalam proses wawancara, si pewawancara memantau semua yang diucapkan oleh dan bahasa tubuh dari orang yang diwawancarai, sambil berusaha menciptakan suasana santai dan tidak mengancam, yakni suasana yang kondusif bagi berlangsungnya wawancara. Dalam prakteknya, berbagai pikiran muncul di benak si pewawancara ketika wawancara sedang berlangsung. Seperti: Apa yang harus saya tanyakan lagi? Bagaimana nada bicara orang yang diwawancarai ini? Dari gerak tubuh dan nada suaranya, apakah terlihat ia bicara jujur atau mencoba menyembunyikan sesuatu?</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Seorang pewawancara secara sekaligus melakukan berbagai hal: mendengarkan, mengamati, menyelidiki, menanggapi, dan mencatat. Kadang-kadang ia seperti seorang penginterogasi, kadang-kadang secara tajam ia menyerang dengan menunjukkan kesalahan-kesalahan orang yang diwawancarai, kadang-kadang ia mengklarifikasi, kadang-kadang pula ia seperti pasif atau menjadi pendengar yang baik. Seberapa sukses suatu wawancara tergantung pada kemampuan melakukan kombinasi berbagai keterampilan yang ini secara pas, sesuai dengan tuntutan situasi dan orang yang diwawancarai.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Sifat wawancara bermacam-macam, tergantung dari informasi apa yang diinginkan si pewawancara dan bagaimana situasi serta kondisi yang dihadapi orang yang diwawancarai. Sifat wawancara bisa sangat bervariasi, dari yang biasa-biasa saja sampai yang antagonistik. Dari yang mempertunjukkan luapan perasaan sampai yang bersifat defensif dan menutup diri.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Jika seorang wartawan mewawancarai seorang pejabat pemerintah tentang keberhasilan salah satu programnya, tentu si wartawan akan mendapat tanggapan yang baik dan panjang-lebar. Namun jika si wartawan mencoba mengungkap praktek korupsi yang diduga dilakukan oleh pejabat bersangkutan, tentu si pejabat akan bersikat defensif bahkan tertutup.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wartawan yang baik harus mengerti bagaimana cara “memegang” orang yang diwawancarai dan menangani situasi. Wartawan harus bisa merasakan, apa yang harus dilakukan pada momen tertentu ketika berlangsung wawancara kapan ia harus bersikap lembut, kapan harus ngotot atau bersikap keras, kapan harus mendengarkan tanpa komentar, dan kapan harus memancing dengan pertanyaan-pertanyaan tajam.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:#000000;">Beberapa Bentuk Wawancara :</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">1. News interview atau wawancara berita. Yaitu wawancara untuk bahan berita. Yang ingin diperoleh wartawan dalam wawancara ini bisa jadi sekedar tanggapan atau konfirmasi seorang ilmuwan, pejabat dan sebagainya tentang sesuatu yang berkaitan dengan berita yang akan atau telah ditulis. <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Berapa catatan untuk News interview:</span></span></p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Jangan mengajukan pertanyaan secara umum. Buatlah pertanyaan khusus, terarah yang bersifat “menggali” untuk menghindari kesalahpahaman dan mendapatkan jawaban yang khusus, terinci langsung ke inti masalah. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Wartawan pewawancara jangan terlalu banyak bicara. Berbicaralah sekedar menjaga suasana pembicaraan jangan menjadi kaku. Atau untuk menghindari orang yang diwawancarai keluar fokus pada angle yang diinginkan atau berbicara melebar ke mana mana sehingga waktu terbuang percuma. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Wartawan pewawancara juga jangan berbicara di luar angle persoalan yang ditanya kan. Jangan menyertakan perasaan tidak senang yang bisa membuat orang yang diwawancarai tersinggung. Sebaliknya, sering pula terjadi, sumber berita kadang berbicara menyakiti hati, bahkan ada yang menggertak wartawan atau mengalihkan pembicaraan sehingga perhatian wartawan bergser ke soal ain. Jika hal itu terjadi, wartawan harus mampu mengendalikan diri dan berusaha dengan cara baik dan sopan untuk kembali ke pokok pembicaraan. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Bersikaplah sopan terhadap orang yang lebih tua. Biasanya orang yang telah lanjut usia, apalagi pernah populer, sering minta dipotret. Kadang, saat dipotret, orang lain juga nimbrung minta difoto bersama. Karena itu layani dengan baik dan upayakan secerdik mungkin sehingga bisa men dapatkan foto diri sang tokoh. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Dalam wawancara model ini orang yang diwawancarai kadang tidak memberikan keterangan yang sebenarnya alias palsu. Ini resiko mewawancarai orang yang berksempatan mempersiapkan diri sebelum diwawancarai. Atau sebaliknya, karena tak punya persiapan, tak menguasai atau kurang perhatian dan karena bukan ahli di bidang yang ditanyakan wartawan. Biasanya orang yang sedang “ketakutan”, suka memberikan informasi bohong. </span></div><br /></li><li><br /><div align="justify"><span style="color:#000000;">Wartawan perlu berhati-hati menganalisa dan menyeleksi informasinya. Biasakan mengecek kembali keterangan yang diberikan sumber itu atau mencari informasi yang sebenarnya sehingga wartawan tidak terjebak menyiarkan informasi bohong. </span></div></li></ul><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">2. Prepard question interview, wawancara yang pertanyaannya disiapkan terlebih dahulu. Artinya wartawan menyiapkan sejumlah pertanyaan untuk sumbernya. Boleh jadi pertanyaan itu disampaikan langsung oleh wartawan atau ditinggalkan sehingga sumber berita bisa membaca dan menjawab sendiri pertanyaan tersebut. Cara itu disebut wawancara tertulis.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">3. Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat telepon. Lazim digunakan dalam keadaan mendesak. (Pada wawancara via telepon, wartawan tak menangkap suasana orang yang diwawancarai).</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">4. Personality interview atau wawancara pribadi. Seseorang, misalnya seorang tokoh penting didatangi secara khusus didatangi wartawan untuk mendapatkan pendapat atau informasi tentang sesuatu yang perlu dijelaskan secara panjang lebar.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Untuk wawancara model ini wartawan perlu mempersiapkan gambaran masalah dan butir pertanyaannya. Ini penting, untuk mendapatkan informasi dan pendapat yang diinginkan. Dan, dengan persiapan itu wartawan dapat mengendalikan pembicaraan sehingga tidak menyimpang ke mana-mana.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Disamping itu wartawan juga harus arif membaca gelagat sumbernya sehingga tidak memancing amarah atau sumbernya tiba-tiba menutup diri atau menghentikan pembicaraan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">5. Wawancara dengan banyak orang. Ini adalah wawancara yang dilakukan terhadap banyak orang. Tujuannya untuk mengetahui pendapat umum tentang sesuatu. Bisa jadi tempatnya di jalanan, di pasar atau di tempat umum lainnya. Pertanyaannya mungkin satu dua. Misalnya meminta pendapat orang tentang suatu peristiwa. Resikonya, besar kemungkinan orang yang diwawancarai tidak tahu sama sekali tentang apa yang ditanyakan. Bagi sumber begini wartawan haruslah memberi penjelasan sebelum bertanya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">6. Wawancara dadakan / mendesak.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wawancara mendadak dilakukan wartawan, misalnya, secara kebetulan bertemu sebuah sumber penting yang dianggap relevan dengan masalah yang sedang berkembang. Entah itu saat pesta atau di rumah sakit dan sebagainya. Persoalan yang ditanyakan boleh jadi teringat seketika. Jika hasil wawancaranya memberikan informasi penting, terbaru, pertama kali atau sesuatu yang kontroversial dan layak siar maka wartawan dapat menulis hasil wawancaranya jadi berita menarik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">7. Group interview yaitu serombongan wartawan mewawancarai seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya. Wawancara model ini pada untung ruginya. Untungnya wartawan punya kesempatan berwawancara. Ruginya, jawaban atas pertanyaan khusus wartawan sebuah media akan didengar dan mungkin bisa jadi berita oleh wartawan lain.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan. Perilaku, penampilan dan sikap wartawan yang baik biasanya mengundang simpatik dan akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan penguasaan permas-alahan dan informasi seputar materi yang menjadi topik pembicaraan oleh wartawan. Artinya wartawan harus menguasai persoalan yang ia tanyakan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="color:#000000;">Kemudian wartawan juga harus mampu membaca kondisi dan situasi psikologis sumber wawancara. Ini penting supaya pembicaraan mengalir dan sumber wawancara bergairah mengemukakan pendapatnya.</span></p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-43424293319848109902009-09-13T20:57:00.000-07:002009-10-27T06:58:50.959-07:00PERBANDINGAN WAWANCARA TV DAN MEDIA CETAK<p align="center"><strong>MODUL 2</strong></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;">PERBANDINGAN WAWANCARA TV DAN MEDIA CETAK</span></strong></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;">Oleh : Sainuddin, S.Sos</span></strong></p><br /><br /><p align="justify">A. PERBEDAAN ORIENTASI DAN PRINSIP MEDIA CETAK DAN TELEVISI</p><br /><br /><p align="justify"><img alt="Media & Jurnalisme" src="http://img19.imageshack.us/img19/1189/image002yq.jpg" width="252" border="0" height="119" /></p><br /><br /><p align="justify">Dalam prinsip jurnalistik yang diterapkan, secara garis besar sebenarnya tidak ada perbedaan. Kriteria layak berita di suratkabar dan di media televisi, relatif juga sama. Hanya, di media televisi ada penekanan lebih besar pada aspek visual (gambar). Hal yang bisa dipahami, karena televisi adalah media audio-visual.</p><br /><p align="justify">Di media cetak, dapat bekerja dan menulis sendiri berita atau artikel dengan byline, mencantumkan nama sendiri di tulisan tersebut. Meskipun setiap tulisan yang dimuat itu sudah melalui proses penyuntingan oleh orang lain, baik dari segi bahasa ataupun content. Sedangkan di media televisi, tampil secara individual itu sulit dilakukan, karena semua paket berita ataupun tayangan benar-benar dikerjakan secara kolektif. Untuk liputan berita pun minimal sudah harus dikerjakan berpasangan, oleh seorang reporter dengan seorang camera person. Walaupun, bisa juga dilakukan seorang diri sebagai VJ (video journalist).</p><br /><p align="justify">Namun, menjadi VJ jelas merupakan tugas berat yang merepotkan. Peran VJ ini biasanya lebih banyak dilakukan untuk menyiasati kekurangan tenaga camera person. Jadi, reporter diharapkan juga bisa memegang kamera. Belum lagi menyebut, hasil liputan ini harus diedit oleh seorang editor, yang ditugasi khusus untuk itu. Peran seorang editor sangat penting, karena hasil liputan yang bagus pun bisa jadi berantakan, jika dikerjakan oleh editor yang buruk.</p><br /><p align="justify">Perbedaan yang lain, di media suratkabar, kemajuan (baca: peningkatan tiras atau sirkulasi, serta pemasukan iklan) suratkabar itu tidak mudah didistribusikan pada peran individu atau rubrik tertentu</p><br /><p align="justify"><strong>Kelebihan dan kerugian</strong></p><br /><p align="justify">Untungnya, kinerja setiap producer atau jurnalis di media TV sangat transparan. Setiap orang bisa menilai, karena ada ukuran kinerja yang jelas, yaiturating dan share setiap program. Ini memberi tuntutan pada setiap producer dan crew program yang dipimpinnya, untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja.</p><br /><p align="justify">Walaupun, bisa saja didebat bahwa angka rating dan share itu tidak identik dengan kualitas program. Namun, dalam iklim industri media televisi sekarang, bottom line-nya memang bukan pada kualitas program, tetapi pada keuntungan dari pemasukan iklan. Suka atau tidak, itu kenyataannya.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Peran Media Cetak dan Media Televisi</strong></p><br /><p align="justify">Dalam hubungannya untuk memperluas wawasan dan menyebarluaskan informasi media massa cetak dan elektronik kurang lebih memiliki peran yang hampir sama.</p><br /><p align="justify">Yang berbeda adalah logika penyajiannya serta beberapa kekurangan dan kelebihannya dalam menyampaikan pesan kepada audiens. Ada banyak pembeda yang telah dipelajari dan ditemukan para akademisi komunikasi antara media cetak dan media elektronik sebenarnya.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Kelebihan dan kekurangan media cetak terhadap media elektronik.</strong></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify">1. Permanence, artinya media cetak dapat didokumentasikan, sehingga dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama. Anda mungkin hendak mengkliping beberapa artikel koran yang penting bagi diri anda untuk kemudian diperlihatkan kepada kerabat keluarga atau teman - teman anda. Sehingga satu buah koran dapat diasumsikan dibaca lebih dari satu orang.</p><br /><p align="justify">2. Depth, media cetak dapat menyajikan lebih banyak data karena wujudnya cetak sehingga memiliki potensi kedalaman pembahasan yang lebih tinggi dibanding media elektronik.</p><br /><p align="justify">3. Openness, dari semua media massa, media massa cetak adalah media yang paling terbuka kepada pembacanya. Pembaca atau orang awam diperbolehkan mengirim surat pembaca atau mengirimkan sendiri artikel karangan mereka. Keterbukaan untuk mengutarakan keluhan kepada sesuatu pihak, tempat atau suatu hal baik institusi swasta maupun pemerintah didapat pembaca melalui surat pembaca. Sedangkan keterbukaan untuk mengajukan suatu pandangan, pemikiran terhadap suatu isu atau wacana juga bisa didapat pembaca melalui kolom artikel yang disediakan oleh media tersebut.</p><br /><p align="justify">4. Disamping beberapa kelebihannya media cetak juga memiliki beberapa kekurangan dibanding media elektronik. Salah satunya adalah Speed , dalam hal kecepatan media cetak masih kalah dibanding media elektronik.</p><br /><p align="justify">5. Exposure, media cetak memiliki besaran audiens yang jumlahnya relatif lebih kecil dibanding media elektronik.</p><br /><p align="justify">6. Frequency, kekurangan media cetak dalam menyajikan informasi dibanding media elektronik adalah frekuensinya atau pengulangan terhadap suatu isu atau informasi. Media televisi atau radio dapat melakukan pengulangan berkali- kali dalam suatu hari mengenai suatu peristiwa penting. Sedangkan media cetak hanya dapat terbit satu kali sehari saja, paling banyak.</p><br /><p align="justify">Tentunya yang dimaksud media cetak disini adalah media massa yang dalam wujudnya adalah cetak ( print media ). Definisikan kembali definisi media cetak sebagai media massa yang terbit secara periodik; satu hari, minggu, dwi mingguan, bulanan dan seterusnya. Sedikit banyaknya memiliki proses jurnalistik atau pengumpulan dan penyajian informasi kepada audiensnya. Dan media yang menerima pemasukan iklan secara massive di halamannya. Media ceta antara lain: harian surat kabar, tabloid dan majalah.</p><br /><p align="justify">Seorang script writer, bisa jadi menulis merupakan sebuah kebutuhan. Karena boleh jadi hal tersebut merupakan tuangan aktualisasi diri. Menulis untuk program televisi, Tak menuntut pakem yang baku memang, tetapi keselarasan antara gambar dan bentuk narasi adalah tuntutan utama, karena keduanya akan saling menudukung satu sama lain. Namun diatas itu semua, yang paling penting diperhatikan adalah untuk siapa kita menulis. Karenanya segmentasi untuk siapa program tersebut diperuntukan adalah hal pertama yang harus diketahui oleh seorang script writer sebelum ia bekerja. Tak jauh beda dengan radio, media Audio Visual menggunakan bahasa tutur, dalam penulisan narasinya. Pertanyaan atas jawaban bagaimana kita bisa menulis tanpa harus bersikap menggurui atau bahkan membodohi, adalah bagaimana cara seorang script writer banyak menggali ide-ide dengan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena lingkungan sebenarnya adalah guru dan inspirasi yang tak pernah mati.</p><br /><p align="justify">Media Televisi berkembang sangat cepat. Karenanya seiring dengan perkembangan waktu Televisi tampil menjadi primadona dalam penyampaian informasi. Tak heran, karena televisi mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan media lain. Sebut saja, media visual yang ditawarkan, tak hanya berupa gambar, namun berbentuk video bergerak atau sinematografi.</p><br /><p align="justify">Masyarakat dibuat seolah olah melihat sendiri akan suatu peristiwa. Informasi seperti inilah yang menarik masyarakat saat ini. Apalagi Di era sekarang kerangka penyampaian informasi yang harus up todate, selalu mengusung ketepatan , kecepatan dan keakurasian sebuah informasi. Karena Televisi sebagai media audio visual diakui atau tidak merupakan media penyampai informasi yang diharapkan paling lengkap untuk menjawab segala bentuk keingin tahuan masyarakat akan suatu peristiwa.</p><br /><p align="justify">Secara implisit, bicara tentang penyampaian informasi media televisi, sebenarnya kita berbicara juga tentang komunikasi antar manusia yang difokuskan pada media elektronik audio visual.</p><br /><p align="justify">Media televisi dituntut untuk menjadi komunikator yang lebih efektif, mudah di mengerti serta jauh dari kesan bertele- tele. Oleh sebab itulah, penulisan berita untuk media visual tidak sedetil pada media cetak atau media elektronik lainnya . Bagi seorang script writer, bisa jadi menulis merupakan sebuah kebutuhan. Karena boleh jadi hal tersebut merupakan tuangan aktualisasi diri. Menulis untuk program televisi, Tak menuntut pakem yang baku memang, tetapi keselarasan antara gambar dan bentuk narasi adalah tuntutan utama, karena keduanya akan saling menudukung satu sama lain. Namun diatas itu semua, yang paling penting diperhatikan adalah untuk siapa kita menulis. Karenanya segmentasi untuk siapa program tersebut diperuntukan adalah hal pertama yang harus diketahui oleh seorang scriptwriter sebelum ia bekerja. Tak jauh beda dengan radio, media Audio Visual menggunakan bahasa tutur, dalam penulisan narasinya. Pertanyaan atas jawaban bagaimana kita bisa menulis tanpa harus bersikap menggurui atau bahkan membodohi, adalah bagaimana cara seorang scriptwriter banyak menggali ide-ide dengan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena lingkungan sebenarnya adalah guru dan inspirasi yang tak pernah mati.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Prinsip dasar komunikasi effektif</strong></p><br /><p align="justify">“Naskah tidak dibuat sebagai sebuah naskah ( script ) saja , melainkan merupakan tuangan ide yang ada dalam pikiran seorang penulis naskah berita (news writer ), atau seorang agency copy writer, ataupun specialis lainnya dalam bidang broadcast script writing. “</p><br /><p align="justify">Naskah sebenarnya merupakan penjabaran ide dalam huruf- huruf. Awal dari sebuah penulisan adalah ide. Sedang langkah berikutnya adalah memproyeksikan ide tersebut kedalam kata-kata. Penulisan naskah untuk televisi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penulisan naskah untuk radio. Dalam naskah tersebut harus difikirkan pula pemilihan kata-kata yang paling efektif dan segar serta bagaimana menyusun kata-kata tersebut dengan baik, atau lebih terkesan lebih enak di dengar. Kita menyebutnya sebagai the art of writing.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Kerangka global penulisan Narasi untuk TV</strong></p><br /><p align="justify">Dibandingkan dengan penulisan naskah untuk radio, sebenarnya kerangka penulisan naskah untuk televisi tidak jauh berbeda. Bahasa yang digunakan adalah bahasa komunikasi standar, yakni bahasa baku atau bahasa yang digunakan masyarakat secara luas, dengan dibatasi kaidah kata dan mengikuti perkembangan masyarakat.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Ciri khas bahasa Televisi</strong></p><br /><p align="justify">1. Singkat dan padat, berhubungan dnegan jumlah kata dan kalimat. Dengan menggunakan kata yang sedikit, namun maknanya bisa ditangkap oleh pemirsa. Hal ini mengacu pada Televisi yang tak hanya menampilkan media audio, tetapi juga penggambaran secara visual.</p><br /><p align="justify">2. Sederhana, Pilihan kata atau ungkapan dan kesederhanaan gaya bahasa.</p><br /><p align="justify">3. Lugas.</p><br /><p align="justify">4. Menarik.</p><br /><p align="justify">5. Bahasa dan penulisan harus memperhatikan the art of writing sesuai dengan tingkat wawasan dan intelektualitas pemirsanya</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Pedoman bahasa Televisi</strong></p><br /><p align="justify">Bahasa Televisi khususnya untuk program produksi dan program news ( bahasa jurnalistik ) terdapat lima prinsip kunci sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">1. Diucapkan atau dituturkan.</p><br /><p align="justify">Naskah siaran harus berupa bahasa tutur, bukan bahasa cetak. Hindari kata- kata yang bersifat cetak. Misal : “ seperti dijelaskan diatas…., “ penggunaan kata “ Atas “ tentu saja tidak di perkenankan, karena pemirsa tidak bisa melihat informasi sebelumnya. Kata “atas “ sebaiknya di ganti dengan “ tadi” atau “ sebelumnya “</p><br /><p align="justify">2. Dari orang ke orang.</p><br /><p align="justify">Naskah siaran hendaknya menggunakan bahasa pergaulan. Hal ini penting untuk lebih menambah kelancaan komunikasi antara media dan pemirsanya.</p><br /><p align="justify">3. Sinkronisasi dengan gambar yang ditampilkan.</p><br /><p align="justify">Naskah yang disampaikan harus sesuai dengan sinematografi yang ditampilkan. Inilah yang membedakan televisi dengan media yang lainnya. Keakurasian lebih dipertimbangkan dalam penyampaikan sebuah informasi. Dalam dunia Audio visual, seorang penulis naskah atau jurnalist harus menyampaikan infomasi sesuai dengan gambar yang ada.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Struktur penulisan News dan produksi untuk TV</strong></p><br /><p align="justify">Penulisan narasi untuk televisi terdapat 2 hal yang berbeda. Yakni penulisan narasi untuk PRODUKSI dan penulisan narasi untuk BERITA</p><br /><p align="justify">Secara prinsip keduanya mempunyai perbedaan yakni Penulisan untuk produksi lebih bersifat luwes dan bisa menggunakan permainan gaya bahasa, perumpaan, berbagai majas dan tidak dibatasi dengan penggunaan gaya bahasa. Biasanya penulisannya disesuaikan dengan program. Berbeda dengan penulisan narasi untuk news, yang lebih banyak mengacu pada kaidah - kaidah penulisan jurnalistik, dan sebisanya tidak menggunakan bahasa yang bertele- tele.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Struktur Penulisan Narasi untuk berita TV</strong></p><br /><p align="justify">Berita- berita di Televisi ditampilkan melalui Voice over +slide bulletins ( gambar- gambar berita yang dilatar belakangi dengan narasi ) yang ringkas ( summeries ) sebagai bagian dari pengembangan network production.</p><br /><p align="justify">Pola yang dianggap ideal dalam berita Televisi disebut cerita lima kalimat ( a five sentence news story ) artinya, bila mungkin tiap topik berita cukup terdiri dari lima hal sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">1. Inti berita ( lead )</p><br /><p align="justify">2. Detil yang penting</p><br /><p align="justify">3. Latar belakang peristiwa</p><br /><p align="justify">4. Detil lain</p><br /><p align="justify">5. Intepretasi peristiwa</p><br /><p align="justify">Alur kerja penulisan naskah berita pada Televisi Penulis naskah berita televisi adalah sorang journalist ( wartawan ) atau reporter. yang bertugas untuk menyampaikan sebuah informasi kepada pemirsanya. Ada kalanya seorang reporter juga dibekali dengan kemampuan untuk mengabil gambar melalui camera atau handycam.</p><br /><p align="justify">Di lokasi kejadian peritiwa, yang harus dilakukan reporter adalah sebagai berikut</p><br /><p align="justify">1. Merekam wawancara dengan orang- orang yang dimintai keterangan</p><br /><p align="justify">2. Merekam general shot Yakni kumpulan gambar peristiwa tersebut.</p><br /><p align="justify">3. Merekam Stand up ( rekaman gamabr reporter ) yang melakukan petisi ( penyampaian informasi secara singkat untuk menutup reportase ). Namun poin 3 ini tidak harus dilakukan, bila tidak begitu urgent. Apalagi jika reporter memegang kamera sendiri.</p><br /><p align="justify">4. Membuat catatan - catatan di lapangan yang dipergunakan untuk sebuah naskah pada saat melakukan penulisan.</p><br /><br /><p align="justify">Setelah kembali ke studio, beberapa hal yang dilakukan :</p><br /><p align="justify">1. me-review tape hasil rekaman dengan sequences yang tepat dan sesuai dengan urutan peristiwa. Biasanya pemutaran ini di barengi dengan proses canture gambar ke komputer. Dalam tahap ini seorang reporter akan mengingat kembali peristiwa dilapangan sebgai bekal untuk menulis.</p><br /><p align="justify">2. menyusun naskah berita</p><br /><p align="justify">3. Take voice. Pembacaan naskah berita yang telah siap, bisa dilakukan dengan 2 versi yakni secara live ( pada saat on air berita ) atau pada saat proses editing. Pembacaan naskah - voice over di rekam di editing, kemudian editor menyelaraskan antara suara narasi dengan gambar yang diperoleh dilapangan. Tentu saja faktor durasi menjadi petimbangan pada tahap ini. Berita televisi yang idela tidaklebih dari 3 menit dalam penyampaiannya. Disinilah peran editor untuk mengedit berita, agar tak berkesan bertele- tele, ringkas tetapi tidak menguangi isi berita.</p><br /><p align="justify">4. Redered. - proses menyatukan gambar , narasi dan soundeffect ( bila diperlukan ) kedalam suatu file mpeg2, lalu dikirim ke master control. Sementara di Studio blue screen telah siap news reader yang akan membaca lead melalui sebuah telepromter, sebagai pengantar berita yang akan disajikan.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Langkah-langakh Menulis Naskah</strong></p><br /><p align="justify">Langkah penulisan sebuah program video biasanya terdiri dari serangkaian kegiatan yaitu :</p><br /><p align="justify">· · Merumuskan ide</p><br /><p align="justify">· · Riset</p><br /><p align="justify">· · Penulisan outline</p><br /><p align="justify">· · Penulisan sinopsis</p><br /><p align="justify">· · Penulisan treatment</p><br /><p align="justify">· · Penulisan naskah</p><br /><p align="justify">· · Reviu naskah</p><br /><p align="justify">· · Finalisasi naskah</p><br /><p align="justify">Ide sebuah cerita yang akan dibuat menjadi program video dan televisi dapat diambil dari cerita yang sesungguhnya (true story) atau non fiksi dan rekaan atau fiksi. Banyak sekali sumber ide yang dapat dijadikan inspirasi untuk menulis sebuah script video dan televisi. Misalnya, novel, cerita nyata, dan lain-lain. Film JFK merupakan contoh film yang digali dari peristiwa terbunuhnya salah seorang presiden termuda di Amerika Serikat. Oliver Stone, penulis sekaligus sutradara menggunakan banyak sumber informasi untuk membuat film tersebut sehingga dapat bertutur secara objektif.</p><br /><p align="justify">Riset sangat diperlukan setelah Anda telah menemukan sebuah ide yang akan dibuat menjadi sebuah program. Riset dalam konteks ini adalah suatu upaya mempelajari dan mengumpulkan informasi yang terkait dengan naskah yang akan ditulis. Sumber informasi dapat berupa buku, koran atau bahan publikasi lain dan orang atau narasumber yang dapat memberi informasi yang akurat tentang isi atau substansi yang akan ditulis.</p><br /><p align="justify">Setelah memahami hasil riset atau informasi yang terkumpul, anda dapat membuat kerangka atau outline dari informasi yang akan Anda tuangkan menjadi sebuah script. Outline pada umumnya berisi garis besar informasi yang akan Anda akan tulis menjadi sebuah script.</p><br /><p align="justify">Langkah selanjutnya adalah membuat sinopsis atau deskripsi singkat mengenai program yang akan Anda tulis. Sinopsis dan outline akan membantu memfokuskan perhatian Anda pada pengembangan ide yang telah Anda pilih sebelumnya. Penulisan sinopsis harus jelas sehingga dapat memberi gambaran tentang isi program video atau televis yang akan kita buat.</p><br /><p align="justify">Menulis naskah harus didasarkan pada rencana yang telah dibuat yang meliputi outline, synopsis dan treatment. Seorang penulis harus memiliki kreatifitas dalam mengembangkan treatment menjadi sebuah naskah. Treatment yang ditulis dengan baik merupakan fondasi yang kokoh yang diperlukan untuk menulis sebuah naskah. Sebuah treatment harus berisi deskripsi yang jelas tentang lokasi,waktu, pemain, adegan dan property yang akan direkam ke dalam program video. Treatment juga menggambarkan tentang sistematika atau sequence program video atau televisi yang akan diproduksi.</p><br /><p align="justify">Penulisan sebuah naskah harus didasarkan pada treatment yang dibuat. Walaupun dalam menulis naskah penulis dapat melakukan perubahan, tapi sebaiknya perubahan yang dilakukan tidak merupakan perubahan yang bersifat substantif. Perubahan sebaiknya bersifat kreatif dan tidak mengubah substansi program. Oleh karena itu treatment harus kokoh dan jelas. Dalam menulis Penulis harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan naskah yang benar.</p><br /><p align="justify">Draf naskah yang telah selesai ditulis perlu ditelaah untuk melihat kebenaran substansinya dan juga cara penyampaian pesannya. Draf naskah harus ditelaah oleh orang yang mengerti substansi isi program (content expert) dan ahli media (media specialist).</p><br /><br /><p align="justify"><strong>B. PERBEDAAN RUANG WAWANCARA TELEVISI, RADIO & MEDIA CETAK</strong></p><br /><p align="justify"><strong>a. Wawancara Pers ( Media Cetak )</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara pers dapat jauh lebih santai dan pernyataan dapat lebih panjang. Artikel featur surat khabar dan majalah akan meliput isu secara lebih dalam dan memberikan lebih banak ruang kepada anda. Sebagian besar wawancara pers memiliki persyratan yang sama dengan media elektronik ditinjau dari sudut kesingkatan dan nilai berita. Sifat wawancara pers yang tampaknya santai dibandingkan dengan wawancara media elektronik dengan mikrofon, kabel, lampu serta rasa urgensi dan ketegangannya seyogianya tidak menidurkan anda kedalam rasa keamanan yang salah. Wartawan pers mungkin memiliki gaya santai, tetapi mereka sama tajamnya dan persyratan mereka sama menuntutnya seperti kolega media elektonik mereka yang lebih glamour.</p><br /><p align="justify"><strong>b. Wawancara Televisi</strong></p><br /><p align="justify">Televisi dilihat sebagai tantangan besar oleh sebagian besar orang yang diwawancarai dan kebanyakan takut akan wawancara TV. TV lebih menuntut dalam arti audiens melihat anda dan mengejar anda. Bahasa tubuh, pakaian, latar belakang, dan gerakan anda semuanya memberikan konstribusi pada komukasi dengan audiens. Jika kata muncul dengan benar, tetapi anda banyak berkeringat, anda kelihatan tidak dapat dipercaya. Anda harus mengeluarkan suara dan melihat dengan benar. Jika seekor lalat bergerak perlahan dihidung anda, pemirsa akan kehilangan semua yang anda katakana karena mereka terlalu tersita melihat gerakan lalat tersebut. Penampilan termasuk pakaian, rambut dan ekspresi muka penting di TV.</p><br /><p align="justify"><strong>c. Wawancara radio</strong></p><br /><p align="justify">Radio seyogianya tidak dipandang sebagai “<em>televisi tanpa gambar</em>”. Radio memiliki karakteristik dengan manfaat komunikasi yang tidak dapat ditandingi oleh TV. Radio mengudara 24 jam sehari disebagian besar kota dengan berita setiap jam serta banyak kesempatan bagi anda untuk berbicara kepada audiens dalam acara “ <em>talk show</em>” dan “ <em>talk back</em>”. Radio menawarkan ruang lingkup lebih banyak dalam waktu penuh yang tersedia disebagian besar keadaan. Transmisi radio telah berkembang 3 kali lipat dalam 25 tahun silam dengan lebih dari satu miliar radio penerima didunia. Kira-kira satu untuk setiap 4 orang di bumi. Orang mendengar radio ketika mereka sedang berjalan, jogging, melakukan pekerjaan rumah tangga, di pantai, mandi di pancuran dan bercinta.(<strong>Deakin University, 1985:5</strong>).</p><br /><p align="justify">Radio adalah apa yang terjadi sekarang. Bahkan wawancara yang direkam akan mengudara dalam beberapa jam paling lama. Radio memberikan ilusi hubungan “<em>satu untuk satu</em>”. Ini dibuktikan dengan pasti dalam hal dimana pendengar telah jatuh cinta dengan penyiar dan kaget mengetahui bahwa orang lain membagi hubungan yang sama. Satu teks menguraikan bahwa radio “<em>Sesungguhnya merupakan piranti kita untuk menguping percakapan yang terjadi diantara 2 orang</em>“. (<strong>King dan Robert, 1973: 24-32</strong>)</p><br /><p align="justify">Meskipun demikian, pesan radio merupakan momen suara yang berlalu dengan cepat. Radio bukan medium untuk penjelasan yang kompleks atau daftar fakta dan statistik. Radio dapat sangat intim, mediun yang hangat. Sedangkan media cetak dingin.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Wawancara media elektronik dilakukan rmelalui cara-cara:</strong></p><br /><p align="justify">1. Live atau Siaran Langsung,</p><br /><p align="justify">Wawancara yang dilakukan dengan mengundang narasumber ke stasiun televisi dan radio yang bersangkutan atau melalui telepon.</p><br /><p align="justify"><strong>a. Wawancara Di Studio</strong></p><br /><p align="justify">Jika wawancara dilakukan di studio, pewawancara biasanya akan memberikan anda beberapa pengarahan tentang apa yang harus anda lakukan. Kalaupun tidak, ada beberapa hal yang harus anda perhatikan, seperti:</p><br /><p align="justify">· <strong>Mikrofon:</strong> Pastikan jarak antara mulut dengan mikrofon tidak terlalu dekat tapi tidak terlalu jauh. Jarak ideal antara mulut dengan mikrofon adalah satu kepalan tangan. Pastikan pula anda tidak banyak bergerak karena akan mempengaruhi kualitas suara anda di udara. Masalah ini bisa diatasi jika radio yang bersangkutan menggunakan mikrofon yang menyatu dengan headphone. Oya, satu hal lagi, jangan sekali-kali meniup atau mengetuk-ngetuk mikrofon. Ini bukan pidato di kelurahan hehehehe..</p><br /><p align="justify">· <strong>Headphone dan kontrol suara:</strong> Jangan anggap remeh fungsi headphone. Kegunaan headphone adalah untuk memonitor kualitas suara anda. Jangan segan-segan meminta pada operator atau penyiar untuk mengecilkan atau membesarkan suara di headphone sesuai dengan kenyamanan pendengaran anda.</p><br /><p align="justify">· <strong>Matikan ponsel anda</strong>. Sinyal ponsel bisa mengganggu perangkat elektronik di studio. Matikan. Jangan di silent!</p><br /><p align="justify"><strong>b. Wawancara Melalui Telepon</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara langsung melalui telepon berbeda dengan wawancara langsung di studio. Kualitas suara telepon jauh lebih rendah sehingga seringkali membuat anda harus bicara ekstra keras dengan pengucapan yang jelas. Itu yang terpenting. Hal lain yang juga harus diketahui:</p><br /><p align="justify">· Anda tidak akan langsung mengudara begitu di telepon. Idealnya anda akan di brief tentang apa yang harus dilakukan. Pada saat itu pastikan suara di ujung sana bisa anda dengar dengan jelas</p><br /><p align="justify">· Sebisa mungkin minta si pewawancara untuk menghubungi nomor rumah atau kantor dan jangan melalui handphone.</p><br /><p align="justify">· Jangan bicara terlalu dekat dengan spiker telepon. Sesuaikan jarak yang nyaman.<br />Seringkali anda tertarik mendengar suara anda langsung melalui di televisi dan radio.</p><br /><p align="justify">Namun sebaiknya jangan. Pertama dia bisa menimbulkan suara feedback atau berdenging. Kedua seringkali ada keterlambatan atau delay di televisi dan radio sehingga akan menganggu proses anda mendengarkan wawancara. Kalaupun anda tetap ingin mendengarkan melalui televisi dan radio, pastikan volumenya tidak terlalu besar.</p><br /><p align="justify"><strong>2. Wawancara Pre-Recorded atau Direkem Terlebih Dahulu</strong></p><br /><p align="justify">Untuk kemudian di edit sebelum disiarkan. Ini juga bisa dilakukan di studio televisi dan radio yang bersangkutan atau sipewawancara yang datang kepada anda dan melakukan wawancara dengan alat rekam atau juga melalui telepon. Pada prinsipnya wawancara pre-recorded ini sama dengan wawancara lain. Hanya saja bedanya dia tidak dilakukan secara live. Karena itu perhatikan poin-poin sebelumnya.</p><br /><p align="justify">Selain itu ada hal lain yang juga anda perlu perhatikan, terutama berkaitan dengan wawancara yang dilakukan dengan alat rekam. Setiap alat rekam yang digunakan oleh pewawancara memiliki karekteristik yang berbeda-beda. Ada yang masih menggunakan kaset recorder biasa, mini disc recorder atau bahkan IC recorder yang sudah canggih. Para wartawan televisi dan radio itu pasti tahu seluk beluk alat rekam mereka. Namun tidak ada salahnya kalau anda memastikan untuk berbicara dengan jelas. Jangan segan-segan untuk bertanya pada pewawancara anda apakah suara anda sudah cukup jelas direkam.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>PERBEDAAN WAWANCARA DI TELEVISI DENGAN MEDIA LAIN.</strong></p><br /><p align="justify"><strong>1. Suara/Audio</strong></p><br /><p align="justify">Perbedaan paling utama tentu saja adalah adanya unsur video atau audio. Sudah pasti dalam wawancara televisi video dan suara anda akan muncul. Dalam wawancara dengan media cetak, suara anda akan di rubah dalam bentuk tulisan sehingga masih memungkinkan adanya perbaikan dalam hal tata bahasa atau jika ada pendapat anda yang bisa disalah tafsirkan. Wartawan yang baik tentu akan menghubungi anda untuk konfirmasi ulang dan dengan mudah perubahan itu bisa dituliskannya. Tapi di televisi ini berarti anda harus merekamkan kembali merekam ulang dan itu tentu perlu waktu.</p><br /><p align="justify">Karena itulah kontrol suara sangat penting saat melakukan wawancara televisi begitupun jugan dengan radio, tapi tujuannya bukan supaya suara anda jadi bagus sebagus suara Pak Sambas (alm), tapi lebih kepada agar apa yang anda sampaikan itu terdengar jelas, baik dari segi artikulasi, penyebutan maupun volume suara.</p><br /><p align="justify">Jika suara yang terdengar terlalu besar, menjauhlah dari mikrofon dan sebaliknya. ‘Penyakit’ lain yang juga sering muncul berkaitan dengan suara ini adalah apa yang disebut sebagai bopping dan hissing. Bopping akan terjadi jika penyebutan huruf “b” atau “p” terlalu keras atau berlebihan sehingga menimbulkan suara aneh. Hissing muncul pada penyebutan huruf seperti “s” atau “x” yang berlebihan sehingga juga akan terdengar aneh dan menggangu kejelasan suara anda. Atasi dengan mengontrol jarak dengan mikrofon atau juga cara penyebutan huruf-huruf tadi.</p><br /><p align="justify"><strong>2. Sekali lewat.</strong></p><br /><p align="justify">Televisi dan Radio adalah medium sekali dengar. Karena itu jangan bicara bertele-tele. Pastikan anda bicara to the point walaupun mungkin anda diberikan waktu wawancara yang panjang. Siapkan atau tuliskan poin-poin yang akan anda sampaikan. Asal tahu saja, kemampuan orang mendengarkan dan melihat di televisi dan radio sangat terbatas. Bahkan konon kemampuan orang menangkap pesan yang didengar di radio hanya maksimal 5 menit begitu juga di televisi, setelah itu mereka akan hilang konsentrasi. Jangan pula mendominasi pembicaraan. Biarkan pewawancara yang memegang kendali.</p><br /><p align="justify"><strong>3. Unsur Emosi</strong></p><br /><p align="justify">Selama ini mungkin banyak yang berfikir bahwa wawancara melalui radio relatif lebih mudah, apalagi karena wajah anda tidak nampak, seperti di televisi. Tapi percayalah, emosi anda, suasana hati anda, bahkan sering kepribadian anda akan lebih nampak dari suara sedangkan di televisi semosi langsung terlihat pada pemirsa di rumah. Karena itulah dalam wawancara televisi dan radio, penting bagi anda untuk menjadi diri sendiri. Ingat! Anda bukan penyiar. Jadi jangan terlalu memusingkan mutu suara anda. Jadilah diri sendiri. Anda diundang bukan karena suara anda yang berat dan bagus seperti Pak Sambas (alm) atau Olan Sitompul. Anda diundang karena pendapat yang anda sampaikan. Tetaplah santai seperti layaknya bercakap-cakap biasa, tapi tetap kontrol suara anda agar apa yang anda sampaikan itu jelas. Walau ini bukan televisi, tapi jika anda tidak santai, justru akan sangat terasakan oleh pendengar. Bahkan dalam beberapa kasus, suara anda bisa terdengar cempreng.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Kejujuran, kehalusan dan keharuan</strong></p><br /><p align="justify">Ada tiga unsur vital lain dari seluruh wawancara media, kejujuran, ketulusan, dan keharuan atau empati.</p><br /><p align="justify">Sebaiknya selalu jujur terhadap media. Ini tidak berarti harus memberitahukan segala hal kepada wartawan. Tetapi seyogianya menceritakan kebenaran dalam apa yang anda katakan. Juga sebaiknya tidak bersifat menghindar dalam menjawab pertanyaan. Dalam media elektronik, audiens akan dapat mendengar atau melihat hal ini dan akan percaya anda sedang menyembunyikan sesuatu yang buruk. Wartawan akan menyadari dan menghampiri untuk menghantamnya..</p><br /><p align="justify">Sebagian besar wartawan sudah terlatih dalam teknik bertanya. Apakah seseorang menceritakan kebenaran. Beberapa orang terganggu jika ditanyakan pertanyaan serupa atau sama beberapa kali. Pertanyaan yang diulang-ulang dengan segala dalam bentuk sudut berbeda hanya merupakan salah satu cara memeriksa konsistensi dalam jawaban.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>C. KEKUATAN AUDIO VISUAL PADA WAWANCARA TV</strong></p><br /><p align="justify">Menurut Babin, televisi bekerja dengan prinsip symbolic way. Televisi menggunakan imaginasi, gambar, intuisi, cerita, nyanyian, dan pengalaman-pengalaman yang di-share-kan. Pewartaan iman, menurut Babin, bisa dijalankan dengan dua cara, yaitu katekese (instruksional) dan symbolic way. Namun dalam zaman televisi ini, terlebih bila kita ingin mengadakan pewartaan iman melalui televisi, atau pewartaan/pendalaman iman bagi generasi yang dipengaruhi bahasa televisi, kita harus menggunakan bahasa simbolis. Alasannya, bahasa jenis ini mempunyai pendekatan yang penuh gambar, imaginasi dan cerita. Dampaknya bisa mendalam, menyentuh emosi orang. Tujuan utamanya bukan pemahaman intelektual, tetapi keterlibatan hati dan pertobatan. 11 Iman di zaman sekarang harus ditemukan dalam kesadaran akan pentingnya mata, atau interioritas pribadi manusia. Hanya iman yang dibangun di atas interioritas pribadi akan bertahan dan berkembang. Symbolic way adalah cara yang paling cocok untuk meletakkan suasana yang nyaman bagi sabda Tuhan di zaman modern, di antara generasi TV.</p><br /><p align="justify">Kekuatan symbolic way tersebut digarisbawahi oleh Walter Fisher, seorang profesor pada Communication Arts and Sciences, University of Southern California 12. Ia berpendapat bahwa semua bentuk komunikasi manusia perlu dilihat sebagai ceritera yang dibangun lewat sejarah, kebudayaan dan karakter manusia. Pada dasarnya manusia adalah “binatang” yang suka bercerita. Hal ini ditegaskan dengan fakta bahwa sebagian besar tradisi religius diwariskan dari generasi ke generasi melalui cerita yang dikisahkan kembali. Dari sudut pandang naratif, bagaimanapun juga, nilai adalah inti sari dari sebuah cerita. Alkitab, misalnya, berisi banyak cerita.</p><br /><p align="justify">William F. Fore dalam buku Mythmakers: Gospel, Culture, and the Media juga menunjukkan pentingnya perumpamaan atau cerita. Perumpamaan adalah cerita biasa yang mengandung kebenaran-kebenaran yang tidak biasa dan amat penting. Metafora adalah kata-kata yang membantu kita melihat hal-hal biasa dengan cara yang luar biasa. 13 Menurut Fore, manusia mengambil keputusan berdasarkan alasan-alasan baik yang dapat dibentuk melalui sejarah, biografi, kebudayaan dan karakter. Rasionalitas cerita ditentukan oleh koherensi dan sifat patut dipercaya dari sebuah cerita. Koherensi cerita berkaitan dengan bagaimana cerita itu tampak mungkin bagi pendengarnya. Kita sering menilai koherensi sebuah cerita dengan membandingkan cerita yang satu dengan cerita lainnya yang pernah kita dengar sehubungan dengan tema yang sama. Sebuah cerita dapat dipercaya apabila terasakan sesuai dengan pengalaman para pendengar, atau cocok dengan cerita kehidupan yang mungkin akan mereka sampaikan.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Gambar sebagai kekuatan media televisi</strong></p><br /><p align="justify">Semua yang saya uraikan di atas merupakan kriteria-kriteria yang bisa dibilang bersifat universal, yakni berlaku sama untuk media cetak ataupun elektronik. Namun, ada kriteria yang khusus berlaku untuk media televisi. Hal ini disebabkan oleh sifat televisi sebagai sebuah media audio-visual (ada suara dan gambar). Dari segi suara (audio), ada kemiripan televisi dengan media radio. Namun, unsur gambar (visual) inilah yang menjadi ciri khas, sekaligus kekuatan, media televisi.</p><br /><p align="justify">Kalau seorang reporter dari suatu suratkabar baru pulang dari tugas liputan, redaktur biasanya langsung bertanya: “Kamu dapat berita apa?” Sesudah jelas, informasi apa yang diperoleh dan mau ditulis, baru si redaktur bertanya: “Ada fotonya?” Di banyak media surat kabar di Indonesia, foto (gambar) lebih sering diposisikan sebagai pelengkap berita, bukan yang utama. Artinya, tanpa satu foto pun, berita itu tetap bisa dimuat.</p><br /><p align="justify">Hal yang kebalikannya justru terjadi di media televisi. Jika seorang reporter dengan camera-person-nya baru pulang liputan, si producer (sama dengan redaktur di media cetak) akan bertanya: “Kamu dapat gambar apa?” Aspek gambar lebih diperhatikan karena memang pada gambar inilah letak kekuatan media televisi. Penulisan narasi untuk paket berita di media televisi tergantung pada ketersediaan gambar. Bahkan tak jarang, alur narasi itu sendiri menyesuaikan dengan alur gambar.</p><br /><p align="justify">Ketersediaan gambar ini mutlak diperlukan, karena pemirsa tidak mungkin disuguhi layar yang kosong. Ketiadaan gambar baru bisa ditoleransi untuk kasus-kasus khusus. Dalam hal ini, presenter yang akan muncul di layar dan langsung membacakan berita, tanpa diiringi gambar lain. Misalnya, breaking news tentang terjadinya gempa dan Tsunami, yang melanda pantai selatan Pulau Jawa, 17 Juli 2006. Hal ini terpaksa dilakukan karena informasi baru saja diperoleh lewat hubungan telepon, sedangkan reporter dan camera person masih dalam perjalanan dan belum sampai ke lokasi bencana.</p><br /><p align="justify">Karena gambar (dan suara) menjadi kekuatan media televisi, seorang producer sering mengeksplorasi dua aspek tersebut, khususnya untuk liputan-liputan yang menghasilkan gambar dinamis dan dramatis. Misalnya, liputan tentang kerusuhan massal, yang disertai dengan perusakan, penjarahan, dan pembakaran. Tanpa banyak narasi, gambar peristiwa itu sendiri sudah cukup informatif dan menarik perhatian pemirsa. Narasi hanya bersifat menuturkan hal-hal yang tidak bisa diceritakan lewat gambar.</p><br /><p align="justify">Para producer berita televisi biasanya menyukai gambar-gambar dinamis dan dramatis. Di sisi lain, mereka kurang bersemangat meliput acara yang (sudah bisa diperkirakan) akan menghasilkan gambar-gambar mati, monoton, statis, atau membosankan. Misalnya, acara seminar, simposium, diskusi, ceramah, serah-terima jabatan, peresmian ini dan itu, dan sebagainya. Gambarnya biasanya hanyalah: orang bicara, pengguntingan pita, hadirin yang duduk dan mendengarkan ceramah, dan seterusnya.</p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-68084434148270432902009-09-13T20:58:00.000-07:002009-10-27T06:58:06.160-07:00PENETUAN ANGLE DAN PERSIAPAN WAWANCARA PAKER PROGRAM BERITA<p align="center"><strong>MODUL 1</strong></p><br /><h2 style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%; text-align: center;" align="justify"></h2><br /><h2 style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%; text-align: center;" align="justify"><span style="font-size:100%;">PENETUAN ANGLE DAN PERSIAPAN WAWANCARA PAKER PROGRAM BERITA</span></h2><br /><p style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%; text-align: center;" align="justify"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></p><br /><p style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%; text-align: center;" align="justify"><strong></strong> </p><br /><br /><h2 style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%;" align="justify"></h2><br /><h2 style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%;" align="justify"><a href="http://www.journalist-adventure.com/?p=115"><span style="font-size:100%;">Menetapkan Angle dalam menulis</span></a></h2><br /><p align="justify">Untuk menulis sebuah berita diperlukan sejumlah pendekatan. Anda tidak hanya perlu memiliki perangka keterampilan seperti mengetahui penulisan lead berita yang lengkap tetapi juga kemampuan menuturkan berita itu secara mengalir. Berita yang ditulis mengalir akan membawa pembaca untuk mengikutinya sampai akhir meskipun secara teoritis, sebuah berita biasa hanya mentargetkan satu sampai tiga paragraf utama sudah mencakup semuanya.</p><br /><p align="justify">Namun jika Anda memiliki keterampilan mengajak pembaca mengikuti cerita sampai akhir, ini merupakan sebuah seni tersendiri. Satu hal lagi dalam penulisan berita adalah angle atau perspektif. Setiap media massa memiliki pendekatan masing-masing dalam mengangkat cerita.</p><br /><p align="justify">Sebagai contoh, perombakan kabinet yang mungkin berlangsung beberapa hari ini. Satu media mungkin menekankan kepada tema ekonomi sebuah sebuah angle dalam pemberitaannya. Jurnalis yang berada di lapangan karena arahan editor akan mengevaluasi tim ekonomi seperti menteri koordinasi bidang ekonomi dan keuangan, menteri keuangan dan menteri BUMN misalnya.</p><br /><p align="justify">Angle lain yang bisa diangkat adalah komposisi kabinet dari segi perwakilan partai. Apakah partai dengan mayoritas kursi di parlemen sudah memasukkan menterinya sebagai penyalur kepentingannya. Siapa saja mereka yang masuk dan bagaimana mereka memainkan perannya.</p><br /><p align="justify">Angle lain dalam menyorot komposisi kabinet baru adalah mengangkat soal menteri-menteri yang dianggap telah tercemar karena dugaan kasus korupsi. Ini juga menarik untuk menjadi sebuah angle berita. Dengan amannya menteri tertentu, maka berbagai pendapat bisa ditarik dari perkembangan tersebut. Perspektif ini mungkin lebih menarik daripada hanya berbincang soal tim ekonomi dan keterwakilan politik.</p><br /><p align="justify">Banyak angle lain yang juga bisa diangkat. Setiap media baik elektronik maupun cetak memiliki peluang menyajikan laporan dan analisa komprehensif setiap ritual dalam politik ini.</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;">Teknis Dalam Televisi</span></strong></p><br /><p align="justify">Hal-hal teknis dalam televisi yang harus diperhitungkan:</p><br /><p align="justify">- Pesan Media Televisi sifatnya sekilas sehingga pesan cepat terlupakan</p><br /><p align="justify">- Metode paling sederhana di dalam penempatan gambar di televisi adalah:</p><br /><p align="justify">Metode TRIANGGULASI(menempatkan benda tepat di bagian tengah layar)</p><br /><p align="justify">Ketika mengambil gambar seseorang, harus diperhitungkan komposisi pada ruang kosong di atas kepala.Inilah yang disebut: HEAD ROOM (ruang kepala)</p><br /><p align="justify">Ketika melakukan pengambilan gambar, kamera tidak boleh melewati garis arah gerakan, disebut: GARIS IMAJINER</p><br /><br /><p align="justify">Hal-hal yang harus diperhatikan:</p><br /><p align="justify">1. Televisi sifatnya sekilas à pesan cepat terlupakan Konsekuensi: harus membuat kata/kalimat yang mudah diingat</p><br /><p align="justify">2. Pesan Televisi disajikan dalam bentuk audio-visual(suara dan gambar) à “No Picture no News”Konsekuensi: jangan memberikan penjelasan terhadap gambar.</p><br /><p align="justify">3. Gambar dalam televisi sangat terbatas Konsekuensi: kamera harus merekam apa yang ingin diketahui pemirsa</p><br /><p align="justify">4. Televisi lebih mengutamakan gambar (visual) Konsekuensi: - mendahulukan ada gambarnya, ketimbang artistik gambar.</p><br /><p align="justify">5. Pemirsa lebih tertarik pada gambar dari pada kata-kata.</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;">Kemasan Berita Televisi:</span></strong></p><br /><p align="justify">1. BERITA COPY</p><br /><p align="justify">- Berita Copy, merupakan cara paling dasar dan sederhanadalam menyampaikan berita di televisi</p><br /><p align="justify">- Berita Copy dibuat, jika peristiwanya sangat penting</p><br /><p align="justify">- Bisa dibuat dengan cepat, karena tidak perlu persiapanyang terlalu banyak.</p><br /><p align="justify">- Tidak ada gambar, karena baru saja terjadi, bahkan mungkin masih berlangsung.</p><br /><p align="justify">- Bisa dilakukan dengan cara “phono” (penyiar menelepon langsung reporter yang berada di lokasi kejadian)</p><br /><p align="justify">- Jika memiliki perangkat SNG, bisa ditayangkan langsung dari lokasi kejadian à on the spot</p><br /><p align="justify">- Presenter tampil di layar, membacakan berita copy secara utuh dari awal sampai akhir</p><br /><p align="justify">- Lamanya berita copy antara 30-45 detik</p><br /><br /><p align="justify">2. READERS / GRAFIX</p><br /><p align="justify">- Readers/Grafix, merupakan cara paling dasar berikutnya</p><br /><p align="justify">- Format ini digunakan jika sebuah peristiwa, baru saja terjadi dan reporter belum memiliki akses untuk merekam gambar kejadian ke dalam kaset video.</p><br /><p align="justify">- Presenter hanya tampil membacakan intro, diikuti dengan tayangan grafis (data, angka, peta lokasi, still foto, dll.)</p><br /><p align="justify">- Presenter masih terus membacakan berita, ketika gambar atau grafis tersebut ditayangkan.-akhir dari berita readers/grafix, bisa di wajah anchor atau di gambar/grafix yang ditayangkan - Lamanya berita Readers/Grafix: 15-30 detik.</p><br /><br /><p align="justify">3. CLIPS ONLY</p><br /><p align="justify">- Intro dibacakan Anchor, disusul dengan Sync Narasumber</p><br /><p align="justify">- Berita Clips Only, akan dimunculkan jika Narasumber merupakan orang yang sangat penting</p><br /><p align="justify">- Atau jika sync dari narasumber “menghebohkan”</p><br /><p align="justify">- Intro yang dibacakan Anchor maksimum 3 kalimat</p><br /><p align="justify">- Lamanya berita Clips Only: 40-45 detik</p><br /><p align="justify">- Intro memuat: Topline, Background dan Context</p><br /><p align="justify">- Topline: kalimat pertama dari sebuah intro</p><br /><p align="justify">- Background: latar belakang fakta, mengapa peristiwa terjadi</p><br /><p align="justify">- Context: kejadian lain yang terkait dengan peristiwa itu</p><br /><br /><p align="justify">4. OoV (Out of Vision)</p><br /><p align="justify">- Berita hanya dibacakan Anchor tanpa Voice Over (VO)</p><br /><p align="justify">- Ketika membacakan intro, Anchor muncul di layar, disusul dengan gambar tanpa VO.</p><br /><p align="justify">- Ketika gambar sedang ditayangkan, Anchor masih tetap membacakan berita OoV.</p><br /><p align="justify">- Ketika gambar selesai, Anchor masih membacakan berita</p><br /><p align="justify">- Alasan dibuatnya berita OoV:</p><br /><p align="justify">- Tidak cukup waktu untuk dibuat jadi berita paket</p><br /><p align="justify">- Tidak cukup kuat untuk dibuat jadi berita paket</p><br /><p align="justify">- Lamanya berita OoV: 45 detik</p><br /><br /><p align="justify">5. BERITA PAKET (PACKAGE)</p><br /><p align="justify">- Unsur penting yang harus ada dalam berita paket:</p><br /><p align="justify">a. Intro à dibacakan oleh Anchor</p><br /><p align="justify">b. Sequences à gambar-gambar dari peristiwa berita</p><br /><p align="justify">c. Sync à suara langsung dari narasumber</p><br /><p align="justify">d. Voice Over (VO) à narasi berita di-dubbing oleh Reporter</p><br /><p align="justify">e. Stand-Up à reporter tampil di layar mengakhiri berita</p><br /><p align="justify">f. Natural Sound (natsound) à suara alami di lokasi peristiwa</p><br /><p align="justify">- Kata-kata dalam VO, tidak boleh sama dengan sync, jika sama disebut redundant.</p><br /><p align="justify">- Ketika Stand-Up, akan muncul: identitas Reporter, identitas Stasiun Televisi dan lokasi tempat kejadian</p><br /><p align="justify">- Stand-Up merupakan “Standard Out Cue” (SoC)</p><br /><p align="justify">- SOC : tanda akhir dari sebuah berita à disebut juga Pay 0ff Kalimat SoC</p><br /><p align="justify">- misalnya:“Ida Bagus Oka, Metro TV melaporkan dari Denpasar Bali…”</p><br /><p align="justify">- Lamanya Berita Paket: 1 menit 45 detik (maksimum)</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;">Struktur Berita Paket:</span></strong></p><br /><p align="justify">Intro dibacakan Anchor ……………………. 10 detik</p><br /><p align="justify">Voice Over dubbing oleh Reporter .…….… 10 detik</p><br /><br /><p align="justify">Bridge to Sync-1</p><br /><p align="justify">Sync-1 (korban dari kejadian) ………….… 30 detik</p><br /><p align="justify">Voice Over dubbing oleh Reporter .……… 10 detik</p><br /><br /><p align="justify">Bridge to Sync-2</p><br /><p align="justify">Sync-2 (pihak bertanggung jawab) …………… 30 detik</p><br /><p align="justify">Sequence tanpa V/O………………………….…. 8 detik</p><br /><p align="justify">Pay off/SOC/VO Penutup ……………..……… 15 detik</p><br /><br /><p align="justify">Stand-Up ReporterTotal berita paket……….1.45 menit</p><br /><br /><p align="justify">Dalam sebuah Berita Paket (package) terdapat:</p><br /><p align="justify">1. Intro</p><br /><p align="justify">2. Angle</p><br /><p align="justify">3. Sequence</p><br /><p align="justify">4. Voice Over</p><br /><p align="justify">5. Vox Pop</p><br /><p align="justify">6. Stand-Up</p><br /><p align="justify">7. Grafix</p><br /><p align="justify">8. Nat Sound / Atmosfer</p><br /><br /><p align="justify">- Intro = kalimat pertama dari berita</p><br /><p align="justify">- Angle = sisi yang akan diangkat dalam pemberitaan</p><br /><p align="justify">- Sequence = gambar-gambar yang akan diambil oleh kameramen</p><br /><p align="justify">- Voice Over = narasi yang akan mengisi tayangan sequence</p><br /><p align="justify">- Vox Pop = pendapat singkat dari orang-orang tentang peristiwa</p><br /><p align="justify">- Stand-Up = Reporter berbicara ke Pemirsa menghadap kamera</p><br /><p align="justify">- Grafix = data-data diluar sequence: gambar, foto, sketsa, peta lokasi, dll.</p><br /><p align="justify">- Nat Sound = atmosfher, suara alami yang terekam di lokasi kejadian</p><br /><p align="justify">Jika kita bruntung semua unsur di atas bisa didapat di satu lokasi kejadian Contohnya pada peristiwa Kebakaran atau Penggusuran.</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;">Alur Perjalanan Berita Sebelum Ditayangkan</span></strong></p><br /><p align="justify">1. Sekembalinya dari lapangan, Reporter harus segera melapor kepada Produser, mengenai berita yang baru saja diliputnya.</p><br /><p align="justify">2. Jika Produser setuju berita itu dibuat menjadi “berita paket”,maka Reporter langsung membuat intro berita.</p><br /><p align="justify">3. Setelah intro selesai, Reporter melakukan preview dan logging (mencatat gambar-gambar yang akan dipakai dan memilih sync)</p><br /><p align="justify">4. Selanjutnya Reporter menulis naskah berita (narasi untuk VO),disesuaikan dengan gambar dan sync yang dipilih Reporter</p><br /><p align="justify">5. Setelah naskah berita (narasi) selesai, Reporter melakukan perekaman suara (dubbing)</p><br /><p align="justify">6. inilah yang disebut voice over</p><br /><p align="justify">7. Terakhir mengedit gambar dan menggabungkannya dengan narasi (mixing), hingga menjadi hasil edit yang siap untuk ditayangkan, disebut final cut</p><br /><p align="justify">8. Diposkan oleh Phyrman di 07:52 </p><br /><p align="justify">9. Label: TELEVISI</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Persiapan wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara adalah satu hal penting bagi seorang jurnalis. Wawancara merupakan kegiatan utama jurnalistik. Tanpa wawancara tidak menarik isi berita. Wawancara baik yang sifatnya panjang, singkat atau dadakan merupakan pilar dari hampir semua laporan. Bahkan ketika menulis feature pun wawancara menjadi alat sangat penting.</p><br /><p align="justify">Beberapa persiapan perlu dilakukan sebelum wawancara:</p><br /><p align="justify">1. Baca dan lakukan riset sebelum wawancara. Baru-baru ini saya akan melakukan wawancara mengenai buku Menteri Kesehatan Siti Fadilah berjudul Saatnya Dunia Berubah. Buku ini menjadi kontroversi karena edisi bahasa Inggris memuat kalimat mengenai Amerika Serikat yang dianggap mungkin membuat senjata biologi dari virus flu burung yang disimpan WHO. Saya membaca berbagai ulasan, wawancara, artikel tentang buku itu sebelum wawancara. Maka pertanyaannya menjadi menajam, misalnya apa alasan penulisan buku dan mengapa heboh, serta benarkah ada tuduhan itu.</p><br /><p align="justify">2. Susuan pertanyaan dari yang paling dasar sampai paling pokok. Artinya jika wawancara itu hanya akan digunakan sebagai bagian dari laporan, maka susun kalimat yang akan dijadikan bagian utama dari laporan.</p><br /><p align="justify">3. Mempersiapkan pengembangan gagasan bila pertanyaan yang sudah disiapkan ternyata tidak tepat sesuai harapan. Artinya plan B tetap disiapkan agar wawancara tidak mati kutu atau berhenti gara-gara tidak sesuai dengan keinginan kita. Barangkali dalam acara spontan yang mengalir dari wawancara - khususnya untuk radio dan televisi - mungkin lebih atraktif daripada yang sudah disiapkan. Namun pegangan tetap harus ada sehingga tepat sasaran.</p><br /><p align="justify">4. Siapkan peralatan dengan baik. Alat rekam, baterai, block note, alat tulis, apapun yang mendukung wawancara jangan ketinggalan. Alat rekam yang ketinggalan akan membuat wawancara sulit diuraikan nantinya karena akan mengandalkan catatan saja.</p><br /><p align="justify">5. Jalin kontak dengan ajudan atau staf yang dekat dengan nara sumber, misalnya menteri apabila diperlukan. Atau jalin kontak dengan nara sumber langsung melalui alat komunikasi sehingga janji wawancara tidak terlupakan.</p><br /><p align="justify">6. Jika wawancara dilakukan secara mendadak, persiapan tidak begitu banyak, buat keputusan satu dua ide langsung untuk dijadikan laporan utama. Pengalaman melakukan wawancara akan benyak membuat Anda terbiasa dengan ide-ide spontan.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Tata Cara Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Wawancara adalah salah satu faktor penting dalam menggali informasi dari nara sumber, dalam hal ini rumah tangga sample. Dengan teknik wawancara yang baik dan benar diharapkan tujuan interview akan tercapai. Setiap moderator harus mengetahui teknik wawancara yang efisien dan efektif.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;">Wawancara yang Efisien dan Efekt</span></strong><span style="font-family:Arial;">if:</span></p><br /><p align="justify">1. Persiapan diri dengan baik dengan cara memahami sepenuhnya cakupan isi dan maksud dari setiap pertanyaan.</p><br /><p align="justify">2. Camkan dalam hati bahwa kita yang butuh data, bukan responden.</p><br /><p align="justify">3. Kembangkan dan pertahankan suasana komunikasi yang baik dengan responden dengan cara bersikap ramah , sopan, bersahaja, dan jangan tergesa-gesa.</p><br /><p align="justify">4. Untuk jenis-jenis pertanyaan yang (agak) sulit dijawab oleh narasumber, gunakan cara lain dalam bertanya tanpa mengubah makna dari pertanyaan.</p><br /><p align="justify">5. Apabila jawaban narasumber agak meragukan, ditayakan kembali lagi dengan gaya pretallan yang lain</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Perencanaan dalam Rapat Budgeting Redaksi</strong></p><br /><p align="justify">Ø Perencanaan program berita dimulai dari rapat Budgeting di redaksi, yakni menentukan :</p><br /><br /><p align="justify">- kebijakan editorial berita hari itu,</p><br /><p align="justify">- alokasi berita untuk setiap segment di program berita, & siapa saja narasumber penting yang harus diwawancara</p><br /><p align="justify">- segment wawancara, termasuk menentukan angle dan siapa narasumbernya.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Penentuan Angle & Narasumber Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Ø Dari sebuah topik berita yang akan diangkat/ ditayangkan, dapat dibuat beberapa paket berita dengan berbagai angle atau fokus bahasan yang lebih spesifik.</p><br /><p align="justify">Contoh : topik buruh,</p><br /><p align="justify">Angle :</p><br /><p align="justify">- Peran buruh migran dlm menghasilkan devisa dalam 3 tahun terakhir</p><br /><p align="justify">- Kinerja dan kualitas buruh Indonesia dlm menunjang industri manufaktur di Indonesia</p><br /><p align="justify">- Demo buruh menentang UU Ketenagakerjaan</p><br /><p align="justify">Ø Berdasarkan angle wawancara yang dipilih maka kemudian akan lebih mudah menentukan narasumber dan data pendukung yang diperlukan.</p><br /><p align="justify">Ø Narasumber : semua stakeholders yang terkait dengan topik. Mis. topik buruh :</p><br /><p align="justify">- Pengusaha</p><br /><p align="justify">- Buruh perorangan</p><br /><p align="justify">- Serikat pekerja</p><br /><p align="justify">- Departemen Tenaga Kerja</p><br /><p align="justify">- DPR (pembuat UU)</p><br /><p align="justify">Ø Tentukan mengapa dan target apa yang akan digali dari narasumber :</p><br /><p align="justify">- Fakta-fakta untuk direkam</p><br /><p align="justify">- Opini</p><br /><p align="justify">- Experties/ keahlian dari narasumber</p><br /><p align="justify">- Kombinasi dari semua</p><br /><p align="justify">- Informasi singkat</p><br /><p align="justify">- Informasi mendalam</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Riset Untuk Persiapan Wawancara</strong></p><br /><br /><p align="justify">Riset :</p><br /><p align="justify">• Mencari dan/atau mengumpulkan data</p><br /><p align="justify">• Mengolah data</p><br /><p align="justify">• Membuat analisis</p><br /><p align="justify">• Kesimpulan</p><br /><br /><p align="justify">Sumber Data :</p><br /><p align="justify">• Koleksi Dokumentasi</p><br /><p align="justify">• Media Cetak</p><br /><p align="justify">• Data Liputan</p><br /><p align="justify">• Internet</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Menembus Akses Narasumber</strong></p><br /><p align="justify">Ø Pastikan memiliki nomor telefon orang-orang penting, bila perlu lebih dari satu nomor, atau nomor pihak yang berhubungan satu sama lain.</p><br /><p align="justify">Ø Telepon lebih dulu narasumber untuk menentukan tempat dan waktu wawancara</p><br /><p align="justify">Ø Apabila narasumber penting keberatan, jangan menyerah beri penjelasan, atau katakan kita akan lebih fleksibel untuk waktu & tempat, asal masih memperhatikan deadline tayang.</p><br /><p align="justify">Ø Kunjungi langsung dimanapun dia berada, coba segala kemungkinan untuk mengetahui informasi awal atau narasumber lain yang representatif, meski belum tentu bisa langsung wawancara dengan kamera. </p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Deadline</strong></p><br /><p align="justify">Ø Reporter tidak punya banyak waktu untuk riset, karena ada deadline tayangan. Pekerjaan meliput dan mewawancara harus disesuaikan dengan deadline/ realistis dengan deadline.</p><br /><p align="justify">Ø Apabila meliput & mewawancara narsumber, hari itu juga harus tayang, kumpulkan hanya data awal yang penting (tidak perlu riset mendalam), lalu langsung hubungi dan datangi narasumber. Data awal dilengkapi wawancara narasumber dapat menjadi berita “hardnews” </p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-40535650437184756092009-09-13T21:00:00.000-07:002009-10-27T06:57:41.185-07:00INSTRUMENT WAWANCARA TV DAN EQUIPMENT PENDUKUMG PAKET HARD NEWS<p align="center"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><strong>MODUL 4</strong></span></p><br /><p align="center"><strong>INSTRUMENT WAWANCARA TV DAN EQUIPMENT PENDUKUMG PAKET HARD NEWS</strong></p><br /><p align="center"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"> Wawancara dalam dunia jurnalistik adalah hal yang sangat penting, karena sumber berita selain didapat dari suatu peristiwa atau kegiatan kejadian lapangan juga bisa didapat melalui wawancara. Wawancara (interview) pada dasarnya suatu upaya untuk menggali serta mempertajam keterangan yang lebih dalam untuk mengungkapkan fakta sebuah berita dari sumber lain yang relevan. Dengan demikian berita yang disajikan merupakan perpaduan antara fakta (<em>facs news</em>) dan opini atau pendapat atau omongan (<em>talk news</em>). Untuk menggali keterangan atau informasi atau keterangan dari seseorang<span style="color:white;">,</span>wawancara yang diperlukan tidak sekadar sambil lalu, tetapi memerlukan kekhususan.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Ada beberapa bentuk wawancara antara lain adalah:</strong></p><br /><p align="justify">1.Wawancara berita (News interview), baik untuk wawancara hardnews, wawancara softnews, features, dll.</p><br /><p align="justify">2. Wawancara yang pertanyaanya disiapkan disiapkan terlebih dahulu (Prepard question interview).</p><br /><p align="justify">3. Wawancara melalui telepon.</p><br /><p align="justify">4. Wawancara pribadi(personality interview).</p><br /><p align="justify">5. Wawancara dengan banyak orang.</p><br /><p align="justify">6. Wawancara dadakan / mendesak (spontanity interview).</p><br /><p align="justify">7. Wawancara serombongan (Group interview).</p><br /><br /><p align="justify"> Dalam suatu wawancara tentunya harus ada langkah-langkah persiapan seperti :</p><br /><p align="justify">1. Tahapan Biografis: Tahapan untuk mengumpulkan tentang nama, gelar, tempat tinggal, data-data umum lain.</p><br /><p align="justify">2. Tahapan non biografis: Tahapan yang mengumpulkan keterangan seputar subyek, seperti terkait dengan kehidupan tokoh selain biografis.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara adalah</strong> :</p><br /><p align="justify">1. <strong>Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara.</strong> Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.</p><br /><p align="justify">2. <strong>Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku.</strong> Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.</p><br /><p align="justify">3. <strong>Jangan mendebat nara sumber.</strong> Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah.</p><br /><p align="justify">Contoh yang baik: “Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?”</p><br /><p align="justify">Contoh yang lebih baik lagi: “Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?”</p><br /><p align="justify">Contoh yang tidak baik: “Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak.”</p><br /><p align="justify">4. <strong>Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum.</strong> Biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.</p><br /><p align="justify">5. <strong>Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point.</strong> Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.</p><br /><p align="justify">6. <strong>Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya.</strong> Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.</p><br /><p align="justify">8. <strong>Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber.</strong> Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber “buka mulut”. Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.</p><br /><p align="justify">9. <strong>Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber.</strong> Dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.</p><br /><p align="justify">10. <strong>Memihak Narasumber.</strong> Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, “Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing”.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Pelaksanaan Wawacara</strong></p><br /><p align="justify">Hal yang harus diperhatikan selama wawancara, yaitu menjaga suasana, bersikap wajar, memelihara situasi, tangkas dalam menarik kesipulan, menjaga pokok persoalan, kritis, dan menjaga sopan santun.</p><br /><p align="justify"><strong> Menjaga Suasana</strong>. Ini sangat penting dalam pelaksanaan wawancara dibuat lebih rileks, sehingga berjalan dengan santai tidak terlalu formal meskipun membahas masalah yang serius.</p><br /><p align="justify">Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan baik memerlkan waktu, karena itu sebelum memasuki materi yang akan dipercakapkan lebih enak kalau dibuka dengan hal-hal yang umum. Misalnya, soal keadaan nara sumber baik itu masalah kesehatan, hobi dan sebagainya yang mungkin menyetuh hati. Meski sifat basa-basi ini diperlukan untuk menarik simpati supaya nara sumber sehingga tidak terlalu pelit dengan pernyataan atau pendapat baru. Kecuali kalau pewawancara sudah sangat dekat basa-basi itu bisa dikurangi, lebih-lebih kalau memang waktu untuk wawancara sangat terbatas, pewawancara harus tanggap. Itupun juga kita dibicarakan sebelum melangsungkan wawancara.</p><br /><p align="justify">Dalam menjaga suasana ini sudah selayaknya dilakukan, antara lain jangan membuat nara sumber marah atau tersinggung, sehingga percakapan langsung diputus.Jangan marah-marah atau memojokkan nara sumber.</p><br /><p align="justify"><em></em> </p><br /><p align="justify"><strong> Bersikap Wajar.</strong> Dalam wawancara seringkali berhadapan dengan nara sumber yang benar-benar pakar, tetapi tidak jarang yang dihadapi tidak menguasai persoalan. Namun demikian tidak perlu rendah diri atau merasa lebih tinggi dari nara sumber, seharusnya bisa mengimbangi atau mengangkatnya. Pewawancara juga harus bisa mencegah supaya nara sumber tidak berceramah, karena itu persiapan menghadapi berbagai karakter ini sangat diperlukan.</p><br /><p align="justify">Karena itu dalam persiapan wawancara ini diperlukan,menguasai materi, selain menguasai nara sumber dan pandai-pandai membawakan diri agar tidak direndahkan.</p><br /><p align="justify">Apabila menghadapi nara sumber yang tidak menguasai masalah bisa mengarahkan tetapi tanpa harus menggurui, sehingga bisa memahami persoalan yang akan digali.</p><br /><p align="justify"><strong> Memelihara Situasi.</strong> Secara sadar sering terbawa emosi, sehingga lupa sedang menghadapi nara sumber, karena itu dalam wawancara harus pandai-pandai memelihara situasi supaya mendapat informasi yang dibutuhkan dan jangan sampai terjebak ke dalam situasi perdebatan dengan nara sumber yang diwawancarai. Juga perlu dihindari situasi diskusi yang berkepanjangan atau bertindak berlebihan sampai menjurus ke arah interograsi apalagi menghakimi.</p><br /><p align="justify">Misalnya wawancara dengan seorang direktur rumah sakit terkait dengan kasus flu burung, karena etika kedokteran, sehingga harus dijaga dirahasiakan. Namun pewawancara memaksakan kehendak, sehingga menimbulkan ketegangan dan menghakimi direktur tersebut, bukan mendapat informasi malah tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dalam menghadapi kasus seperti itu pewawancara harus mampu mencari celah untuk kembali pada situasi, agar mendapatkan informasi yang</p><br /><p align="justify">lebih jelas.</p><br /><p align="justify"><strong> Tangkas Menarik Kesimpulan.</strong> Pada saat wawancara berlangsung dituntut untuk secara setia mengikuti setiap jawaban yang diberikan nara sumber untuk menarik kesimpulan dengan tangkas. Dengan kesimpulan yang tepat wawancara terus bisa dilanjutkan secara lancer. Kesalahan yang sering dilakukan wartawan pada saat mengambil kesimpulan kurang tangkas, sehingga nara sumber harus mengulang kembali apa yang telah disampaikan.</p><br /><p align="justify">Kalau itu terjadi berulangkali maka akan membuat nara sumber bosan, sehingga wawancara tidak berkembang, membuat pintu informasi menjadi tertutup. Akibat yang paling parah kehilangan sumber berita, karena nara sumber takut salah kutip. Bagi narasumber yang teliti dan kritis, satu persatu kalimat akan menjadi pengamatan. Salah kutip ini harus dihindari dalam setiap wawancara, Jangan takut minta pernyataan diulang atau bahkan ada kata yang kurang jelas seperti ucapan bahasa Inggris harus selalu dicek kebenaran arti dan ejaannya.</p><br /><p align="justify"><strong> Menjaga Pokok Persoalan.</strong> Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam setiap wawancara agar dalam menggali informasi mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan hasil yang memuaskan. Seringkali dalam menjaga pokok persoalan ini diliputi perasaan rikuh kalau kebetulan ayng diwawancari pejabat atau mempunyai otoritas dalam hal tertentu.</p><br /><p align="justify">Serngkali untuk menjaga situasi ini ada anjuran pewawancara mengikuti apa yang dikatakan nara sumber</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Kriteria Kelayakan Berita</strong></p><br /><p align="justify">Apakah semua peristiwa layak dijadikan berita? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi berita, antara lain:</p><br /><p align="justify">1. <strong>Penting</strong>. Pengesahan RUU Sisdiknas adalah penting, karena menyangkut kepentingan rakyat banyak, yang menjadi pembaca media bersangkutan. Maka layak jadi berita. Ini juga relatif tergantung dari khalayak pembaca yang dituju. Isu Amien Rais menjadi calon presiden tentu penting untuk dimuat di Harian <em>Republika,</em> tetapi kurang penting dimuat di Majalah <em>Gadis</em>, karena khalayak pembacanya berbeda.</p><br /><p align="justify">2. <strong>Baru terjadi, bukan peristiwa lama</strong>. Peristiwa yang telah terjadi pada 10 tahun yang lalu jelas tidak bisa jadi berita.</p><br /><p align="justify">3. <strong>Unik, bukan sesuatu yang biasa</strong>. Seorang mahasiswa yang kuliah tiap hari adalah peristiwa biasa. Tetapi jika mahasiswa berkelahi dengan dosen di dalam ruang kuliah, itu luar biasa.</p><br /><p align="justify">4. <strong>Asas keterkenalan</strong>. Kalau mobil anda ditabrak mobil lain, tidak pantas jadi berita. Tetapi kalau mobil yang ditumpangi putri Diana ditabrak mobil lain, itu jadi berita dunia.</p><br /><p align="justify">5. <strong>Asas kedekatan</strong>. Asas kedekatan ini bisa diukur secara geografis maupun kedekatan emosial. Banjir di Cina yang telah menghanyutkan ratusan orang, masih kalah nilai beritanya dibandingkan banjir yang melanda Jakarta, karena lebih dekat dengan kita.</p><br /><p align="justify">6. <strong>Magnitude</strong>(dampak dari suatu peristiwa). Demonstrasi yang dilakukan oleh 10.000 mahasiswa tentu lebih besar magnitudenya dibanding demonstrasi oleh 100 mahasiswa.</p><br /><p align="justify">7. <strong>Trend</strong>. Sesuatu bisa menjadi berita ketika menjadi kecenderungan yang meluas dimasyarakat. Misalnya, sekarang orang mudah marah dan mudah membunuh pelaku kejahatan kecil (pencuri, pencopet) dengan cara dibakar hidup-hidup.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Teknik Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Berita sebagai produk jurnalistik hanya bisa lahir dari fakta-fakta yang ada di masyarakat. Dan di balik fakta-fakta itu tentu ada aktornya. Untuk kelahiran sebuah produk jurnalistik yang sehat, jurnalis harus mampu membuat si aktor bicara. Cara efektif untuk itu, tidak ada lain, kecuali dengan jalan melakukan wawancara.</p><br /><p align="justify">Dalam aktifitas jurnalistik, sebuah wawancara sudah barang tentu memerlukan berbagai sentuhan teknik dalam aplikasinya. Dan berbicara ikhwal teknik wawancara, tentu saja kita akan berhadapan dengan sesuatu yang dinamis bahkan progresif dan juga fleksibel. Artinya, teknik wawancara itu bukan merupakan sesuatu yang musti baku, kaku, apalagi sakral. Teknik itu berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat. Karenanya, para jurnalis juga dituntuk untuk senantiasa memberdayakan diri sesuai tuntutan jaman.</p><br /><p align="justify">Terpenuhinya prinsip-prinsip keberimbangan bagi sebuah berita, hanya bisa ditempuh dengan wawancara. Dan sekali lagi, hanya dengan wawancara, maka berita sebagai hasil karya jurnalistik akan memiliki daya hidup sekaligus bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, dengan wawancara, fakta-fakta dari masyarakat yang dihimpun wartawan akan terekonstruksi dengan baik.</p><br /><p align="justify">Namun, Wartawan tidak boleh mengabaikan anatomi persoalan yang terkait dengan temuan fakta-fakta tersebut di lapangan. Dan untuk persoalan-persoalan tertentu, Wartawan wajib memetakannya. Penyiapan anatomi persoalan itu bahkan merupakan langkah awal sebelum berlangsungnya sebuah wawancara. Bermutu tidaknya sebuah wawancara, biasanya justru lebih banyak ditentukan oleh hal tersebut. Misalnya, seorang Wartawan ingin mengetahui secara detail tentang posisi, peran dan sumbangan intelektual dalam mendorong demokrasi di Indonesia, maka Wartawan harus mampu menggambarkan bagaimana kaum intelektual Indonesia mengembangkan wacana yang beragam atas wacana resmi Orde Baru di sekitar tema-tema pokok "Pembangunan", "Dwi fungsi", "Demokrasi Pancasila","Persatuan dan kesatuan" serta "Sara". Itu yang penting !.</p><br /><p align="justify">Dari sana akan bisa dibuat kategori-kategori intelektual Indonesia. Dan mungkin saja akan segera terpetakan adanya intelektual ortodoks, revisionis dan mungkin oposisionis. Secara demikian, setidaknya telah tercipta sarana pemahaman baru yang lebih memadai tentang intelektual Indonesia.</p><br /><p align="justify">Untuk sampai pada pemahaman itu, seorang Wartawan harus memiliki referensi cukup tentang berbagai bidang yang diminati. Jadi, wawancara seorang jurnalis hanya akan sukses dan bermutu, manakala ia telah memiliki kesiapan seperti dimaksud. Namun, yang justru tampak rumit, adalah aktifitas di balik teknik wawancara itu.</p><br /><p align="justify">Adapun teknik wawancara bisa dikelompokkan menjadi dua (2) bagian.</p><br /><p align="justify">1. Teknik verbal yang betul-betul memerlukan alat bantu hard ware yang diperlukan.</p><br /><p align="justify">2. Teknik substansial - teknik yang terkait dengan kemampuan jurnalis dari segi ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema, tempat dan saat yang tepat bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Disini perlu adanya ketajaman analisis sosial.</p><br /><p align="justify">Itulah pentingnya seorang Wartawan menguasai materi yang hendak diwawancarakannya terhadap narasumber. Hanya dengan cara seperti itu, ia mampu memperoleh informasi banyak dan akurat serta signifikan.</p><br /><p align="justify">Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap sebagai tip untuk menunjang suksesnya sebuah wawancara.</p><br /><p align="justify">1. Wartawan harus memakai kalimat tanya yang bisa membuahkan jawaban obyektif.</p><br /><p align="justify">2. Pertanyaan harus selalu diusahakan dengan menggunakan kalimat pendek dan mudah dimengerti.</p><br /><p align="justify">3. Tidak boleh segan-segan mengajukan pertanyaan ulang atas hal-hal yang belum jelas untuk dimengerti.</p><br /><p align="justify">4. Tahu momentum yang tepat. Juga tahu apa yang layak dan tidak layak untuk ditanyakan, sekaligus cara bertanya yang pas.</p><br /><p align="justify">5. Jauhi pertanyaan yang bernada menggurui.</p><br /><p align="justify">6. Hindari gaya interogasi.</p><br /><p align="justify">7. Hindari pertanyaan yang sifatnya mencari legitimasi dari frame pemikiran yang sebetulnya sudah dimiliki.</p><br /><p align="justify">8. Hindari pertanyaan yang bersifat menguji nara sumber.</p><br /><p align="justify">9. Tumbuhkan sifat empaty dalam wawancara.</p><br /><p align="justify">10. Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan perlu terlebih dahulu memaparkan persoalan yang hendak dimintakan pendapat dari nara sumber.</p><br /><p align="justify">11. Hindari kalimat tanya yang bersifat mengadu domba.</p><br /><p align="justify">12. Buat pertanyaan yang mampu menggugah daya nalar, ingatan serta perspektif nara sumber.</p><br /><p align="justify">Ke dua belas tips itu, mungkin akan menjadi jaminan suksesnya sebuah wawancara. Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi dengan kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula, seorang jurnalis "haram" mendatangi nara sumber dengan kepala kosong.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Persyaratan Berita</strong></p><br /><p align="justify">Persyaratan wawancara berita, yaitu mempunyai tujuan yang jelas, efisien, menyenangkan, mengandalkan persiapan dan riset awal, melibatkan khalayak, menimbulkan spontanitas, pewawancara sebagai pengendali, dan mengembangkan logika.</p><br /><p align="justify">Jenis-jenis wawancara berita, yaitu wawancara sosok pribadi, wawancara berita, wawancara jalanan, wawancara sambil lalu, wawancara telepon, wawancara tertulis, dan wawancara kelompok.</p><br /><p align="justify">Pola wawancara berita, menurut Bruce D. Itule terdapat dua macam pola wawancara. Pertama, <em>Funnel interview,</em> yaitu pola wawancara yang disusun seperti bentuk corong atau cerobong. Pola wawancara seperti ini diawali dengan perbincangan. Kedua, <em>interved funnel interview</em>, yaitu pola wawancara yang disusun seperti cerobong terbalik. Reporter langsung menanyakan hal yang pokok tanpa memulai hal yang umum.</p><br /><h4 style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;" align="justify"></h4><br /><h4 style="margin: 0cm 0cm 0pt; line-height: 150%; text-align: justify;" align="justify">Syarat Judul Berita</h4><br /><p align="justify">Judul adalah pemicu daya tarik pertama bagi pembaca untuk membaca suatu berita. Judul berita yang baik harus memenuhi tujuh syarat, yaitu:</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Provokatif </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Singkat dan padat </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Relevan </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Fungsional </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Formal </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Representatif </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Merujuk pada bahasa baku </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Spesifik </div></li></ul><br /><br /><p align="justify"><strong>Persiapan, Pelaksanaan Wawancara dan Beat Reporting</strong></p><br /><p align="justify">Ada beberapa persiapan yang harus anda lakukan sebelum melakukan wawancara, diantaranya:</p><br /><p align="justify"> Penentuan tema. Mengapa suatu tema harus diangkat? Kenapa harus sekarang? Pertama-tama tanyakan pada diri anda sendiri - mengapa kasus dibawakan sekarang? Dari awal harus sudah jelas peran apa yang akan anda bawakan - informasi apa yang anda mau dari narasumber, apakah perspektifnya, dimana mereka akan anda posisikan.</p><br /><p align="justify">Menentukan Angle. Angle atau sudut pandang sebuah berita ini dibikin untuk membantu tulisan supaya terfokus. Kita tidak mungkin menulis seluruh laporan tentang apa yang kita lihat, atau menulis seluruh uraian yang disampaikan oleh narasumber. Tulisan yang tidak terfokus hanyalah akan membingungkan pembaca. Untk mebentukan angle salah satu cara yang termudah adalah membuat sebuah [pertanyaan tunggal tentang apa yang mau kita tulis. Jawaban pertanyaan tidak boleh melebar kemana-mana. Hal-hal yang tidak relevan dengan angle sebaiknya tidak ditanyakan. Jika ada informasi lain yang disampaikan maka bisa dibuat judul lain. Atau informasi yang sangat penting tersebut tidak cukup untuk dibuat dalam berita tersendiri, maka bikinlah sub judul.</p><br /><p align="justify">Susunlah <em>outline</em>. Agar memudahkan dalam wawancara maka sebaiknya anda menyusun kerangka berita (outline) atau istilah yang lebih lazim <em>flowchart</em>. Outline berisi antara lain:</p><br /><p align="justify">1. Tema berita</p><br /><p align="justify">2. Angle</p><br /><p align="justify">3. Latar belakang masalah</p><br /><p align="justify">4. Narasumber</p><br /><p align="justify">5. Daftar pertanyaan</p><br /><p align="justify">Wawancara merupakan metode pencarian berita yang baik dan sangat penting bagi wartawan. Melalui metode ini lebih banyak informasi dapat digali. Wawancara memiliki keluwesan karena informasi yang diperoleh cenderung dianggap “sah” dan tidak diragukan kebenarannya sejauh menyebutkan atribusi dan nama sumbernya.</p><br /><p align="justify">Wawancara adalah kegiatan pencarian informasi dengan cara menanyakan secara mendetil dan mendalam; memancing dengan pernyataan maupun mengkonfirmasi suatu hal, agar dapat diperoleh gambaran yang utuh tentang narasumber atau peristiwa maupun isu tertentu.</p><br /><p align="justify">Wawancara dapat disamakan dengan obrolan. Namun ada perbedaan mendasar antara obrolan biasa dengan wawancara. Hal-hal yang membedakan tersebut adalah tujuannya, hubungan antara narasumber dan pewawancara, tata krama, dan batasan waktunya. Untuk dapat mempersiapkan dan melaksanakan wawancara dengan baik serta sesuai dengan tujuannya; kita perlu mengetahui jenis-jenis wawancara untuk berita, wawancara untuk features, dan orang terkenal, serta wawancara biografi.</p><br /><p align="justify">Dalam situasi tertentu akan mendesak wawancara dapat dilkakukan dengan cara melalui telepon secara tertulis, atau wawancara secara serempak, dalam bentuk kelompok diskusi. Suatu wawancara dapat berlangsung dengan baik bila dipersiapkan dengan baik. Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam wawancara adalah mempersiapkan diri dengan informasi yang berkaitan dengan permasalahan atau orang yang akan diwawancarai, mengkonfirmasi tentang tujuan wawancara dan jenis informasi yang harus diperoleh. Mempersiapkan mental untuk menghadapi situasi dan karakter narasumber, membaca berita terakhir dan memprediksi ke mana arah itu berkembang, merancang pertanyaan sebagai panduan wawancara, serta membuat janji wawancara dengan narasumber.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Beat Reporting</strong></p><br /><p align="justify">Beat reporting hádala sebuah bentuk treporting yang dilakukan di institusi-institusi/lembaga tempat reporter ditugaskan secara rutin.</p><br /><p align="justify">Di lembaga mana pun beat reporter berada, prinsip kerja yang harus dipegang adalah mempersiapkan diri, siap siaga, gigih dan keras hati, siap di tempat, dan waspada.</p><br /><p align="justify">Selain menggunakan metode yang secara khusus memang tumbuh dari dunia jurnalistik, reporter dapat pula menggunakan beberapa metode ilmu sosial seperti metode pengamatan terlibat, studi sistematis terhadap dokumen, eksperimen, dan poll opini publik</p><br /><p align="justify"><strong><u></u></strong></p><br /><p align="justify"><strong>Mengumpulkan Informasi dengan Tepat</strong></p><br /><p align="justify">Ketidak akuratan (kesalahan) dalam pemberitaan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian (kesembronoan) yang tidak disengaja. Seorang reporter mungkin tidak menggunakan waktu secukupnya untuk mengecek informasinya sebelum menulis berita. Kemudian ia salah menuliskan nara sumber berita.</p><br /><p align="justify">Seorang wartawan kawakan akan mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari kesalahan fakta:</p><br /><p align="justify">Bila anda mewawancarai seseorang, tanyakan nama, umur, alamat, dan nomor teleponnya. Setelah mengumpulkan informasi, ejalah namanya dan bacakan informasi yang anda peroleh (tangkap) sehingga sumber berita bisa mengoreksinya. Nomor telepon tidak ditulis dalam berita, namun reporter harus mengetahuinya untuk mengadakan kontak dengan sumber berita tersebut.</p><br /><p align="justify">Bila informasi nara sumber anda peroleh dari tangan kedua, harap dicek pada sumber berita untuk membetulkannya.</p><br /><p align="justify">Jangan sekali-kali beranggapan bahwa bahwa anda mengetahui semuanya. Anda selalu harus mengecek ulang setiap informasi yang penting.</p><br /><p align="justify">Bila tulisan anda menyangkut materi yang rumit, pastikanlah dulu bahwa anda mengetahui hal itu.</p><br /><p align="justify">Umumnya seorang wartawan mengambil peranan sebagai seorang pembaca kebanyakan, dan megajukan pertanyaan sesuai dengan posisi itu.</p><br /><p align="justify">Bila menggunakan statistik atau data matematis, reporter harus mengecek angka-angkanya dan menghitung. Banyak wartawan yang berdalih bermacam-macam bila seorag pembaca yang kritis mengirim surat ke redaksi dan menunjukkan perhitungan yang keliru dalam tulisan wartawan.</p><br /><p align="justify">Statistik harus dicermati benar dengan penuh kecurigaan. Anda bisa membuktikan apa saja dengan statistik, tergantung bagaimana cara anda menyajikannya dan apa saja yang anda masukkan atau tinggalkan. Tanyakanlah kepada sumber secara cermat untuk meyakinkan kebenaran angka-angka tersebut.</p><br /><p align="justify">Seorang reporter tidak boleh membiarkan dirinya menjadi alat untuk menipu masyarakat. Kekritisan dan pengecekan yang teliti sering bisa menghindarkan hal itu terjadi.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Teknik Penulisan Berita</strong></p><br /><p align="justify">Setelah mendapat informasi dari lapangan, maka tugas reporter selanjutnya adalah menyampaikan informasi tersebut kepada pembaca secara cepat, jelas, dan akurat.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Unsur-Unsur Suatu Berita</strong></p><br /><p align="justify">Berita yang baik umumnya harus memenuhi unsur: 5 W + 1 H</p><br /><p align="justify">Yakni: (Who, What, Where, When, Why) + How</p><br /><p align="justify">Atau : (Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa) + Bagaimana</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Kriteria Khusus:</strong></p><br /><p align="justify">Kebijakan redaksional/misi media. Masing-masing media memiliki kebijakan redaksional dan misi yang berbeda.</p><br /><p align="justify">Pendekatan keamanan (ancaman pembredelan, dan sebagainya). Berita yang mengkritik keras korupsi dan kolusi antara penguasa dan pengusaha bisa berujung pada pembredelan atau teguran terhadap media yang bersangkutan. Atau bisa memakan korban wartawan media itu sendiri, seperti kasus yang menyebabkan terbunuhnya wartwan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin.</p><br /><p align="justify">Kepekaan masyarakat pembaca dan kemungkinan dampak negatif berita terhadap pembaca. Misalnya untuk isu-isu yang menyangkut SARA (suku, Agama, Ras, dan antar golongan). Atau bisa menyinggung perasaan atau martabat pembaca.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Beberapa Macam Berita:</strong></p><br /><p align="justify">Dari segi sifatnya, kita kenal dua macam: Hard News dan Soft News.</p><br /><p align="justify"><strong>Hard News/Straight News</strong></p><br /><p align="justify"> Berita yang lugas, singkat, langsung kepokok persoalan dan fakta-faktanya. Biasanyaharus memenuhi unsur 5W+1H secara ketat dan harus cepat-cepat dimuat, karena terlamba sedikit bisa basi. Istilah Hard News lebih mengacu pada isi berita, sedangkan istilah Straight News lebih mengacu pada cara penulisannya (struktur penulisanya).</p><br /><p align="justify"><strong>Soft News</strong></p><br /><p align="justify">Berita yang dari segi struktur penulisannya relatif lebih luwes, dan dari segi isi tidak terlalu berat. Soft news umumnyatidak terlalu lugas, tidak kaku, atau ketat khususnya dalam soal waktunya. Misalnya tulisan untuk menggambarkan kesulitan yang dihadapi rakyat kecil akibat krisis ekonomi. Selama krisis ekonomi masih berlanjut, berita itu bisa diturunkan kapan saja. Biasanya lebih banyak mengangkat aspek kemanusiaan (<em>human interest).</em></p><br /><p align="justify">Dari segi bentuknya, soft news masih bisa kita perinci lagi menjadi dua: News Features dan Feature. Feature adalah teknik penulisan yang khas berbentuk luwes, tahan lama, menarik, strukturnya tidak kaku, dan biasanya megangkat aspek kemanusiaan. Pada hakekatnya penulisan feature adalah seorang yang berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata, ia menghidupkan imajinasi pembaca, ia menarik pembaca kedalam cerita dengan mengidentififkasikan diri dengan tokoh utama. Panjang tulisan feature bervariasi dan boleh ditulis seberapa panjang pun, sejauh masih menarik.</p><br /><p align="justify">Sedangkan News Feature adalah Feature yang mengandung unsur berita. Misalnya tulisan yang menggambarkan peristiwa penangkapan Tommy Suharto oleh polisi, yang diawali dengan penyadapan telepon dengan bantuan Roy Suryo seorang pakar Multimedia dan Komunikasi, pembongkaran ruang bawah tanah, sampai proses tertangkapnya disajikan secara seru, menarik, dan dramatis. Seperti menonton film saja.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Struktur Penulisan Berita</strong></p><br /><p align="justify">Hard news/straight news biasanya ditulis dalam bentuk struktur "piramida terbalik" yakni inti berita ditulis pada bagian paling awal, dan hal-hal yang tidak penting ditulis belakangan.</p><br /><p align="justify">Soft news, News Feature dan Feature ditulis dengan gaya yang tidak kaku. Hal-hal yang penting bisa ditulis di bagian awal, namun juga tidak mutlak. Yang pening tetap menarik untuk dibaca. Lebih jauh mengenai teknik penulisan Feature akan dibahas pada pertemuan berikutnya.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Penulisan Judul</strong></p><br /><p align="justify">Judul merupakan inti dari teras berita. Judul harus jelas, mudah dimengerti dengan sekali baca dan menarik, sehingga mendorong pembaca untuk mengetahui lebih lanjut isi tulisan. Selain itu judul juga harus menggigit, perlu kejelasan makna asosiatif setiap unsur Subyek, Obyek, dan Keterangan.</p><br /><p align="justify">Panjang judul maksimal dua baris terdiri atas empat hingga enam kata. Bila panjang judul satu baris, maksimal terdiri atas lima kata. Untuk judul berita utama maksimal lima kata.</p><br /><p align="justify">Semua kata di dalam judul dimulai dengan huruf besar, kecuali kata sambung seperti dan, di, yang, bila, dalam, pada, oleh, dan kata tugas lainnya yang ditentukan redaksi.</p><br /><p align="justify">Penulisan judul tidak boleh dimulai dengan angka. Hindari penggunaan singkatan yang tidak populer. Judul bersifat tenang dan tidak bombastis.</p><br /><p align="justify"><strong>Riset/Latar Belakang Informasi</strong></p><br /><p align="justify">Ø Mewawancarai adalah sebuah seni mendapatkan informasi, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang kebenaran, dengan cara/ jenis yg beragam. (Lihat jenis wawancara sesuai tujuannya)</p><br /><p align="justify">Ø Aturan pertama mewawancarai adalah : “<em>mengetahui siapa yang diwawancara & mengapa diwawancara”.</em></p><br /><p align="justify">Ø Tetapkan apa yg ingin diharapkan dari wawancara</p><br /><p align="justify">Ø Langkah selanjutnya melakukan riset, sampai sedalam apa riset, disesuaikan dengan tujuan & jenis wawancara.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Pointers & Check List</strong></p><br /><p align="justify">Ø Pointers</p><br /><p align="justify">- Pointers adalah point-point mengenai subyek yang akan dikembangkan dalam wawancara.</p><br /><p align="justify">- Point-point ini adalah ide-ide umum yang terjadi di lapangan untuk dibahas, namun masih dalam lingkup/ fokus interview.</p><br /><p align="justify">- Lebih baik menyiapkan pointers dari pada daftar pertanyaan yang terinci, agar jalannya wawancara berlangsung alamiah, spontan, tidak kaku. (kecuali ada pertanyaan yg sensitif/ berbahaya ditulis dg ringkas)</p><br /><p align="justify">- Dalam membuat pertanyaan harus pertanyaan terbuka, bukan pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak</p><br /><p align="justify">- Susun pertanyaan dari yang mudah/ netral ke pertanyaan yg sulit/ antagonis</p><br /><p align="justify">- Buat pertanyaan yg jelas dan tidak menimbulkan salah interpretasi/ bermakna ganda</p><br /><p align="justify">- Pertanyaan harus fokus dan menjawab pertanyaan bagaimana & mengapa</p><br /><p align="justify">- Jangan menanyakan pertanyaan yg mudah diprediksi, karena narasumber akan memberikan jawaban yg mudah diprediksi pula (mis. Bagaimana perasaan anda, dst)</p><br /><p align="justify">- Gunakan bahasa yang lazim/ terjemahkan istilah asing</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan yg relevan ditanyakan kepada narasumber (sesuai dengan keahliannya)</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan yg kita tau jawabannya</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan lanjutan untuk mengklarifikasi,</p><br /><p align="justify">- Chek kembali bila menggunakan data statistik serta tanggal-tanggal</p><br /><p align="justify">- Tanyakan contoh-contoh sebagai penjelasan</p><br /><p align="justify">- Buat pertanyaan yg logis dari segi penggalan waktu</p><br /><p align="justify">- Jangan pernah mengikuti permintaan narasumber untuk memberikan pertanyaan/ pointers sebelum wawancara dimulai</p><br /><p align="justify">- Jangan melakukan latihan wawancara sebelum wawancara resmi dimulai</p><br /><p align="justify">- Dengan pertimbangan etika, pastikan ada kesepahaman dengan narasumber mengenai pertanyaan yg tidak boleh muncul.</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Check List</strong></p><br /><p align="justify">Persiapan</p><br /><p align="justify">- Pastikan secara spesifik informasi yg diperlukan</p><br /><p align="justify">- Riset tentang subyek</p><br /><p align="justify">- Siapkan pertanyaan umum seputar subyek</p><br /><p align="justify">- Mengetahui latar belakang informasi yg relevan tentang narasumber</p><br /><p align="justify">- Mengetahui keahlian narasumber</p><br /><p align="justify">- Siapkan waktu & tempat wawancara yg netral & nyaman,</p><br /><p align="justify">- Sesuaikan wawancara dengan kebutuhan berita & sudah dibicarakan dengan cameraman</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Wawancara Hard News</strong></p><br /><p align="justify">- Baru/aktual</p><br /><p align="justify">- Singkat</p><br /><p align="justify">- To the point</p><br /><p align="justify">- Hanya menggali fakta-fakta penting</p><br /><p align="justify">- Untuk kebutuhan utama berita</p><br /><p align="justify">(Pointers yg disiapkan untuk wawancara hard news disesuaikan dengan kebutuhan fakta-fakta penting & utama)</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Ketika bertemu Narasumber & Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">- Pastikan posisi duduk sudah sesuai</p><br /><p align="justify">- Pastikan posisi kamera sudah sesuai</p><br /><p align="justify">- Brief narasumber dengan percakapan ringan</p><br /><p align="justify">- Bicarakan sebelum wawancara apabila ada hal-hal sensitif</p><br /><p align="justify">- Jangan memberi kesan mengancam narasumber lewat nada bicara</p><br /><p align="justify">- Buat catatan kecil hal-hal yg penting</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Usai Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">- Tanyakan apakah ada data yg ingin ditambahkan</p><br /><p align="justify">- Cek kembali ejaan, tanggal, angka statistik, kutipan-kutipan</p><br /><p align="justify">- Katakan masih akan menghubungi apabila masih kurang</p><br /><p align="justify">- Beri tahu narasumber kapan akan di tayangkan</p><br /><p align="justify">- Catat informasi yg berhubungan</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Persiapan Teknis Wawancara TV</strong></p><br /><p align="justify">- Siapkan equipments selengkap mungkin (camera, tripod, mikrofon/ clip on, batere, tool kit, dst)</p><br /><p align="justify">- Usahakan tiba lebih awal, agar memiliki waktu untuk menyiapkan segala sesuatu & lebih tenang/ rileks</p><br /><p align="justify">- Bertindaklah profesional dan percaya diri</p><br /><p align="justify">- Bicarakan hal-hal yg ringan untuk mencairkan suasana dan mencatat latar belakang informasi</p><br /><p align="justify">- Jagalah bahasa tubuh, yang hangat, tidak menakutkan/ bersahabat,</p><br /><p align="justify">- Buatlah narasumber merasa dia orang yg ahli yg kita perlukan </p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Untuk berita hard news :</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Tipe Shot & framming</strong></p><br /><p align="justify">- Medium Shot</p><br /><p align="justify">- Medium close up</p><br /><p align="justify">- Profile (tidak frontal)</p><br /><p align="justify">- Over shoulder</p><br /><p align="justify">- Arah pandangan narasumber melihat ke luar layar</p><br /><p align="justify">- Arah pandangan pewawancara berlawanan/ seolah berhadapan</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Cutaway/Insert</strong></p><br /><p align="justify">Jika hanya menggunakan satu kamera, maka harus disiapkan gambar insert (wajah pewawancara) Untuk menjembatani antara pewawancara & narasumber dalam proses editing. Ini disebut cutaway, gunanya apabila ada isi wawancara harus diedit menjadi tidak jump cut</p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-21284288633437669202009-09-13T21:05:00.000-07:002009-10-27T06:57:12.606-07:00INSTRUMENT WAWANCARA TV DAN EQUIPMENT<p align="center"><strong>Modul 7</strong></p><br /><p align="center"><strong>INSTRUMENT WAWANCARA TV DAN EQUIPMENT</strong></p><br /><p align="center"><strong>PENDUKUNG PAKET VOX POP</strong></p><br /><p align="center"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></p><br /><br /><p align="justify"><strong>Pengertian Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Vox pop berasal dari bahasa latin adalag singakatan dari vox populi yaitu suara raka’yat. Wawancaera jenis ini lazimnya dilakukan oleh wartawan penyiaran dan juga wartawan media cetak untuk mendapatkan jawaban ringkas atau pendirian berkenaan sesuatu perkara, Kejayaannya tergantung pada topik atau isu yang ditayakan dan mendekati narasumber. Pandangan rakayat (narasumber) dapat memberikan dimensi lain ”gambaran yang sebenarnya” tentang topik yang diliput</p><br /><p align="justify">Misalnya Topik tentang kenaikan harga BBM, tentu sesuai pendapat mereka masing-masing.</p><br /><p align="justify">Dengan melakukan wawancara vox pop kita dapat mendapat berbagai tanggapan atau reaksi baik yang mengetahu maupun tidak mengetahui persoalan yang sebenarnya.</p><br /><p align="justify">Apabila kita membutkan 5 tanggapan orang yang disiarkan maka kita harus melakukan wawancara 10 orang sehingga dapat menghasilkan tanggap yang lebih maksimal, karena diantara tanggapan yang kita dapat itu ada yang tidak bisa kita gunakan, dengan wawancara vox pop ini kita dapat menhasilkan jawaban atau tanggapan yang menarik .</p><br /><p align="justify">Melaulu wawancara vox pop dapat memperoleh sampel mengenai pandangan, pendirian, dan persaan narasumber yang berkenaan. Lazim wartawan atau editor berita televisi atau radio mengatakan bawah ” Pandangan masyarakat yang kami temui atau wawancarai pagi tadi.</p><br /><p align="justify">Masyarakat yang dapat menjadi narasumber kita seperti: Petani, nelayan, palajar, tukang bersih bangunan, buruh bangunan, padagan dan pembeli dan penjual di kaki lima.</p><br /><p align="justify">Wawancara yang dilakukan bersifat tidak berstruktur dan dijalankan di tempat dan pada masa tertentu. Dalam dunia penyelidikan, wawancara demikian sebenarnya tidak boleh disepelehkan atau dianggap enten.</p><br /><p align="justify">Dalam wawancaran vox pop ini hanya satu atau dua persoalan yang dikemukakan. Hanya ungkapan atau pendapat masyarakat yang ringkat dia siaralan melalui radio dan televisi yaitu komentar dan pendapat marayarakat yabng relevan dan baik tentang isu diangkat. Dalam hubungan ini, wartawan atau penedia elektronik perlu memastikan persoalan yang dikemukakan adalah spesifik dan menggunakan perkataan yang tepat.</p><br /><p align="justify">Tidak perlu persoalan bersifat persediaan atau worm up tetapi boleh mengelolah persoalan seperti apakah pandangan masyarakat tentang .... Lazimnya hasil wawancara yang diperoleh dapat diolah melalui editing kecuali program wawancara langsung baik di radio maupun di televisi</p><br /><p align="justify">Stasiun televisi atau radio perlu menyadari dalam menggunakan wawancara vox pop bukan sekedar memdapatkan tanggapan masyarakat atau opinion poll atau usaha mengumpulkan data tetapi lebih berusaha mendapatkan gambaran sepintas berkenaan pandangan masyarakat biasa.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Ø Vox Pop kependekan dari Vox Populi (suara rakyat).</p><br /><p align="justify">Ø Wawancara Vox Pop adalah cara cepat dan mudah mendapatkan reaksi/ pendapat masyarakat mengenai suatu masalah/ obyek, khususnya mengenai hal-hal yg ringan.</p><br /><p align="justify">Ø Hasil wawancara Vox Pop harus menggambarkan keragaman pendapat mengenai sebuah obyek, secara proporsional.</p><br /><p align="justify">Mis : penilaian masyarakat tentang tingkat keberhasilan presiden SBY memberantas korupsi. </p><br /><p align="justify">Ø Narasumber Vox Pop</p><br /><p align="justify">semua lapisan masyarakat, dipilih secara random, laki- laki, perempuan, tua, muda, guru, mahasiswa, pedagang pinggir jalan, pengusaha, PNS, ibu rumah tangga, dst.</p><br /><p align="justify">Ø Usahakan memperoleh jawaban dari beragam pihak, ambil beragam pendapat secara proporsional. Jika 7 dari 10 orang berpendapat SBY belum berhasil menangani masalah korupsi, ambil proporsinya seperti itu, jangan yg minoritas lebih banyak dimunculkan, atau jawaban yg dimunculkan yg sama semua.</p><br /><p align="justify"><strong>Pertanyaan Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">- Tanyakan satu pertanyaan yang sama persis untuk semua yg diwawancara.</p><br /><p align="justify">- Jangan membuat pertanyaan tertutup atau pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.</p><br /><p align="justify">- Suara reporter sesedikit mungkin terdengar, upayakan tidak terdengar</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal Teknis Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Ø Waspada terhadap suara-suara latar/ bising yg bisa mengganggu/ membuat suara narasumber tidak jelas, karena wawancara vox pop biasanya singkat (10-15 detik). </p><br /><p align="justify">Ø Jika banyak terdapat suara latar/bising, upayakan mikrofon mendekat ke narasumber, pastikan suara latar berada pada level konstan, agar lebih memudahkan proses editing. </p><br /><p align="justify">Ø Selalu ubah “eye line” diantara kepala orang yg berurutan dlm vox pop (sesudah ke kiri ganti ke kanan).</p><br /><p align="justify">Ø Upayakan frame pengambilan gambar sama, yakni medium dan close-up</p><br /><p align="justify">Ø Untuk menggambarkan identitas narasumber yg diwawancara vox pop, dalam frame pengambilan gambar sebaiknya latar belakang berhubungan dengan pekerjaan. (tukang bakso dgn gerobak bakso, mahasiswa di kampus, dosen dg rak buku, pegawai di kantor, dst.)</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal Teknis Wawancara di Lapangan (termasuk Vox Pop) </strong></p><br /><p align="justify">Ø Mata narasumber adalah bagian penting. Mata harus diletakkan di sepertiga bagian atas frame pada garis “golden mean”.</p><br /><p align="justify">Ø Pengambilan gambar wawancara ketika narasumber duduk, pastikan posisi kamera dan reporter harus pada ketinggian yg sama. “Eye level”, yakni ketinggian pandangan mata narasumber harus sama dengan level pandangan pemirsa yg menonton.</p><br /><p align="justify">Ø Arah mana yg dilihat narasumber disebut “eye line” (garis mata). Saat wawancara, narasumber harus melihat ke reporter. Pemirsa harus merasa terlibat dg narasumber, jadi kamera harus diletakkan sedekat mungkin dgn “eye line” narasumber. (reporter harus berdiri sedekat mungkin dgn lensa kamera)</p><br /><p align="justify">Ø Jangan pernah biarkan narasumber melihat langsung ke lensa kamera.</p><br /><p align="justify">Ø Perhatikan, apabila menggunakan mikrofon, harus menjaga kontinuitas visual sewaktu mengedit keseluruhan wawancara. Perhatikan kabel mikrofon atau <em>clip on</em> tidak boleh terlihat, supaya terlihat rapi.</p><br /><p align="justify">Ø Hindari latar belakang yg terang (menghindari back light), datar atau kosong. Atau latar belakang yg mengandung garis, yang menyebabkan seolah memotong/ menembus telinga narasumber. </p><br /><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal Teknis Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Ø Equipment wawancara vox pop yg terpenting adalah camera, kaset, mikrofon dan batere, accu light jika perlu. Tripod tidak terlalu penting, karena cenderung menggunakan jenis door step</p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-83780176888928406972009-09-13T21:07:00.000-07:002009-10-27T06:56:40.233-07:00ASPEK-ASPEK MENYUSUN PERTAYAAN WAWANCARA<p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">MODUL 9</span></strong></p><br /><p align="center"><strong>ASPEK-ASPEK MENYUSUN PERTAYAAN WAWANCARA</strong></p><br /><p align="center"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><p align="justify">Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang penting dan banyak dilakukan dalam pengembangan sistem informasi. Wawancara memungkinkan analis sistem sebagai pewawancara untuk mengumpulkan data secara tatap muka langsung dengan orang yang diwawancarai.</p><br /><br /><p align="justify">Jenis-jenis Informasi</p><br /><p align="justify">Wawancara untuk mengumpulkan informasi adalah suatu percakapan langsung</p><br /><p align="justify">dengan tujuan tertentu dengan menggunakan format tanya jawab. Jenis informasi yang didapat dalam wawancara dapat berupa :</p><br /><p align="justify">1. Pendapat orang yang diwawancarai. Pendapat sangat penting dan lebih bisa mengungkapkan dibandingkan fakta yang ada.</p><br /><p align="justify">2. Perasaan tentang kondisi sistem yang ada saat itu. Orang yang diwawancarai mengetahui tentang organisasi dengan baik dibandingkan pewawancara (analis), sehingga analis dapat lebih memahami budaya organisasi dengan cara mendengarkan perasaan respoden sekaligus menentukan tingkat optimismenya. Perasaan yang diekspresikan membantu menangkap emosi dan sikap.</p><br /><p align="justify">3. Tujuan-tujuan pribadi dan organisasional. Fakta yang diperoleh dari hard data bisa menjelaskan kinerja di masa lalu sedangkan tujuan proyek menjelaskan masa depan organisasi. Berusaha menemukan berapa banyak tujuan-tujuan organisasi yang masuk akal lewat wawancara.</p><br /><p align="justify">4. Prosedur-prosedur informal. Dalam wawancara analis dapat membangun hubungan dengan seseorang yang kemungkinan asing bagi analis. Analis perlu segera membangun kepercayaan dan</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Merencanakan Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Langkah-langkah mempersiapkan wawancara :</p><br /><p align="justify">1. Membaca materi latar belakang Mencari informasi latar belakang tentang orang yang diwawancarai dan organisasinya sebanyak mungkin. Materi ini dapat diperoleh dari orang yang bisa dihubungi segera untuk menanyakan tentang Web site perusahaan, laporan tahunan terbaru, laporan berkala perusahaan atau publikasi-publikasi lainnya yang dikirim keluar sebagai penjelasan tentang organisasi kepada publik. Saat diperoleh materi yang harus diperhatikan bahasa yang digunakan oleh anggota organisasi dalam menggambarkan diri mereka sendiri dan organisasi mereka. Dari materi ini pewawancara dapat menyusun pertanyaan-pertanyaan wawancara sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti oleh orang yang diwawancarai dan juga dapat memaksimalkan waktu yang digunakan.</p><br /><p align="justify">2. Menetapkan tujuan dari wawancara Dari informasi latar belakang yang dikumpulkan dan pengalaman dalam menetapkan tujuan-tujuan wawancara ada beberapa area yang berkaitan dengan sikap pengolahan informasi dan pembuatan keputusan yang ingin ditanyakan, yaitu : sumber-sumber informasi, format informasi, frekuensi pembuatan keputusan, kualitas informasi, dan gaya pembuatan keputusan.</p><br /><p align="justify">3. Memutuskan siapa yang diwawancarai Untuk menentukan siapa saja orang yang akan diwawancarai adalah dengan melibatkan orang-orang yang berkompeten yang dapat mempengaruhi sistem.</p><br /><p align="justify">4. Menyiapkan orang yang diwawancarai Menyiapkan orang yang akan diwawancarai dengan menelpon atau menulis email sehingga memungkinkan orang-orang yang akan diwawancarai mempunyai waktu untuk berfikir. Bila ingin melakukan wawancara yang mendalam, dapat mengirimkan pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu agar orang yang diwawancarai punya waktu dan kesempatan untuk memikirkan resposnya.</p><br /><br /><p align="justify">5. Memutuskan jenis dan struktur pertanyaan Teknik bertanya yang tepat adalah inti dari wawancara. Ada dua jenis pertanyaan dasar yaitu pertanyaan terbuka (open-ended) dan pertanyaan tertutup (close-ended), masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya.</p><br /><br /><p align="justify">Jenis-jenis Pertanyaan</p><br /><p align="justify">Ada dua jenis pertanyaan, yaitu</p><br /><br /><p align="justify">A Pertanyaan terbuka (open-ended) menggambarkan berbagai pilihan bagi orang yang diwawancarai untuk merespons.</p><br /><p align="justify">Contoh pertanyaan terbuka :</p><br /><p align="justify">1. Bagaimana pendapat anda tentang kondisi bisnis ke bisnis e-commerce di perusahaan anda ?</p><br /><p align="justify">2. Apa tujuan-tujuan terpenting departemen anda ?</p><br /><p align="justify">3. Gambarkan proses monitoring yang tersedia secara on-line?</p><br /><br /><p align="justify">Keuntungannya, sebagai berikut :</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Membuat orang-orang yang diwawancarai merasa senang. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memungkinkan orang-orang yang diwawancarai meningkatkan kosa katanya yang mencerminkan pendidikan, nilai-nilai, sikap dan kepercayaan yang dimiliki. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Kaya akan detail. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Membuka peluang pertanyaan-pertanyaan berikutnya. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Lebih menarik perhatian orang-orang yang diwawancarai. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memunculkan spontanitas. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Penyusunan kata-kata yang lebih mudah bagi orang-orang yang diwawancarai. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Bisa digunakan saat terdesak karena pewawancara tidak siap. </div></li></ul><br /><br /><p align="justify">Kekurangannya, sebagai berikut :</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Kemungkinan menghasilkan terlalu banyak detail yang tidak relevan. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Kemungkinan hilangnya kontrol atas wawancara. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memungkinkan respons yang memakan banyak waktu untuk informasi-informasi yang berguna yang ingin dikumpulkan. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Kemungkinan menunjukkan pewawancara tidak siap. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Kemungkinan memberi kesan bahwa pewawancara sedang memancing tanpa tujuan yang jelas dari wawancara. </div></li></ul><br /><br /><p align="justify">B. Pertanyaan tertutup (close-ended).</p><br /><p align="justify">Merupakan alternatif dari pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup responsnya kemungkinan tertutup bagi orang yang diwawancara karena hanya dapat memberi jawaban terbatas. Contoh pertanyaan tertutup :</p><br /><p align="justify">1. Berapa banyak bawahan yang anda miliki ?</p><br /><p align="justify">2. Rata-rata berapa kali panggilan yang diterima pusat panggilan setiap bulannya ?</p><br /><p align="justify">3. Dari sumber-sumber informasi berikut ini yang mana yang paling bermanfaat menurut anda :</p><br /><p align="justify">· Formulir keluhan konsumen</p><br /><p align="justify">· Keluhan lewat e-mail dari konsumen yang mengunjungi Web site</p><br /><p align="justify">· Interaksi tatap muka dengan konsumen</p><br /><p align="justify">· Barang yang dikembalikan konsumen</p><br /><br /><p align="justify">Kelebihannya, sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">1. Menghemat waktu.</p><br /><p align="justify">2. Dengan mudah membandingkan orang yang diwawancarai.</p><br /><p align="justify">3. Langsung ke sasaran.</p><br /><p align="justify">4. Tetap dapat mengontrol wawancara.</p><br /><p align="justify">5. Membaongkar banyak hal dengan cepat.</p><br /><p align="justify">6. Mendapatkan data-data yang relevan.</p><br /><br /><p align="justify">Kekuranganya, sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">1. Membosankan orang yang diwawancarai.</p><br /><p align="justify">2. Gagal mendapatkan banyak detail .</p><br /><p align="justify">3. Kehilangan gagasan utama untuk alasan sebelumnya.</p><br /><p align="justify">4. Gagal membangunhubungan antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.</p><br /><br /><p align="justify">B. Pertanyaan Berlanjut</p><br /><p align="justify">Tujuan pertanyaan berlanjut atau berkembang adalah untuk melampaui jawaban awal agar mendapat gambaran yang lebih jelas lagi, untuk mengklarifikasi dan memperluas poin orang yang diwawancarai. Pertanyaan berlanjut bisa berupa pertanyaan terbuka atau pertanyaan tertutup.</p><br /><p align="justify">Contoh pertanyaan berlanjut :</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Mengapa ? </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Bisakah anda menyebutkan satu contohnya ? </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Bisakah anda menguraikannya lebih rinci lagi ? </div></li></ul><br /><br /><p align="justify"><strong>Menyusun Pertanyaan-pertanyaan</strong></p><br /><p align="justify">Ada tiga cara menyusun pertanyaan-pertanyaan, yaitu :</p><br /><p align="justify">1. Struktur piramid</p><br /><p align="justify">Dengan menggunakan struktur ini, pewawancara mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan mendetail, biasanya berupa pertanyaan tertutup, kemudian memperluas topik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan membuka respons-respons yang lebih umum. Struktur piramid juga dapat digunakan:</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Jika orang yang akan diwawancarai membutuhkan pemanasan terhadap topik yang dibicarakan. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Jika orang yang diwawancarai tampak segan membicarakan topik yang dimaksud. </div></li></ul><br /><br /><p align="justify">2. Struktur corong</p><br /><p align="justify">Pewawancara memulai dengan pertanyaan-pertanyaan umum dan terbuka, lalu membatasi respons dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup.</p><br /><br /><p align="justify">3. Struktur wajik (diamond)</p><br /><p align="justify">Kombinasi antara struktur piramid dengan struktur corong. Struktur ini harus dimulai dengan suatu cara yang khusus kemudian menentukan hal-hal yang umum dan akhirnya mengarah pada kesimpulan yang sangat spesifik.</p><br /><br /><p align="justify">Format Wawancara</p><br /><p align="justify">Format wawancara dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :</p><br /><p align="justify">1. Wawancara terstruktur</p><br /><p align="justify">Wawancara terstruktur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur atau pertanyaan-pertanyaan yang berurutan. Dalam wawancara terstruktur tersebut materi yang kemukakan merupakan materi yang lengkap, terencana dan dirancang dengan baik. Pada umumnya pertanyaan-pertanyaan yang digunakan pertanyaan tertutup.</p><br /><p align="justify">2. Wawancara tak terstuktur</p><br /><p align="justify">Pertanyaan tak terstruktur pada umumnya sangat sulit dievaluasi karena diperlukan waktu kontak yang lebih besar dan banyak pelatihan yang diperlukan.</p><br /><br /><p align="justify">Rekaman Wawancara</p><br /><p align="justify">Rekaman adalah aspek terpenting dalam wawancara. Rekaman dapat dibuat</p><br /><p align="justify">menggunakan sebuah tape recorder (audio) atau kertas dan pena (catatan) tergantung pada siapa yang akan diwawancarai dan apa yang akan dilakukan dengan informasi tersebut begitu wawancara berakhir.</p><br /><p align="justify">1. Membuat rekaman audio kelebihannya, sebagai berikut :</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Menampilkan rekaman yang akurat dari setiap perkataan orang yang diwawancarai. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Membebaskan pewawancara mendengarkan apapun yang dikatakan sekaligus meresponsnya saat itu juga. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Memungkinkan kontak mata yang lebih baik serta pengembangan hubungan </div><br /></li><li><br /><div align="justify">yang lebih baik antara pewawancara dan orang yang dianalisis. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Wawancaranya bisa didengarkan ulang untuk anggota tim yang lain. </div></li></ul><br /><br /><p align="justify">Kerugiannya, sebagai berikut :</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="disc"><br /><li><br /><div align="justify">Orang yang diwawancara kemungkinan agak tertekan dan tidak bisa bebas meresponsnya. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pewawancara kemungkinan mendengar dengan mudah, karena semuanya sudah terekam. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Sulit menempatkan bagian yang dianggap penting selama perekaman. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Biaya pengumpulan data menjadi meningkat karena membutuhkan pentranskripsian tape. </div></li></ul><br /><p align="justify">2. Membuat catatan</p><br /><p align="justify">Catatan kemungkinan menjadi satu-satunya cara merekam wawancara bila orang yang akan diwawancarai menolak direkam dengan tape recorder.kelebihannya, sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">• Membuat pewawancara tetap siaga.</p><br /><p align="justify">• Menambah ingatan akan pertanyaan-pertanyaan penting.</p><br /><p align="justify">• Membantu ingatan akan kecenderungan wawancara terpenting.</p><br /><p align="justify">• Menunjukkan ketertarikan pewawancara dengan wawancara.</p><br /><p align="justify">• Mendemostrasikan kesiapan pewawancara.</p><br /><br /><p align="justify">Kerugiannya, sebagai berikut :</p><br /><p align="justify">• Hilangnya kontak mata yang vital (serta hubungan) antara pewawancara dan orang yang diwawancarai.</p><br /><p align="justify">• Hilangnya rentetan percakapan.</p><br /><p align="justify">• Membuat orang yang diwawancarai ragu-ragu untuk bicara saat pewawancara menulis.</p><br /><p align="justify">• Menimbulkan perhatian yang berlebihan terhadap fakta dan justru mengurangi perhatian terhadap perasaan dan pendapat orang yang diwawancarai.</p><br /><br /><p align="justify">Merencanakan daftar pertanyaan merupakan kunci keberhasilan suatu wawancara. Oleh karena itu, kemampuan menggunakan pertanyaan-pertanyaan secara efektif merupakan kunci keterampilan komunikasi yang harus selalu kita upayakan secara terus-menerus.</p><br /><p align="justify">1. Ketika melakukan wawancara, reporter atau pewawancara/ pembawa acara memiliki hak istimewa untuk mewakili keingin-tahuan pemirsa.</p><br /><p align="justify">2. Dalam melakukan wawancara, Reporter TV yg baik harus memiliki sesuatu yg penting untuk disajikan dan sesuatu yg menarik untuk ditonton. </p><br /><p align="justify">3. Sebelum wawancara, reporter harus memastikan subyek/ hal-hal apa yang ingin diketahui dari narasumber.</p><br /><br /><p align="justify">Aspek Menyusun pertayaan</p><br /><p align="justify">§ Dalam membuat pertanyaan harus pertanyaan terbuka, bukan pertanyaan yang jawabannya <strong>ya</strong> atau <strong>tidak</strong></p><br /><p align="justify">§ Pertanyaan yang baik harus membuat narasumber mau menjawabnya</p><br /><p align="justify">§ Susun pertanyaan dengan susunan yang <strong>logis</strong> antara pertanyaan dengan jawaban dan pertanyaan yang lain,</p><br /><p align="justify">§ Susun pertanyaan mulai dari yang mudah/ netral, yakni yang tidak perlu berpikir terlalu dalam, kepertanyaan yang sulit/antagonis dan lebih substansial.</p><br /><p align="justify">§ Buat pertanyaan yang jelas dan tidak menimbulkan salah interpretasi/ bermakna ganda</p><br /><p align="justify">§ Buat pertanyaan yang sederhana bahasanya dan langsung “to the point” (tidak berbelit-belit)</p><br /><p align="justify">§ Pertanyaan harus fokus dan lebih menjawab pertanyaan <strong>bagaimana & mengapa.</strong></p><br /><p align="justify">§ Jangan menanyakan pertanyaan yang mudah diprediksi, karena narasumber akan memberikan jawaban yang mudah diprediksi pula</p><br /><p align="justify">§ (mis. Bagaimana perasaan anda, dst)</p><br /><p align="justify">§ Tanyakan contoh-contoh sebagai penjelasan, & pertimbangkan dari sudut pandang narsumber</p><br /><p align="justify">§ Buat pertanyaan yang logis dari segi penggalan waktu/ kronologis</p><br /><p align="justify">§ Gunakan bahasa yang lazim/ terjemahkan istilah asing</p><br /><p align="justify">§ Tanyakan pertanyaan yang relevan ditanyakan kepada narasumber (sesuai dengan keahliannya)</p><br /><p align="justify">§ Tanyakan pertanyaan yang kita tau jawabannya</p><br /><p align="justify">§ Tanyakan pertanyaan lanjutan untuk mengklarifikasi,</p><br /><p align="justify">§ Chek kembali bila menggunakan data statistik serta tanggal-tanggal</p><br /><p align="justify">§ Hindari pertanyaan yang mengarah kepada sebuah monolog (terlalu membatasi diri menjadi pertanyaan yang terlalu sempit cakupannya), tetapi jangan keluar dari fokus masalah yang akan digali.</p><br /><p align="justify">§ Ajukan pertanyaan satu-persatu, jangan sekaligus beberapa pertanyaan, karena narasumber cenderung akan memilih menjawab satu saja, yang paling mudah & tidak menjawab yang lain</p><br /><p align="justify">§ Jangan bertanya dengan pertanyaan yang abstrak, buatlah pertanyaan yang riel dan konkret</p><br /><p align="justify">§ Dalam memformulasi kalimat, gunakan kata tanya :</p><br /><p align="justify">§ Siapa : sebuah nama</p><br /><p align="justify">§ Apa : sebuah deskripsi</p><br /><p align="justify">§ Kapan : waktu dari peristiwa</p><br /><p align="justify">§ Di mana : tempat</p><br /><p align="justify">§ Mengapa : penjelasan/ paparan</p><br /><p align="justify">§ Bagaimana : pendapat atau interpretasi</p><br /><p align="justify">§ Gunakan struktur kalimat tunggal : kata tanya + subyek + predikat + obyek + keterangan </p><br /><p align="justify">§ Formulasikan kalimat dengan bahasa tutur, bukan bahasa tulis</p><br /><p align="justify">§ ( dengan mendengarkan jawaban narasumber, pertanyaan & kata-kata akan keluar dengan sendirinya secara spontan & alami)</p><br /><p align="justify">§ Harus diingat ketika membicarakan gurauan antara anda dengan narasumber, jangan membuat pemirsa tidak mengerti/ di luar konteks</p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-19179472380798900472009-09-13T21:08:00.000-07:002009-10-27T06:56:12.309-07:00PERSIAPAN WAWANCARA DI STUDIO & DI LAPANGAN<p align="center"><strong>MODUL 10</strong></p><br /><p align="center"><strong>PERSIAPAN WAWANCARA DI STUDIO & DI LAPANGAN</strong></p><br /><p align="center"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Acuan adar membuat program acara televisi</span></strong></p><br /><p align="justify">Program Televisi Untuk membuat sebuah program televisi, maka para pembuat program harus memperhatikan beberapa hal penting yang akan sangat mempengaruhi kesuksesan dari program tersebut. Menurut Subroto (1992), untuk membuat sebuah program acara televisi, maka terlebih dahulu harus dibuat perencanaannya terlebih dahulu, baik itu acara budaya, hiburan, penerangan, maupun pendidikan. Menurutnya adalima acuan dasar yang merupakan hal penting dalam perencanaan acara televisi. Kelima acuan ini tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, bahkan selalu saling mengisi. Dengan demikian, apabila salah satu dari kelima acuan ini tidak ada, makasiaran televisi tidak akan dapat dilangsungkan.</p><br /><p align="justify">Kelima acuan dasar tersebut adalah:</p><br /><p align="justify">a. Ide Semua acara siaran televisi, bentuk yang paling sederhana pun pasti didahului dengan timbulnya sebuah ide. Ide tersebut merupakan buah pikiran seorang perencana siaran, dalam hal ini seorang produser. Sesuai dengan teorikomunikasi, ide merupakan rencana pesan yang akan disampaikan kepadakomunikan (penonton) melalui televisi dengan tujuan tertentu.</p><br /><p align="justify">b. Pengisi acara Pengisi acara dapat berupa seorang pembaca berita sampai dengan artis yangbelum terkenal sekalipun. Namun pada umumnya para pemirsa televisi akan tertarik untuk menonton sebuah acara bila dalam program tersebut diisi oleh para artis idola mereka atau terkenal. Oleh karena itu produser harus memperhatikan benar siapa saja artis yang akan mengisi acaranya.</p><br /><p align="justify">c. Peralatan Betapapun kecilnya suatu studio, pasti dilengkapi dengan berbagai perlengkapan, misalnya seperangkat kamera elektronik dengan penyangganya yang berwujud tripod atau pedestal, lampu-lampu dengan berbagai karakternya yang diperuntukkan agar dapat menghasilkan gambar-gambar yang baik kualitasnya, mikrofon, dekorasi, siklorama yang berupa dinding studio dan alat-alatkomunikasi yang dapat menghubungkan ke kamar operasional, disamping sebuah atau lebih monitor yang diperlukan untuk melihat proses gambar yang sedang diproduksi.</p><br /><p align="justify">d. Kelompok Kerja Produksi Kelompok kerja produksi merupakan satuan kerja yang akan menangani kerja produksi secara bersama-sama, sampai produksi dinyatakan siap untuk disiarkan. Kelompok Kerja produksi dibagi menjadi empat satuan kerja, yaitu satuan kerja produksi / siaran, satuan kerja fasilitas produksi, sartuan kerja operator teknik, dan satuan kerja teknis (engineering). Keempat satuan kerja tersebut mempunyaitugas yang berlainan sesuai dengan bidangnya / spesialisasinya masing-masing.</p><br /><p align="justify">e. Penonton Mereka adalah sasaran setiap program yang akan disiarkan dan merupakan salah satu faktor yang akan ikut menentukan berhasil atau tidaknya program yang telah dibuat. Disamping itu penonton sangat diharapkan untuk memberikan umpan balik setelah mengikuti program yang disiarkan. Umpan balik itu merupakan suatu masukan yang berharga, karena dapat digunakan sebagai bahan pengkajian dalam upaya penyempurnaan.</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Pengisi Acara Talk Show</strong></p><br /><div align="justify"><br /><table style="border: medium none ; margin-left: 6.75pt; width: 221.4pt; margin-right: 6.75pt; border-collapse: collapse;" width="295" align="left" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"><br /><tbody><br /><tr style="height: 179.65pt;"><br /><td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 221.4pt; height: 179.65pt;" valign="top" width="295"><br /><p><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><img src="http://img29.imageshack.us/img29/2871/image002az.jpg" alt="image002" width="288" border="0" height="239" /></span></p></td></tr></tbody></table></div><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mengingat televisi adalah media audio visual tentu memerlukan kehadiran orang orang yang tampil, yaitu pembawa acara, pembaca berita, artis dls. Pada saat tertentu untuk tampil sempurna tentu memerlukan persiapan yang cukup, bahkan latihan berulang-ulang, sehingga bagi sebagian orang akan merasa bertele-tele . hal ini dilakukan mengingat tampilan di televisi memerlukan penataan secara detail sehingga nampak natural dan menarik.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Peralatan Produksi</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Televisi mutlak memerlukan peralatan, baik itu peralatan set studio produksi maupun penyiaran.</span> <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kualitas peralatan inilah yang menentukan kualitas gambar dan suara yang dihasilkan. </span> <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Peralatan televisi memerlukan standar kualitas tertentu.</span></p><br /><br /><div align="justify"><br /><table style="border: medium none ; border-collapse: collapse;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"><br /><tbody><br /><tr><br /><td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 213pt;" valign="top" width="284"><br /><p><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><img src="http://img29.imageshack.us/img29/8074/image003ne.jpg" alt="image003" width="288" border="0" height="233" /></span></p><br /></td><br /><td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 213.05pt;" valign="top" width="284"><br /><p><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><img src="http://img29.imageshack.us/img29/1084/image004xb.jpg" alt="image004" width="279" border="0" height="233" /></span></p></td></tr></tbody></table></div><br /><br /><div align="justify"><br /><table style="border: medium none ; border-collapse: collapse;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"><br /><tbody><br /><tr style="height: 199.2pt;"><br /><td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 215.25pt; height: 199.2pt;" valign="top" width="287"><br /><p><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><img src="http://img29.imageshack.us/img29/3148/image005sy.jpg" alt="image005" width="272" border="0" height="229" /></span></p><br /></td><br /><td style="border-style: solid solid solid none; border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 210.15pt; height: 199.2pt;" valign="top" width="280"><br /><p><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><img src="http://img29.imageshack.us/img29/5029/image006gk.jpg" alt="image006" width="273" border="0" height="231" /></span></p><br /><br /></td></tr></tbody></table></div><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">GB. 5. Ruang CCU Studio Production</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Satuan Kerja Produksi</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">. Kelompok kerja produksi merupakan satuan kerja yang menangani kerja produksi maupun penyiaran secara bersama-sama *kolektif*, meski mereka berbeda profesi/tugas namun pada dasarnya mereka hanya memiliki satu tujuan yaitu menghasilkan sebuah produksi yang berkualitas/menarik/layak siar . untuk itu seluruh kerabat kerja perlu mendapatkan informasi yang jelas tentang rencana suatu produksi yang akan digarapnya. Dalam setiap tahapan dari proses produksi memerlukan keterlibatan satuan kerja tertentu yang harus dapat bekerja sama untuk mewujudkan suatu program.</span></p><br /><div align="justify"><br /><table style="border: medium none ; border-collapse: collapse;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"><br /><tbody><br /><tr style="height: 215.4pt;"><br /><td style="border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 293.4pt; height: 215.4pt;" valign="top" width="391"><br /><p><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"><img src="http://img29.imageshack.us/img29/6869/image007ua.jpg" alt="image007" width="376" border="0" height="263" /></span></strong></p><br /></td></tr></tbody></table></div><br /><br /><p align="justify"><strong>Pengertian Talk Show</strong></p><br /><p align="justify">Talk Show adalah sebuah pertunjukkan yang dipusatkan pada wawancara-wawancara, dan yang lainnya diselingi dengan penampilan penyanyi atau pelawak (comedian). Namun wawancara tetap menjadi fokus dalam tayangan talk show (Pane, 2003). Menurut Morissan (2004), talk show / wawancara televisi merupakan tanya jawab antara reporter televisi dengan narasumber dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan atau keterangan dari narasumber tersebut. Orang yang diwawancarai bisa public figure atau tokoh yang sedang digandrungi oleh dunia, seperti artis, politikus maupun olahragawan. Topik yang dibicarakan dalam segmen wawancara ini biasanya menyangkut permasalahan sosial yang aktual maupun permasalahan pribadi yang cukup mendalam (Kuswandi. 1996). Berdasarkan jenis-jenis program televisi, Extravaganza termasuk dalam program variety show yang ditayangkan stasiun televisi Trans TV, yang menampilkan berbagai cerita seru dalam bentuk sketsa komedi, yang diangkat dari kisah keseharian, film, bahkan legenda masa silam. Variety show Extravaganza juga menyajikan segmen yang bukan hanya berupa sketsa komedi, namun juga ada Bincang Bincang Extravaganza (talk show) yang juga dikemas dalam komedi. Segmen talk show dalam variety show Extravaganza biasanya menampilkan artis terkenal seperti Wulan Guritno, Inul Daratista, serta Ruhut Sitompul yang juga termasuk tokoh politik. Topik yang dibicarakan biasanya menyangkut permasalahan pribadi yang cukup mendalam. Selain itu pula ada segmen musik yang menampilkan penyanyi yang sudah tidak asing lagi yang sedang digandrungi oleh kaum muda, seperti Radja, Ungu, Nidji, dan Letto.</p><br /><p align="justify">Produksi Program Talk Show itu sangatlah mudah, tinggal cari nara sumber, host yang mampu menjadi moderator, blocking multi-camera minimal 3 kamera, switcher, studio, lampu, audio dan skrip serta data yang kuat, maka jadilah produksi talkshow.</p><br /><p align="justify">Dan ada juga mengatakan membuat talk show itu sangat sulit karena memproduksi Talkshow yang entertaining itu lebih sulit dari pada membuat Kuis atau Game Show. Bahkan, lebih complicated dibandingkan memproduksi Video Klip. karena tidaklah mudah menghidupkan suasana yang monoton dalam durasi 24 hingga 48 menit. Nara sumber yang kaku, Host yang kelelahan melempar jokes bahkan set artistik yang monoton, membuat Talk Show menjadi program yang membosankan. Untuk itu banyak cara menghidupkan talkshow mulai dari penambahan cut-away video, graphics data2x, artistik set yang menarik, musik hingga ke wardrobe yang fashionable. Tapi itu belum jaminan Talk Show akan berhasil. Salah satu kunci utama adalah pada Host/Pembawa Acara yang sesuai dengan tone dan warna Talk Show.</p><br /><p align="justify">Tukul ditampilkan bergaya ala Farhan, pake jas pake dasi, tapi tetap ndeso. Lha, Farhan mencoba lebih kreatif dan fokus ke target pemirsa yang bukan penonton Tukul. Sementara Larry King, Opprah Winfrey, Barbara Walters dll tetap punya identitasnya sendiri dan menghidupkan suasana Talk Show karena bakat dan talent yang mereka asah setiap hari.</p><br /><p align="justify">Satu tips yang bisa digunakan untuk Talk Show adalah Concentrate on Screen Direction. Banyak para Produser dan Sutradara yang tidak memperhatikan betapa pentingnya sebuah Screen Direction dari Host dan Guest Talk. Padahal, teknik ini sangat mudah untuk menambah kekayaan pada visual tanpa mempengaruhi content dari script. Lalu langkah-langakah untuk memadukan Screen Direction dengan arah pandang gambar dalam produksi multi kamera adalah:</p><br /><p align="justify">1. Posisikan blocking kamera tanpa melewati Garis Imajiner.</p><br /><p align="justify">2. Perhatikan arah pandang penonton dengan memotong sudut blocking 180 derajat.</p><br /><p align="justify">3. Cut-Away = Expression Shot minimal 3 detik.</p><br /><p align="justify">4. Selalu memperhatikan emosi lawan bicara pada saat berbincang.</p><br /><p align="justify">5. Gunakan Creative Shot seperti Over Shoulder, Very Close Up dan Panning.</p><br /><p align="justify">6. Tag to Monitor, bila ada footages atau video diputar untuk insert atau cut away, usahakan Host dan Guest mempunyai arah pandang yang sama pada layar monitor.</p><br /><br /><p align="justify">Screen Direction ini sebenarnya bukan hal yang baru. Tapi dalam kondisi2x tertentu terutama untuk memproduksi Talk Show yang bisa membosankan, penggunaan Screen Direction yang tepat akan menghidupi Talk Show menjadi lebih enak ditonton.</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Perencanaan Wawancara Studio (Talk Show)</span></strong></p><br /><p align="justify">· Program Wawancara Studio (Talk Show) direncanakan dalam rapat perencanaan/ rapat Budgeting, yakni menentukan :</p><br /><p align="justify">§ Topik & tujuan wawancara</p><br /><p align="justify">§ Narasumber</p><br /><p align="justify">§ Rundown talk show (durasi, segmentasi, pointers/daftar pertanyaan & alokasi pertanyaan per segment, paket berita penunjang)</p><br /><p align="justify">§ Koordinasi dengan tim produksi berita, crew studio & pendukung program lainnya (promo, teknik, dll)</p><br /><p align="justify">§ Pilih narasumber yg memiliki otoritas dalam kasus yg akan diangkat, terutama dlm kebijakan yg kontroversial, sehingga pewawancara dapat menggali banyak informasi yg tepat</p><br /><p align="justify">§ Lakukan penelitian selengkap dan sedalam mungkin, agar dapat mengoreksi dan meng-counter yg dikatakan narasumber & membuat pewawancara percaya diri.</p><br /><p align="justify">§ Pertanyaan yg disiapkan tidak boleh terpaku secara kaku, agar wawancara dapat berkembang baik dan natural</p><br /><p align="justify">§ Jangan melatih wawancara sebelum show berlangsung, diskusikan saja hal-hal umum yg mungkin dibicarakan.</p><br /><p align="justify">§ Lakukan pemanasan dengan menanyakan hal-hal kecil (nama untuk credit title, angka dan tahun atau data statistik sederhana, dst) untuk membuat narasumber tidak tegang & lebih artikulatif, terutama jika siaran langsung</p><br /><p align="justify">§ Jangan biarkan narasumber menulis jawaban dari pemanasan/ diskusi sebelum wawancara</p><br /><p align="justify">§ Apabila narasumber memaksa minta daftar pertanyaan, terutama karena ia orang terkemuka & memperoleh wawancara eksklusif, tawarkan panduan wawancara umum. </p><br /><p align="justify">§ Apabila narasumber mengajukan banyak syarat dan menolak untuk menjawab pertanyaan tertentu sebagai persyaratan, lebih baik wawancara tidak dilakukan sama sekali, karena banyak mengandung kelemahan.</p><br /><p align="justify">§ Apabila anda mengikuti persyaratan dari narasumber & ia cenderung mengarahkan wawancara yg akan dilakukan, pada dasarnya anda memberi publikasi cuma-cuma di TV anda.</p><br /><p align="justify">§ Ingat politisi membutuhkan dukungan rakyat, karena itu harus membangun kredibilitas di depan rakyat</p><br /><p align="justify">§ Jurnalis wajib melayani hak masyarakat memperoleh kebenaran & pemerintahan yg bertanggung jawab</p><br /><p align="justify">§ Persiapkan penampilan fisik (wardrobe & make up) 1 jam sebelum on air</p><br /><p align="justify">§ Pastikan tidak memakai baju putih, bergaris-garis / kotak-kotak kecil</p><br /><p align="justify">§ Minimal 10 menit sebelum on air sudah berada di dalam studio, dalam keadaan siap segala sesuatunya.</p><br /><p align="justify">§ Lakukan “checking sound”, kenali camera 1,2,3</p><br /><p align="justify">§ Cek segala sesuatu apakah sudah sesuai standard lighting, camera, posisi duduk tegak bersandar pada sandaran kursi, dst.</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Perencanaan Wawancara Lapangan</span></strong></p><br /><p align="justify">Ø Perencanaan Wawancara Lapangan untuk program berita dimulai dari rapat Budgeting di redaksi, yakni menentukan :</p><br /><p align="justify">- kebijakan editorial berita hari itu,</p><br /><p align="justify">- alokasi berita untuk setiap segment di program berita, & siapa saja narasumber penting yang harus diwawancara</p><br /><p align="justify">- segment wawancara, termasuk menentukan angle dan siapa narasumbernya.</p><br /><p align="justify">Ø Kumpulkan data awal & buat wish list liputan, sehingga dapat menentukan jenis wawancara apa yg cocok (doorstep interview, exposure, investigatif, dst)</p><br /><p align="justify">Ø Lakukan pendekatan, agar mendapatkan kesempatan wawancara, dg cara yg sesuai & sopan</p><br /><p align="justify">Ø Pastikan sound bite yg dibutuhkan seberapa banyak & dalam, agar dapat bekerja dengan efisien dan efektif, karena wawancara lapangan biasanya untuk dimasukkan ke dlm paket berita yg durasinya hanya 1-2 menit.</p><br /><p align="justify">Ø Siapkan pertanyaan yg singkat & spesifik, sehingga bisa langsung dijawab oleh narasumber, tanpa berbelit-belit.</p><br /><p align="justify">Ø Siapkan tape recorder kecil untuk merekam jawaban-jawaban tambahan yg bisa dimasukkan ke dlm narasi berita.</p><br /><p align="justify">Ø Pastikan peralatan jangan ada yg tertinggal (camera, tripod, batere yg cukup & baik, mikrofon/ clip on)</p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Wingdings;font-size:100%;">Ø </span>Perhatikan kerapihan pakaian & wajah narasumber, juga backround wawancara & posisi duduk/berdiri</p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Jebakan Yang Lazim Dilakukan Narasumber</span></strong></p><br /><p align="justify">Ø Narasumber menunda-nunda waktu untuk wawancara dg alasan jadwal padat.Jika terus menerus, berarti narasumber tidak ingin diwawancara. Reporter harus terus mengejar dg cara yg simpatik & sopan, tanpa harus marah.</p><br /><p align="justify">Ø Narasumber memberi penjelasan namun dgn catatan “off the record”. Maka sejak menyiapkan wawancara katakan bahwa semua statement wawancara untuk dipublikasi ke masyarakat/ penjelasan kepada publik.</p><br /><p align="justify">Ø Narasumber meminta daftar pertanyaan, dapat dijawab : saya tidak menyiapkan pertanyaan, kebijakan editorial redaksi hanya memberi tau lingkup umum wawancara </p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-89771579368691106812009-09-13T21:10:00.000-07:002009-10-27T06:55:40.305-07:00MELAKUKAN WAWANCARA DI STUDIO<p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">MODUL 11</span></strong></p><br /><p align="center"><strong>MELAKUKAN WAWANCARA DI STUDIO</strong></p><br /><p align="center"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></p><br /><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Wawancara yang Baik </span></strong></p><br /><p align="justify">Wawancara kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal - antara lain - sebagai berikut:</p><br /><p align="justify">Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.</p><br /><p align="justify">Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.</p><br /><p align="justify">Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah.</p><br /><br /><p align="justify">Contoh yang baik: "Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?"</p><br /><p align="justify">Contoh yang lebih baik lagi: "Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana pendapat Bapak?"</p><br /><p align="justify">Contoh yang tidak baik: "Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak."</p><br /><br /><p align="justify">Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban nara sumber.</p><br /><p align="justify">Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.</p><br /><p align="justify">Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.</p><br /><p align="justify">Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang membuat si nara sumber "buka mulut". Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.</p><br /><p align="justify">Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.</p><br /><p align="justify">Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, "Jangan bicara tentang kucing di depan seorang pecinta anjing".</p><br /><p align="justify">Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers kampus dan sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya bukan wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber. Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu caranya adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang dekat dengan nara sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin mengenai nara sumber tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat villanya, jam berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan sebagainya.</p><br /><br /><p align="justify">Ø <strong>Istilah-istilah</strong></p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Rundown acara (susunan acara lengkap dgn durasi) </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Bumper Pembuka (OBB) </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pembukaan/ Opening oleh Host: Beri salam, mengantar topik & tujuan wawancara, kenalkan narasumber </div></li></ul><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Dialog/ Talk show </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Teaser/ Closing Segment sebelum commercial break: Menginformasikan break dan akan kembali lagi </div></li></ul><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Bumper out </div></li></ul><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Bumper in </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pengantar/ Tag Host: Terima kasih Anda masih bersama kami dalam dialog… </div></li></ul><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Closing/Penutup oleh Host :Demikian pemirsa perbincangan kami dgn… mengenai… Semoga Bermanfaat. Sampai jumpa. </div></li></ul><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Bumper Penutup (CBB) </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Credit Title: Nama tim produksi & crew studio, ucapan terima kasih </div></li></ul><br /><br /><p align="justify"><strong>Teknik Menggali Informasi & Mengendalikan Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">Ø Bersikap profesional, percaya diri & jangan merendah di depan narasumber meski kedudukannya tinggi, namun tetap sopan.</p><br /><p align="justify"> (Ucapkan terima kasih perlu, tapi tidak perlu mengucapkan : meski anda sibuk anda tetap meluangkan waktu datang ke sini…dst)</p><br /><p align="justify">Ø Ajukan pertanyaan jelas, langsung & singkat/ kalimat tunggal, dengan bahasa tutur</p><br /><p align="justify"> “Apa asumsi yg melatar-belakangi dilakukannya revisi UU ketenaga kerjaan No…” (Apa+S+P+O+K)</p><br /><p align="justify">Ø Boleh menyela/ untuk memastikan dengan : “Contohnya…?”, “Khususnya yang menyangkut apa Pak…?”, “Dengan kata lain Bapak ingin mengatakan bahwa…?”</p><br /><p align="justify">Ø Jangan lakukan :</p><br /><p align="justify"> 1. ”Apakah menurut Bapak dgn revisi UU itu serta merta iklim investasi akan membaik & dapat mengundang investor, sehingga meningkatkan kesejahteraan buruh pula, padahal itu pun belum tentu….” (ganda)</p><br /><p align="justify">2. “Bagaimana Bapak mengatasi masalah-masalah bangsa saat ini?”, “Apa makna kehidupan ini?” (tdk spesifik)</p><br /><br /><p align="justify">Ø Dengarkan jawaban narasumber dgn seksama agar dapat memahami yg diucapkan & dapat menggali lebih jauh, serta mengejar bila jawaban tidak konsisten/ bohong.</p><br /><p align="justify">Ø Bila narasumber mengalihkan subyek pembicaraan atau menghindari pertanyaan, cepat kendalikan, kejar kebenaran dengan gigih, dgn data serinci mungkin, sehingga ia tdk dapat lagi menghindar.</p><br /><p align="justify">Ø Jika jawaban tidak relevan & melebar ke masalah lain, jangan takut melakukan interupsi.</p><br /><p align="justify">Ø Jika jawaban tdk dapat dipahami, jangan takut untuk mengulangi pertanyaan, sehingga pemirsa pun mengerti.</p><br /><p align="justify">Ø Jangan takut mengutip sumber-sumber.</p><br /><p align="justify">Contoh : “Presiden SBY mengatakan revisi UU ketenaga kerjaan No.13 ditunda, & akan dicarikan jalan tengah dengan pertemuan tripartit & para pakar universitas. Mengapa buruh masih memasalahkan revisi RUU tersebut?”</p><br /><p align="justify">Ø Jika narasumber bersikap tidak pantas & mengesalkan, bersikaplah tenang, tidak perlu arogan atau agresif. Meski anda sendiri memiliki pendapat yg bertentangan, katakan seolah-olah menyampaikan pendapat orang lain. Pewawancara tidak akan memihak.</p><br /><p align="justify">“Para buruh berkata mereka kehabisan akal, bagaimana harus menghidupi keluarga dg uang Rp 500 ribu/ bulan.”</p><br /><p align="justify">Ø Bersikaplah kritis atas jawaban narasumber, jangan langsung percaya apa yg ia katakan. Gali terus hingga narasumber menjawab.</p><br /><p align="justify">Ø Jika narasumber menolak untuk menjawab pertanyaan tertentu, sikap ini akan tetap menunjukkan/ mengungkapkan sesuatu bagi penonton. Penonton dapat memberi penilaian.</p><br /><p align="justify">Ø Jika narasumber melakukan kesalahan atau gugup, berikan kesempatan untuk mengulangi jawaban.</p><br /><p align="justify">Ø Jadilah pendengar yg baik dan mewakili keingintahuan pemirsa, jangan menjadi humas/ corong narasumber</p><br /><p align="justify">Ø Jadilah jembatan bagi orang awam untuk memahami penjelasan-penjelasan teknis dari narasumber seorang ahli.</p><br /><p align="justify">Ø Jangan takut menanyakan pertanyaan yg berpotensi memalukan anda, tetapi penting. Tak perlu malu kpd narasumber</p><br /><p align="justify">Ø Jangan berkelakar dengan narasumber yg hanya dimengerti oleh anda berdua, karena wawancara ini untuk pemirsa.</p><br /><p align="justify">Ø Untuk menyetop narasumber yg bertele-tele atau mengulang-ulang penjelasannya, buatlah isyarat dengan mengangkat sedikit tangan atau membuka mulut seolah anda akan berbicara.</p><br /><p align="justify">Ø Tidak perlu berkomentar: “Oh ya…”, “sangat menarik…”, “benarkah…?”. Lebih baik pikirkan & formulasikan pertanyaan anda selanjutnya.</p><br /><p align="justify">Ø Pewawancara yg baik mampu mengungkap kebenaran dari sebuah perdebatan, dg cara mengekplor aspek-aspek yg kontroversial, penuh konflik dan tekanan.</p><br /><p align="justify">Ø Jangan lupa ucapkan terima kasih di akhir wawancara</p><br /><br /><p align="justify"><strong>PRAKTIK TALK SHOW</strong></p><br /><p align="justify"><strong>TANGGAL 27 & 28 APRIL 2009</strong></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><div align="justify"><br /><table style="border: medium none ; width: 462.1pt; border-collapse: collapse;" width="616" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"><br /><tbody><br /><tr><br /><td style="border: 1pt solid black; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.75pt;" valign="top" width="45"><br /><p><strong>NO</strong></p></td><br /><td style="border-style: solid solid solid none; border-color: black black black -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 106.35pt;" valign="top" width="142"><br /><p><strong>VIDEO</strong></p><br /><p><strong></strong> </p></td><br /><td style="border-style: solid solid solid none; border-color: black black black -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 322pt;" valign="top" width="429"><br /><p><strong>AUDIO</strong></p></td></tr><br /><tr><br /><td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color black black; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 33.75pt;" valign="top" width="45"><br /><br /><p>1</p><br /><br /><p>2</p><br /><br /><p>3.</p><br /><br /><p>4</p><br /><br /><p>5</p><br /><br /><p>6</p><br /><br /><p>7.</p><br /><br /></td><br /><td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color black black -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 106.35pt;" valign="top" width="142"><br /><br /><p>TUNE TALK SHOW</p><br /><br /><p>PRESENTER</p><br /><br /><p>Prsenter Narasumber</p><br /><br /><p>Iklan</p><br /><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Prsenter dan narasumber</p><br /><p>PRESENTER</p><br /><br /><p>PRESENTER</p></td><br /><td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color black black -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 322pt;" valign="top" width="429"><br /><br /><p>ILLUSTRASI</p><br /><br /><p>OPENING PRESENTER DAN MEMPERKENALKAN NARASUMBER</p><br /><br /><p>Dilog</p><br /><br /><p>Bumper Out</p><br /><p>Iklan</p><br /><p>Bumper In</p><br /><br /><p>Presenter membuka segmentasi 2</p><br /><br /><p>Dialog</p><br /><br /><p>CLOSING</p></td></tr></tbody></table></div><br /><p align="justify">Nama Program : TALK SHOW</p><br /><p align="justify">Judul : HUMAN TRAFFICKING (PERDAGANGAN MANUSIA)</p><br /><p align="justify">Durasi : 30 Menit</p><br /><p align="justify">Presenter : Muhardi</p><br /><p align="justify">Pengarah Acara : Ardianto</p><br /><br /><div align="justify"><br /><table style="border: medium none ; border-collapse: collapse;" border="1" cellpadding="0" cellspacing="0"><br /><tbody><br /><tr><br /><td style="border: 1pt solid black; padding: 0cm 5.4pt; width: 120.9pt;" valign="top" width="161"><br /><p>VIDEO</p></td><br /><td style="border-style: solid solid solid none; border-color: black black black -moz-use-text-color; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 341.2pt;" valign="top" width="455"><br /><p>AUDIO</p></td></tr><br /><tr><br /><td style="border-style: none solid solid; border-color: -moz-use-text-color black black; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 120.9pt;" valign="top" width="161"><br /><p>TUNE TALK SHOW</p><br /><p>Muhardi</p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p> Rani</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Rani</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Rani</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Rani</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Rani</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Icha</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Icha</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Icha</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Icha</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /><br /><p>Icha</p><br /><br /><p><u>Muhardi</u></p><br /><p>Presenter</p><br /></td><br /><td style="border-style: none solid solid none; border-color: -moz-use-text-color black black -moz-use-text-color; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 341.2pt;" valign="top" width="455"><br /><p>=============ILLUSTRASI===============</p><br /><p>Opening</p><br /><p>PEMIRSA, MARAKNYA AKSI PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA SEMAKIN MENGKHAWATIRKAN. DATA STATISTIK YANG KAMI PEROLEH, TERUS MENINGKAT DARI TAHUN KE TAHUN. PADA TAHUN 2008 YANG LALU TERCATAT ADA SEBANYAK 635 KASUS. SUNGGUH IRONIS! PENYIDIKAN BERBAGAI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT LSM MENGUNGKAPKAN, KEMISKINANLAH YANG MENJADI PENYEBAB UTAMA RAWANNYA PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA. SEBERAPA MENGKHAWATIRKAN PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA? DAN BAGAIMANA CARA MENANGGULANGINYA? LANTAS, APA SAJA YANG SUDH DILAKUKAN PEMERINTAH UNTUK MENGURANGI TINGGINYA KASUS PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA? UNTUK MEMBAHASNYA, KITA AKAN BERBINCANG DENGAN 2 ORANG NARASUMBER KAMI YANG TELAH HADIR DI STUDIO TVRI. YANG PERTAMA ACTIVIST HAM YANG KHUSUS MEMBIDANGI PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, <strong>IBU RANI PATRICIA</strong>. DAN, YANG KEDUA, SALAH SATU KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA YANG BERASAL DARI SINGKAWANG, KALIMANTAN TIMUR. YAITU MBAK BUNGA (NAMA SASARAN). TERIMA KASIH TELAH HADIR DI STUDIO TVRI. SAYA AWALI PERBINCANGAN KITA KE IBU RANI.</p><br /><p>T : KALAU DILIHAT DARI BANYAKNYA KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA YAKNI PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK, KHUSUSNYA PEREMPUAN. MENURUT PENGAMATAN IBU, BAGAIMANA PELAKU MELAKUKAN AKSI KEJAHATANNYA DALAM MENGELABUI PEREMPUAN-PEREMPUAN YANG MENJADI KORBAN HUMAN TRAFFICKING?</p><br /><p>J : ……………………………………………………………………</p><br /><p>…………………………………………………………………………………………….</p><br /><br /><p>T : DARI DATA YANG MASUK KE DATA BASE ANDA, KEMANA SAJA KORBAN-KORBAN INI DIPERDAGANGKAN DAN BEKERJA SEBAGAI APA?</p><br /><p>J :………………………………………………………………………</p><br /><p>…………………………………………………………………………………………..</p><br /><br /><p>T : KEMISKINAN MENJADI PENYEBAB UTAMA RAWANNYA PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA. MENGAPA KEMISKINAN DI INDONESIA MENJADI PEMICU TERJADINYA HUMAN TRAFFICKING?</p><br /><p>J : ………………………………………………………………………</p><br /><p>……………………………………………………………………………………………..</p><br /><br /><p>T : APA SAJA USAHA YANG SUDAH PEMERINTAH INDONESIA LAKUKAN UNTUK MEMBERANTAS PERDAGANGAN MANUSIA DI INDONESIA?</p><br /><br /><p>J : ………………………………………………………………………</p><br /><p>…………………………………………………………………………………………….</p><br /><br /><p>T : INDONESIA MENJADI NEGARA PERINGKAT PERTAMA DALAM PRESTASI PERDAGANGAN MANUSIA DIIKUTI NEGARA-NEGARA DI ASIA LAINNYA. BAGAIMANA PEMERINTAH INDONESIA MENJALIN KERJA SAMA DENGAN PIHAK ASING, DALAM HAL INI, NEGARA-NEGARA YANG MENJADI SINDIKAT /JARINAGN PERDAGANGAN MANUSIA?</p><br /><p>J : ………………………………………………………………………</p><br /><p>……………………………………………………………………………………………..</p><br /><br /><p>T : MBAK BUNGA, BAGAIMANA AWALNYA ANDA TERPEROSOK MENJADI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA?</p><br /><br /><p>J : ………………………………………………………………………</p><br /><p>………………………………………………………………………………………………</p><br /><br /><p>T : ANDA KENAL DENGAN PELAKU YANG MENJERUMUSKAN ANDA MENJADI PSK?</p><br /><br /><p>J : ………………………………………………………………………</p><br /><p>……………………………………………………………………………………………..</p><br /><br /><p>T : BERAPA BANYAK KORBAN YANG SENASIB DENGAN ANDA DI PENYEKAPAN?</p><br /><br /><p>J : ………………………………………………………………………</p><br /><p>……………………………………………………………………………………………</p><br /><p>T : SELAMA MASA PENYEKAPAN, ANDA DAN TEMAN-TEMAN BERUSAHA UNTUK MELARIKAN DIRI SAMPAI AKHIRNYA ANDA DAN TEMAN-TEMAN BERHASIL KELUAR DARI TEMPAT PENYEKAPAN. BAGAIMANA ANDA BISA KABUR DAN MELARIKAN DIRI?</p><br /><br /><p>J :………………………………………………………………………</p><br /><p>……………………………………………………………………………………………</p><br /><br /><p>T : BAGAIMANA DENGAN KONDISI DI TEMPAT PENYEKAPAN?</p><br /><br /><p>J………………………………………………………………………........</p><br /><p>………………………………………………………………………………………………………………………………………….</p><br /><br /><p>Pemirsa demikain perbicangan kita kali, semoga apa yang kita bahas hari ini dapat bermanfaat buat pemirsa, sampai ketemu minggu depan saya mewakili kerabatkerja mengucapkan terima kasih</p><br /></td></tr></tbody></table></div>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-27345958539600070502009-09-13T21:11:00.000-07:002009-10-27T06:55:05.222-07:00MELAKUKAN WAWANCARA DI LAPANGAN<p align="center"><span style="font-family:Arial;"><strong>MODUL 12</strong></span></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;">MELAKUKAN WAWANCARA DI LAPANGAN</span></strong></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></span></strong></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>A. Praktik Wawancara Hard News</strong></p><br /><p align="justify">Sebekum melakukan meliput peristiwa dan wawancara seorang reporter perlu menentukan engle terlibih dahulu sehingga dalam melakukan wawancara dapat lebih pocus dalam program berita, sehingga beritanya pum lebih muda dipahami penonton. Ada bebera pahal yang harus dilakuan sebelum peliputan wawancara antara lain:</p><br /><p align="justify"><strong>Riset/Latar Belakang Informasi</strong></p><br /><p align="justify">Ø Mewawancarai adalah sebuah seni mendapatkan informasi, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang kebenaran, dengan cara/ jenis yg beragam. (Lihat jenis wawancara sesuai tujuannya)</p><br /><p align="justify">Ø Aturan pertama mewawancarai adalah : “<em>mengetahui siapa yang diwawancara & mengapa diwawancara”.</em></p><br /><p align="justify">Ø Tetapkan apa yg ingin diharapkan dari wawancara</p><br /><p align="justify">Ø Langkah selanjutnya melakukan riset, sampai sedalam apa riset, disesuaikan dengan tujuan & jenis wawancara.</p><br /><p align="justify"><strong>Pointers & Check List</strong></p><br /><p align="justify">Ø Pointers</p><br /><p align="justify">- Pointers adalah point-point mengenai subyek yang akan dikembangkan dalam wawancara.</p><br /><p align="justify">- Point-point ini adalah ide-ide umum yang terjadi di lapangan untuk dibahas, namun masih dalam lingkup/ fokus interview.</p><br /><p align="justify">- Lebih baik menyiapkan pointers dari pada daftar pertanyaan yang terinci, agar jalannya wawancara berlangsung alamiah, spontan, tidak kaku. (kecuali ada pertanyaan yg sensitif/ berbahaya ditulis dg ringkas)</p><br /><p align="justify">- Dalam membuat pertanyaan harus pertanyaan terbuka, bukan pertanyaan yang jawabannya ya atau tidak</p><br /><p align="justify">- Susun pertanyaan dari yang mudah/ netral ke pertanyaan yg sulit/ antagonis</p><br /><p align="justify">- Buat pertanyaan yg jelas dan tidak menimbulkan salah interpretasi/ bermakna ganda</p><br /><p align="justify">- Pertanyaan harus fokus dan menjawab pertanyaan bagaimana & mengapa</p><br /><p align="justify">- Jangan menanyakan pertanyaan yg mudah diprediksi, karena narasumber akan memberikan jawaban yg mudah diprediksi pula (mis. Bagaimana perasaan anda, dst)</p><br /><p align="justify">- Gunakan bahasa yang lazim/ terjemahkan istilah asing</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan yg relevan ditanyakan kepada narasumber (sesuai dengan keahliannya)</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan yg kita tau jawabannya</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan lanjutan untuk mengklarifikasi,</p><br /><p align="justify">- Chek kembali bila menggunakan data statistik serta tanggal-tanggal</p><br /><p align="justify">- Tanyakan contoh-contoh sebagai penjelasan</p><br /><p align="justify">- Buat pertanyaan yg logis dari segi penggalan waktu</p><br /><p align="justify">- Jangan pernah mengikuti permintaan narasumber untuk memberikan pertanyaan/ pointers sebelum wawancara dimulai</p><br /><p align="justify">- Jangan melakukan latihan wawancara sebelum wawancara resmi dimulai</p><br /><p align="justify">- Dengan pertimbangan etika, pastikan ada kesepahaman dengan narasumber mengenai pertanyaan yg tidak boleh muncul.</p><br /><p align="justify"><strong>Check List</strong></p><br /><p align="justify">Persiapan</p><br /><p align="justify">- Pastikan secara spesifik informasi yg diperlukan</p><br /><p align="justify">- Riset tentang subyek</p><br /><p align="justify">- Siapkan pertanyaan umum seputar subyek</p><br /><p align="justify">- Mengetahui latar belakang informasi yg relevan tentang narasumber</p><br /><p align="justify">- Mengetahui keahlian narasumber</p><br /><p align="justify">- Siapkan waktu & tempat wawancara yg netral & nyaman,</p><br /><p align="justify">- Sesuaikan wawancara dengan kebutuhan berita & sudah dibicarakan dengan cameraman</p><br /><p align="justify"><strong>Wawancara Hard News</strong></p><br /><p align="justify">- Baru/aktual</p><br /><p align="justify">- Singkat</p><br /><p align="justify">- To the point</p><br /><p align="justify">- Hanya menggali fakta-fakta penting</p><br /><p align="justify">- Untuk kebutuhan utama berita</p><br /><p align="justify">(Pointers yg disiapkan untuk wawancara hard news disesuaikan dengan kebutuhan fakta-fakta penting & utama)</p><br /><p align="justify"><strong>Ketika bertemu Narasumber & Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">- Pastikan posisi duduk sudah sesuai</p><br /><p align="justify">- Pastikan posisi kamera sudah sesuai</p><br /><p align="justify">- Brief narasumber dengan percakapan ringan</p><br /><p align="justify">- Bicarakan sebelum wawancara apabila ada hal-hal sensitif</p><br /><p align="justify">- Jangan memberi kesan mengancam narasumber lewat nada bicara</p><br /><p align="justify">- Buat catatan kecil hal-hal yg penting</p><br /><p align="justify"><strong>Usai Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">- Tanyakan apakah ada data yg ingin ditambahkan</p><br /><p align="justify">- Cek kembali ejaan, tanggal, angka statistik, kutipan-kutipan</p><br /><p align="justify">- Katakan masih akan menghubungi apabila masih kurang</p><br /><p align="justify">- Beri tahu narasumber kapan akan di tayangkan</p><br /><p align="justify">- Catat informasi yg berhubungan</p><br /><p align="justify"><strong>Persiapan Teknis Wawancara TV</strong></p><br /><p align="justify">- Siapkan equipments selengkap mungkin (camera, tripod, mikrofon/ clip on, batere, tool kit, dst)</p><br /><p align="justify">- Usahakan tiba lebih awal, agar memiliki waktu untuk menyiapkan segala sesuatu & lebih tenang/ rileks</p><br /><p align="justify">- Bertindaklah profesional dan percaya diri</p><br /><p align="justify">- Bicarakan hal-hal yg ringan untuk mencairkan suasana dan mencatat latar belakang informasi</p><br /><p align="justify">- Jagalah bahasa tubuh, yang hangat, tidak menakutkan/ bersahabat,</p><br /><p align="justify">- Buatlah narasumber merasa dia orang yg ahli yg kita perlukan </p><br /><p align="justify"><strong>Untuk berita hard news : Tipe Shot & framming</strong></p><br /><p align="justify">- Medium Shot</p><br /><p align="justify">- Medium close up</p><br /><p align="justify">- Profile (tidak frontal)</p><br /><p align="justify">- Over shoulder</p><br /><p align="justify">- Arah pandangan narasumber melihat ke luar layar</p><br /><p align="justify">- Arah pandangan pewawancara berlawanan/ seolah berhadapan</p><br /><p align="justify"><strong>Cutaway/Insert</strong></p><br /><p align="justify">Jika hanya menggunakan satu kamera, maka harus disiapkan gambar insert (wajah pewawancara) Untuk menjembatani antara pewawancara & narasumber dalam proses editing. Ini disebut cutaway, gunanya apabila ada isi wawancara harus diedit menjadi tidak jump cut</p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong>B. Praktik Wawancara Hard News</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Riset/Latar Belakang Informasi</strong></p><br /><p align="justify">Ø Paket features televisi, merupakan paket cerita yang lebih memberikan uraian/ penjelasan, dengan alur cerita mendasarkan pada human example/ profil, di mana digambarkan aspek-aspek human interest nya.</p><br /><p align="justify">Ø Alur cerita features harus digambarkan dengan sequence gambar yang lengkap, berurutan dan bercerita atau mengandung makna.</p><br /><p align="justify">Ø Riset mempersiapkan paket features lebih mendalam dibandingkan paket hardnews. (aspek lokasi, narasumber, cara mencapai lokasi, property, set up untuk membuat wawancara) </p><br /><br /><p align="justify"><strong>Wish List & Treatment</strong></p><br /><p align="justify">Ø <strong>Wish List :</strong></p><br /><p align="justify">Adalah guide/ pedoman yang disiapkan seorang reporter untuk meliput. Wish list terdiri dari uraian :</p><br /><p align="justify">- latar belakang masalah yang ingin diangkat</p><br /><p align="justify">- topik & angle yg akan diangkat</p><br /><p align="justify">- narasumber</p><br /><p align="justify">- pointers/ pertanyaan</p><br /><p align="justify">- statement/ sound bite yg diperlukan</p><br /><p align="justify">- rencana visual</p><br /><p align="justify">- human example/ profil</p><br /><p align="justify">- vox pop (bila diperlukan)</p><br /><p align="justify">- Dokumentasi</p><br /><p align="justify">- Grafik</p><br /><p align="justify">Ø <strong>Treatment</strong> :</p><br /><p align="justify">guide/ pedoman reporter untuk meliput & memproduksi paket features/dokumenter, terdiri dari :</p><br /><p align="justify">- resume</p><br /><p align="justify">- shooting script</p><br /><p align="justify">- scene</p><br /><p align="justify">- story board (sequential shot by shot)</p><br /><p align="justify">- narasumber</p><br /><p align="justify">- pointers/ pertanyaan</p><br /><p align="justify">- sound bite/ sync</p><br /><p align="justify">- cutaway/insert</p><br /><p align="justify">- video clip/ dokumen</p><br /><p align="justify">- grafik</p><br /><p align="justify"><strong>Pointers Wawancara Features</strong></p><br /><p align="justify">- Gunakan bahasa yang lazim/ terjemahkan istilah asing</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan yg relevan ditanyakan kepada narasumber (sesuai dengan keahliannya)</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan yg kita tau jawabannya</p><br /><p align="justify">- Tanyakan pertanyaan lanjutan untuk mengklarifikasi,</p><br /><p align="justify">- Chek kembali bila menggunakan data statistik serta tanggal-tanggal</p><br /><p align="justify"><strong>Pointers Wawancara Features</strong></p><br /><p align="justify">- Tanyakan contoh-contoh sebagai penjelasan. Siapkan property/ alat peraga untuk memberi visualisasi apa yg diuraikan narasumber (ambil gambar sambil memperagakan sesuatu)</p><br /><p align="justify">- Buat pertanyaan yg logis dari segi penggalan waktu, pastikan memperoleh keterangan waktu yg jelas</p><br /><p align="justify">- Jangan melakukan latihan wawancara sebelum wawancara resmi dimulai</p><br /><p align="justify">- Dengan pertimbangan etika, pastikan ada kesepahaman dengan narasumber mengenai pertanyaan yg tidak boleh muncul.</p><br /><p align="justify"><strong>Check List Wawancara Features</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Persiapan</strong></p><br /><p align="justify">- Pastikan secara spesifik informasi yg diperlukan</p><br /><p align="justify">- Riset tentang subyek & pengambilan gambar</p><br /><p align="justify">- Siapkan pointers seputar subyek</p><br /><p align="justify">- Mengetahui latar belakang informasi yg relevan tentang narasumber & mengetahui keahlian narasumber</p><br /><p align="justify">- Siapkan waktu & tempat wawancara yg netral & nyaman,</p><br /><p align="justify">- Sesuaikan wawancara dengan wish list/ treatment yg dibuat, lengkapi kebutuhan gambarnya, bicarakan dgn cameraman</p><br /><p align="justify"><strong>Wawancara Features</strong></p><br /><p align="justify">- Tidak bersifat aktual (timeless)</p><br /><p align="justify">- Pertanyaan uraian dan deskripsi dilengkapi sequence gambar yg lengkap & bercerita</p><br /><p align="justify">- Menggali fakta-fakta penting dan hal-hal lain yang berhubungan</p><br /><p align="justify">- Human interest</p><br /><p align="justify"><strong>Check List Wawancara Features</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Ketika bertemu Narasumber & Melakukan Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">- Pastikan posisi duduk sudah sesuai</p><br /><p align="justify">- Pastikan posisi kamera sudah sesuai</p><br /><p align="justify">- Perhatikan aspek lighting, artistik, dimensi</p><br /><p align="justify">- Brief narasumber dengan percakapan ringan</p><br /><p align="justify">- Lakukan pendekatan kepada narsumber agar nyaman, dan tetap bersikap apa adanya/ natural</p><br /><p align="justify">- Buat catatan kecil hal-hal yg penting ketika wawancara</p><br /><p align="justify"><strong>Usai Wawancara</strong></p><br /><p align="justify">- Tanyakan informasi pelengkap yg ingin ditambahkan</p><br /><p align="justify">- Cek kembali ejaan, tanggal, angka statistik, kutipan-kutipan</p><br /><p align="justify">- Katakan masih akan menghubungi apabila masih kurang</p><br /><p align="justify">- Beri tahu narasumber kapan akan di tayangkan</p><br /><p align="justify">- Catat informasi yg berhubungan</p><br /><p align="justify"><strong>Persiapan Teknis Wawancara Features TV</strong></p><br /><p align="justify">- Siapkan equipments selengkap mungkin. Untuk features/ dokumenter lebih lengkap dari berita hard news (camera, tripod, mikrofon/ clip on, batere, lighting set, Jimmy Jieb, genset, boom mike, tool kit, dst)</p><br /><p align="justify">- Tiba ke lapangan lebih awal, agar memiliki waktu untuk menyiapkan segala sesuatu & lebih tenang/ rileks</p><br /><p align="justify">- Bertindaklah profesional dan percaya diri</p><br /><p align="justify">- Bicarakan hal-hal yg ringan untuk mencairkan suasana dan mencatat latar belakang informasi</p><br /><p align="justify">- Jagalah bahasa tubuh, yang hangat, tidak menakutkan/ bersahabat,</p><br /><p align="justify">- Buatlah narasumber merasa nyaman </p><br /><p align="justify"><strong>Camera Angle</strong> <strong>Untuk Features TV :</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Tipe Shot & framming</strong></p><br /><p align="justify">- Medium Shot</p><br /><p align="justify">- Medium close up</p><br /><p align="justify">- Profile (tidak frontal)</p><br /><p align="justify">- Over shoulder</p><br /><p align="justify">- Arah pandangan narasumber melihat ke luar layar</p><br /><p align="justify">- Arah pandangan pewawancara berlawanan/ seolah berhadapan</p><br /><p align="justify">- Lebih bebas melakukan pan kiri-kanan & tilt up, tilt down apabila menjelaskan sesuatu (tidak pada hard news)</p><br /><p align="justify"><strong>Cutaway/Insert</strong></p><br /><p align="justify">Ø Jika hanya menggunakan satu kamera, maka harus disiapkan gambar insert (wajah pewawancara) Untuk menjembatani antara pewawancara & narasumber dalam proses editing. Ini disebut cutaway, gunanya apabila ada isi wawancara harus diedit menjadi tidak jump cut</p><br /><p align="justify">Ø Siapkan juga insert yang menjelaskan aktivitas narasumber yg lebih rinci ketika wawancara (close up apa yg dilakukan ketika memberi penjelasan)</p><br /><br /><p align="justify"><strong>C. Praktik Wawancara Investigatif</strong></p><br /><p align="justify"><strong>Laporan Investigasi TV</strong></p><br /><p align="justify">Ø Paket Laporan Investigasi TV, adalah laporan penyelidikan yg disajikan secara audio visual.</p><br /><p align="justify">Ø Dasar laporan Investigasi adalah “<strong>The Hidden Areas</strong>” yg diungkapkan. Disajikan dengan sequence gambar yg lengkap, berurutan dan bercerita atau mengandung makna, biasanya diambil dengan cara tersembunyi atau direkonstruksi/ re-enactment berdasarkan berita acara polisi</p><br /><p align="justify">Ø Laporan Investigasi mengandung unsur : <strong>novelty, surprise, originality, actually different.</strong></p><br /><p align="justify">Ø Laporan investigasi biasanya mengangkat masalah politik, korupsi/ kriminal dalam pelayanan umum,penyelundupan, hukum & pengadilan & masalah-masalah sosial</p><br /><p align="justify"><strong>Tahapan Laporan Investigasi TV</strong></p><br /><p align="justify">Ø Riset</p><br /><p align="justify">Ø Shooting di Lapangan</p><br /><p align="justify">Ø Verifikasi</p><br /><p align="justify">Ø Konfirmasi</p><br /><p align="justify">Ø Pembuatan laporan</p><br /><p align="justify"><strong>Wish List :</strong></p><br /><p align="justify">Adalah guide/ pedoman yang disiapkan seorang reporter untuk meliput. Wish list terdiri dari uraian :</p><br /><p align="justify">- latar belakang masalah yang ingin diangkat</p><br /><p align="justify">- topik & angle yg akan diangkat</p><br /><p align="justify">- narasumber</p><br /><p align="justify">- pointers/ pertanyaan</p><br /><p align="justify">- statement/ sound bite yg diperlukan</p><br /><p align="justify">- rencana visual & equipments khusus</p><br /><p align="justify">- human example/ profil</p><br /><p align="justify">- Dokumentasi</p><br /><p align="justify">- Grafik</p><br /><br /><p align="justify"><strong>Riset Laporan Investigasi TV</strong></p><br /><p align="justify">Ø Riset laporan investigasi dimulai dengan merekam segala kejadian kecil & bukti-bukti sederhana, informasi polisi, dokumen yg berhubungan, internet, hingga wawancara mendalam, yg terus menerus dikumpulkan & dikembangkan.</p><br /><p align="justify">Ø Reporter Investigasi harus mengembangkan network & memiliki akses yg mudah ke kantor pemerintah, pengadilan, polisi dan penjara </p><br /><p align="justify"><strong>Pengambilan Gambar Investigasi TV</strong></p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Untuk laporan investigasi TV gambar/ visual merupakan keharusan/ faktor penting. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Biasanya pengambilan gambar dilakukan secara tersembunyi atau dengan penyamaran (under cover) </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Menggunakan equipment khusus (hidden/candid camera, sound recorder) </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Tidak memerlukan standard dan tipe shot tertentu dalam pengambilan gambar kamera tersembunyi. </div></li></ul><br /><p align="justify"><strong>Teknik Wawancara Investigasi TV</strong></p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify">Teknik wawancara investigasi bermacam-macam, tergantung mudah dan sulitnya narasumber diwawancara. Tidak selamanya harus under cover. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Lakukan wawancara orang-orang yg terlibat, maupun tidak terlibat langsung/ dekat dengan subyek, dgn cara berbeda-beda (siap mental akan menghadapi kendala hukum dan kode etik). </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Pastikan tetap mendapatkan informasi yg dibutuhkan tanpa membuat reaksi narasumber untuk menolak atau takut. Tetap & teruslah camera merekam. </div><br /></li><li><br /><div align="justify">Lakukan verifikasi dan konfirmasi </div></li></ul><br /><p align="justify"><strong>Pointers Wawancara Investigasi TV (9-R)</strong></p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Receive</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify"><strong> </strong> Tanya dengan pertanyaan terbuka. Jangan menginterupsi, lebih baik menerima banyak informasi.</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Relieve</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify"><strong> </strong> Tanggap & cepat paham untuk mengganti pokok pertanyaan apabila ada reaksi penolakan dari narasumber</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Reflect</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify">Biarkan narasumber melihat persoalan, bukan kita yg menginterpretasikan. Karena itu sampaikan apa yg dikatakan narasumber secara apa adanya dan rinci</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Regress</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify"><strong> </strong> Tanyakan aspek “apa sebelumnya” tidak sekedar “apa selanjunya”</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Reconstruct</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify">Kembali pada gambaran yg terjadi di lapangan, bukan hanya apa yg dipikirkan</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Research</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify">Kumpulkan, catat dan rekam segala perkembangan yg berkaitan dengan masalah dan tentukan yg menjadi penekanan penting</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Review</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify">Cek kembali fakta-fakta dan kutipan dari narsumber</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Resolve</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify">Bila terjadi kesalah-pahaman atau ketidak-konsistenan jawaban cepat diverifikasi dan peroleh jawaban yg sebenarnya</p><br /><ul style="margin-top: 0cm;" type="square"><br /><li><br /><div align="justify"><strong>Retire</strong> </div></li></ul><br /><p align="justify">Beri narasumber kesempatan untuk menambah/ melengkapi jawaban jika masih perlu. Katakan akan mengontak untuk konfirmasi & verifikasi bila ada hal yg belum jelas. Catat hal-hal penting </p><br /><p align="justify"><strong>Check List Investigasi TV</strong></p><br /><p align="justify">- Pastikan interview untuk mengungkap hal-hal dibalik fakta (hal sesungguhnya penyebab peristiwa)</p><br /><p align="justify">- Orientasi tentang subyek & pengambilan gambar</p><br /><p align="justify">- Pointers seputar subyek</p><br /><p align="justify">- Mengetahui latar belakang informasi tentang narasumber.</p><br /><p align="justify">- Sesuaikan wawancara dengan wish list/ treatment yg dibuat, lengkapi kebutuhan gambarnya, bicarakan dgn cameraman</p><br /><p align="justify">- Lengkapi equipments khusus untuk investigasi & penyamaran (hidden camera, sound recorder)</p><br /><p align="justify"><strong>Etika Reporter Investigasi TV</strong></p><br /><p align="justify">- Memiliki integritas pribadi, jujur & beretika dalam melakukan investigasi, tidak mencuri informasi</p><br /><p align="justify">- Menjaga kenetralan, adil dalam membuat news judgement</p><br /><p align="justify">- Memiliki tanggung jawab sosial, independen & tidak menjadi partisan atau untuk keuntungan pribadi</p><br /><p align="justify">- Dilarang menyalahgunakan pengaruh & hak-hak istimewa sebagai wartawan</p><br /><p align="justify">- Dilarang dengan sengaja melakukan manipulasi gambar & informasi, semata hanya untuk menampilkan berita sensasional</p><br /><p align="justify">- Melindungi identitas dan keamanan narasumber saksi</p><br /><p align="justify">- Jika dari hasil verifikasi terjadi kesalahan perspektif atau fakta, segera harus melakukan koreksi</p><br /><br /><p align="justify"><strong>D. Praktik Wawancara Hard News</strong></p><br /><p align="justify">Stasiun televisi atau radio perlu menyadari dalam menggunakan wawancara vox pop bukan sekedar memdapatkan tanggapan masyarakat atau opinion poll atau usaha mengumpulkan data tetapi lebih berusaha mendapatkan gambaran sepintas berkenaan pandangan masyarakat biasa.</p><br /><p align="justify"><strong>Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Ø Vox Pop kependekan dari Vox Populi (suara rakyat).</p><br /><p align="justify">Ø Wawancara Vox Pop adalah cara cepat dan mudah mendapatkan reaksi/ pendapat masyarakat mengenai suatu masalah/ obyek, khususnya mengenai hal-hal yg ringan.</p><br /><p align="justify">Ø Hasil wawancara Vox Pop harus menggambarkan keragaman pendapat mengenai sebuah obyek, secara proporsional.</p><br /><p align="justify">Mis : penilaian masyarakat tentang tingkat keberhasilan presiden SBY memberantas korupsi. </p><br /><p align="justify">Ø Narasumber Vox Pop</p><br /><p align="justify">semua lapisan masyarakat, dipilih secara random, laki- laki, perempuan, tua, muda, guru, mahasiswa, pedagang pinggir jalan, pengusaha, PNS, ibu rumah tangga, dst.</p><br /><p align="justify">Ø Usahakan memperoleh jawaban dari beragam pihak, ambil beragam pendapat secara proporsional. Jika 7 dari 10 orang berpendapat SBY belum berhasil menangani masalah korupsi, ambil proporsinya seperti itu, jangan yg minoritas lebih banyak dimunculkan, atau jawaban yg dimunculkan yg sama semua.</p><br /><p align="justify"><strong>Pertanyaan Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">- Tanyakan satu pertanyaan yang sama persis untuk semua yg diwawancara.</p><br /><p align="justify">- Jangan membuat pertanyaan tertutup atau pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.</p><br /><p align="justify">- Suara reporter sesedikit mungkin terdengar, upayakan tidak terdengar</p><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal Teknis Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Ø Waspada terhadap suara-suara latar/ bising yg bisa mengganggu/ membuat suara narasumber tidak jelas, karena wawancara vox pop biasanya singkat (10-15 detik). </p><br /><p align="justify">Ø Jika banyak terdapat suara latar/bising, upayakan mikrofon mendekat ke narasumber, pastikan suara latar berada pada level konstan, agar lebih memudahkan proses editing. </p><br /><p align="justify">Ø Selalu ubah “eye line” diantara kepala orang yg berurutan dlm vox pop (sesudah ke kiri ganti ke kanan).</p><br /><p align="justify">Ø Upayakan frame pengambilan gambar sama, yakni medium dan close-up</p><br /><p align="justify">Ø Untuk menggambarkan identitas narasumber yg diwawancara vox pop, dalam frame pengambilan gambar sebaiknya latar belakang berhubungan dengan pekerjaan. (tukang bakso dgn gerobak bakso, mahasiswa di kampus, dosen dg rak buku, pegawai di kantor, dst.)</p><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal Teknis Wawancara di Lapangan (termasuk Vox Pop) </strong></p><br /><p align="justify">Ø Mata narasumber adalah bagian penting. Mata harus diletakkan di sepertiga bagian atas frame pada garis “golden mean”.</p><br /><p align="justify">Ø Pengambilan gambar wawancara ketika narasumber duduk, pastikan posisi kamera dan reporter harus pada ketinggian yg sama. “Eye level”, yakni ketinggian pandangan mata narasumber harus sama dengan level pandangan pemirsa yg menonton.</p><br /><p align="justify">Ø Arah mana yg dilihat narasumber disebut “eye line” (garis mata). Saat wawancara, narasumber harus melihat ke reporter. Pemirsa harus merasa terlibat dg narasumber, jadi kamera harus diletakkan sedekat mungkin dgn “eye line” narasumber. (reporter harus berdiri sedekat mungkin dgn lensa kamera)</p><br /><p align="justify">Ø Jangan pernah biarkan narasumber melihat langsung ke lensa kamera.</p><br /><p align="justify">Ø Perhatikan, apabila menggunakan mikrofon, harus menjaga kontinuitas visual sewaktu mengedit keseluruhan wawancara. Perhatikan kabel mikrofon atau <em>clip on</em> tidak boleh terlihat, supaya terlihat rapi.</p><br /><p align="justify">Ø Hindari latar belakang yg terang (menghindari back light), datar atau kosong. Atau latar belakang yg mengandung garis, yang menyebabkan seolah memotong/ menembus telinga narasumber. </p><br /><p align="justify"><strong>Hal-hal Teknis Wawancara Vox Pop</strong></p><br /><p align="justify">Ø Equipment wawancara vox pop yg terpenting adalah camera, kaset, mikrofon dan batere, accu light jika perlu. Tripod tidak terlalu penting, karena cenderung menggunakan jenis door step</p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-69961811346744084992009-09-13T21:13:00.000-07:002009-10-27T06:54:31.141-07:00MENGEVALUASI HASIL PRAKTEK WAWANCARA DI LAPANGAN<p align="center"><strong>MODUL 13</strong></p><br /><p align="center"><strong>MENGEVALUASI HASIL PRAKTEK WAWANCARA DI LAPANGAN</strong></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></span></strong></p><br /><p align="center"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Berberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan program acara baik acara jurnalistik maupun Artistik diantaranya:</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">PENGGUNAAN BAHASA</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Adapun ciri utama dari bahasa jurnalistik yang secara umum berlaku untuk semua media berkala yaitu:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. Sederhana.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat hetrogen; baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalsitik</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2. Singkat.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroslan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid atau majalah sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekuensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi dan karakteristik pers.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3. Padat.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Padat dalam bahasa jurnalistik menurut Patmono SK, rekatur senior Sinar Harapan dalam bukunya Tehnik Jurnalistik (1996:45) berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis membuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalimat singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Tetapi kalimat yang padat kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">4. Lugas.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufisme atau pengahlusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga etrjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">5. Jelas.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagi contoh, hitam adalah warna yang jelas, begitu juga dengan putih kecuali jika keduanya digabungkan maka akan menjadi abu-abu . perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah objek predikat keterangan (SPOK), dan jelas sasaran atau maksudnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6. Jernih.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memilki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan keculai fakta, kebenaran, kepentingan publik. Dalam perspektif orang-orang komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola pikir positif (psitive thinking) dan menolak pola pikir negatif (negative thinking).</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Hanya dengan pola pikir positif kita kan dapat melihat smua fenomena dan persoalan yang teradpat dalam masyarakat dan pemerintah dengan kepala dingin, hati jernih, dan dada lapang.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7. Menarik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca. Memicu selera pembaca. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip menarik, benar dan baku.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">8. Demokratis.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga sama seklai tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">9. Populis.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Populis berarti setiap kata, istiulah atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab ditelinga, di mata, dan di benak pikirna khalayak pembaca, pendengar, dan pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kebalikan populis adalah elitis. Bahasa elitis adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil oarang saja, terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">10. Logis.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat atau paragraf jurnalistik harusdapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahas jurnalisitk harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Disini berlaku hukum logika</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">11. Gramatikal.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Gramatikal berarti kata, istilah, atau kaliamt apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahsa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan taat bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsan dan kelompok masyarakat. .</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">12. Mengindari kata tutur.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah kata-kata yang menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memeprhatikan masalah stuktur dan tata bahasa.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">13. Mengutamakan kalimat aktif.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kalimat aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oelh kahalayak pembaca dari pada kalimat pasif. Bahasa jurnalistik harus jelas susunan katanya, dan kuat maknanya (clear dan strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas tingakt pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan membingungkan tingkat pemahaman.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">14. Menghindari kata atau istilah teknis.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Karena ditujukan untuk umu, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan menghindari pengguanan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun, kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komuniats tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak boleh dibawa ke dalam relatias yang hetrogen. Kecuali tidak efektif, juga mengandung unsur pemerkosaan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kalaupun tidak terhindarkan maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tana kurung.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">15. Menghindari kata atau istilah asing.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti atau makan setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata. Asing, selian tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonim dan heterogen. Tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik, memasukan akat atau istilah pada berita yang kita tulis, kita diudarakan atau kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri ditengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">15. Tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Pers, sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku, bahasa pers harus baku, benar, dan baik.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, kata-kata vulgar, kata-kata berisi sumpah serapah, kata-kata hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama, atau denagn rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Menulis Untuk Televisi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dalan penulisan berita untuk media televisi ada beberapa prinsip yang harus di pegang diantaranya:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. Gaya Ringan bahasa sederhana.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2. Gunakan prinsip ekonomi kata.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3. Gunakan ungkapan lebih pendek.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">4. Gunakan kata sederhana.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">5. Gunakan kata sesuai konteks</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6. Hindari ungkapan bombastis.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7. Hindari istilah teknis tidak dikenal.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">8. Hindari ungkapan klise dan eufemisme</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">9. Gunakan kalimat tutur.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">10. Harus kalimat aktif dan terstuktur</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">PENGAMBILANG GAMBAR</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Video: Menembak Pengenalan Teknik" [Itu] adalah sangat penting untuk mengetahui dan memahami istilah digunakan di (dalam) menembak untuk menghindari kebingungan dan jumlah terbuang apapun dari waktu dan uang." Kita akan sekarang menyelidiki istilah dari menembak- bahasa yang umum orang-orang dilibatkan penggunaan untuk menguraikan pergerakan kamera tertentu dan menembak." Ketika digunakan secara strategis, pergerakan kamera pada penjuru/sudut yang berbeda dapat tingkatkan mutu dan barang kepunyaan dari suatu film." Camera/Kamera pergerakan oleh karena itu memerlukan sesuai dan perencanaan terperinci [sebelum/di depan] [itu] dieksekusi untuk masing-masing pergerakan membawa suatu maksud/arti yang tertentu.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Pergerakan Kamera</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Statis" Hal-Hal paling mendasar pergerakan kamera adalah ditembak statis." Kamera ditinggalkan dengan sendirinya dengan atau tumpuan kaki tiga terus-menerus: dengan tak ada hentinya." Kamera tidak pindah;gerakkan dan ukuran dari ditembak kamu lihat pada [atas] TV adalah statis ditembak." Pergerakan kamera ini dilihat [ketika;seperti] membosankan." Bagaimanapun, pergerakan dan tindakan di dalam bingkai membuat yang ditembak [adalah] suatu kegairahan satu.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mencela dengan keras" Camera/Kamera ditempatkan pada [atas] suatu ditetapkan;perbaiki tumpuan kaki tiga" Kamu garis melintang kamera secara horisontal dari kiri ke kanan ( Mencela dengan keras [Hak/ kebenaran]) atau dari hak-hak untuk yang kiri ( Panci Meninggalkan)." Pada umumnya, adalah selalu terbaik untuk mencela dengan keras benar sebab begitulah caranya mata [kita/kami] adalah terbiasa bekerja ketika kita membaca." Oleh karena itu, kita merasakan pemandangan yang paling yang nyaman dari kiri ke kanan." Kita mencela dengan keras ditinggalkan ketika kita sedang berikut suatu menolak itu adalah [dirinya] sendiri ber/gerakkan dari kiri ke kanan." Pergerakan ini dapat waktu [yang] mengkonsumsi; pergerakan kamera harus lembut dan lambat untuk mengijinkan gambaran untuk direkam dengan jelas</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Memiringkan" Kamera pindah;gerakkan melalui/sampai poros yang vertikal pada [atas] suatu tumpuan kaki tiga yang ditetapkan;perbaiki." Pergerakan ini mengingatkan kemiringan atau kemiringan menurun/jatuh." Kadang-Kadang, istilah panci yang atas atau panci menurun/jatuh digunakan. Bagaimanapun, [itu] digunakan sangat jarang." Suatu kemiringan adalah juga [disebut/dipanggil] titi nada/lemparan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">4. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Track/Dolly" Jika sendiri kamera yang ber/gerakkan di dalam arah yang manapun [yang] kamu sedang melaksanakan suatu perkerjaan mengikuti jalan ditembak." Menjejaki di (dalam); jejak/jalur ke luar; boneka di (dalam); boneka ke luar." Ukuran dari perubahan yang ditembak." Untuk secara phisik pindah;gerakkan kamera [itu], kamu akan harus menempatkan kamera pada [atas] suatu jejak/jalur atau boneka dari beberapa sort;jenis dan lensa akan [jadi] diperlukan untuk ditetapkan pada sudut lebar." Tracking/Perkerjaan Mengikuti Jalan bisa merupakan suatu teknik yang bermanfaat yang tepat dari pandangan yang ditembak terutama jika direktur ingin menangkap suatu [perasaan/pengertian] dari pergerakan di (dalam) atau ke luar dari suatu [peristiwa; pemandangan].</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">5. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ketam" yang serupa Untuk menjejaki." Bagaimanapun, kamera pindah;gerakkan seperti ketam brown busur lingkaran/lingkungan yang sedikit, mungkin mencela keras pada waktu yang sama.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Elevate/Crane" Jika [yang] kamu sedang menggunakan suatu keran atau suatu lengan tangan layar topang dan sendiri kamera [yang] naik tingkat atau bawah, kamu akan menggambarkan ia/nya [seperti/ketika] mengangkat atau menekan; atau craning bawah craning atau atas.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7. </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">[Meningkat/Menanjak]" Kamera tidaklah ber/gerakkan." Melainkan, [itu] adalah lensa yang sedang ber/gerakkan." [Jalan/Cara] lain untuk ber;ubah ukuran ditembak tetapi adalah berbeda dari perkerjaan mengikuti jalan." Kapan kamu memperbesar kamu benar-benar ber;ubah lensa memancing sejak semula." Latar belakang adalah secara terus-menerus menyusutkan dan defocusing." Kapan kamu menjejaki di (dalam), lensa memancing sisa tetap dengan mana penonton mempunyai suatu [perasaan/pengertian] dari benar-benar ber/gerakkan pindah ke pokok materi dibanding/bukannya hanya melihat pokok materi menjadi lebih besar dengan diam-diam layar." Jarak pumpun dari lensa mengendalikan kedalaman dan skala dari gambaran." Jarak pumpun yang normal adalah antar[a] 35- 50mm." Suatu jarak pumpun yang pendek/singkat, yang mana [adalah] kurang dari 35mm, dikenal sebagai sudut lebar [itu]." gerak tanjakan yang ditembak lebih cepat dari jejak/jalur atau boneka apapun dan adalah juga lebih murah untuk menghasilkan." Memperbesar; memperbesar; menenangkan di (dalam); kesenangan ke luar.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Camera Movements</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. Static</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The most basic camera movement is the static shot.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The camera is left by itself with or without a tripod.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The camera does not move and the sizes of shot you see on TV are static shots.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• This camera movement is seen as boring.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• However, movements and actions within the frame make the shot an exciting one.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2. Pan</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Camera is placed on a fixed tripod</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• You transverse the camera horizontally from left to right (Pan Right) or from right to left (Pan Left).</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• As a general rule, it is always best to pan right because that is the way our eyes are accustomed to work when we read.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Therefore, we feel most comfortable looking from left to right.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• We pan left when we are following an object that is itself moving from left to right.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• This movement can be time consuming; the camera’s movement must be smooth and slow to allow the images to be recorded clearly.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3. Tilt</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The camera moves through the vertical axis on a fixed tripod.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• These movements are called tilt up or tilt down.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Sometimes, the term pan up or pan down are used. However, it is used very rarely.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• A tilt is also called pitch.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">4. Track/Dolly</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• If the camera itself is moving in either direction you are executing a tracking shot.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Track in; track out; dolly in; dolly out.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The size of the shot changes.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• To physically move the camera, you will need to place the camera on a track or dolly of some sort and the lens will be needed to be set at wide angle.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Tracking can be a useful technique in point of view shots especially if the director wants to capture a sense of movement in or out of a scene.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">5. Crab</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Similar to track.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• However, the camera moves crab-like in a slight arc, possibly panning at the same time.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6. Elevate/Crane</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• If you are using a crane or a jib arm and the camera itself is moving up or down, you would define it as elevating or depressing; or craning up or craning down.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7. Zoom</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The camera is not moving.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Rather, it is the lens that is moving.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Another way to change shot size but is different from tracking.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• When you zoom in you actually change the lens angle all the time.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The background is continuously shrinking and defocusing.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• When you track in, the lens angle remains constant whereby the viewer has a sense of actually moving in on the subject rather than simply seeing the subject getting bigger on the screen.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The focal length of the lens controls the depth and scale of the image.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The normal focal length is between 35 - 50mm.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• A short focal length, which is less than 35mm, is known as the wide angle.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Zoom shots move faster than any track or dolly and are also cheaper to produce.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Zoom in; zoom out; ease in; ease out.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Shot sizes/Frame Compositions</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• There is a standard language used to describe shot sizes. These are expressed in terms of shooting a human figure.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. Long Shot (LS)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• A shot that is taken from a distance.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• The whole image of the subject is seen from head to toe.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Sizes/Frame Compositions yang ditembak" Ada suatu bahasa standard yang digunakan untuk menguraikan ditembak ukuran. Ini dinyatakan dalam kaitan dengan tembak menembak suatu manusia menggambarkan. 1. sedikit kemungkinannya ( Ls)" Suatu ditembak yang diambil dari sebagai suatu jarak." Keseluruhan gambaran dari pokok dilihat dari dari kepala ke kaki.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> <strong>2. Medium Long Shot (MLS)</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">medium yang sedikit kemungkinannya ( Mls)" Ini yang ditembak memotong pokok materi dari lutut sampai puncak kepala pokok materi.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3. Mid Shot (MS)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" yang diambil dari Pinggang pokok materi sampai pada kepala pokok materi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> <strong>4. Medium Close Up (MCU)</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Dari dada/peti pokok materi sampai puncak kepala [itu].</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> 5<strong>. Close Up (CU)</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Menutup/Meliput wajah yang keseluruhan dari pokok."</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6. Big Close UP (BCU)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Paling sering digunakan untuk memperhebat emosi dari suatu pertunjukan musik atau situasi yang dramatis.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7. Extreme Long Shot (ELS)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Kadang-Kadang kamu kekuatan ingin menetapkan suatu [peristiwa; pemandangan] yang tentang pemandangan atau menutup/meliput usapan dari tindakan dengan suatu ditembak sangat lebar/luas.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">8. Establishing Shot (ES)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Suatu ditembak yang digunakan di permulaan dari suatu segmen untuk menghubungkan orang-orang dilibatkan brown program [bagi/kepada] pengaturan dan keadaan (menyangkut) program itu." Suatu ditembak yang diambil dari sebagai suatu jarak." Keseluruhan gambaran dari pokok dilihat dari dari kepala ke kaki.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> <strong>9. Over the Shoulder Shot (OSS)</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" dibanding 1 orang di dalamnya, kamu adalah nampaknya akan melihat lebih banyak wajah seseorang [Adalah] suatu OSS boleh jadi menuntut brown situasi ketika 2 orang-orang sedang menghadapi satu sama lain brown percakapan. ( Drama atau [Peristiwa; pemandangan] wawancara)" Ini adalah suatu ditembak mirip orang ( individu yang menghadapi kamera [itu]) yang dibingkai oleh punggung dari kepala dan bahu dari orang punggung siapa adalah [bagi/kepada] kamera." Di (dalam) manapun ditembak dengan jauh melebihi (orang) yang lain. Kamu akan oleh karena itu menguraikan ditembak itu seperti mengasihi orang itu.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">10. Reverse Angle / Reverse Shot</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Jika di (dalam) OSS kamu menyukai seseorang ( A), di (dalam) penjuru/sudut kebalikan [yang] kamu menyukai orang [yang] siapa [yang dulu] menghadapi Yang adil sekarang.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> <strong>11. Point of View (POV)</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Kebanyakan dari waktunya kamera memandang berbagai hal sebagai pihak ketiga." Kira-Kira/Anggaplah salah satu [dari] orang-orang brown 2-shot sedang meremehkan pada sesuatu (yang) dan kamu ingin menembak obyek [itu], [sebagai/ketika/sebab] orang itu akan lihat itu. Kamu akan [sebut/panggil/hubungi] ia/nya suatu POV yang ditembak." Kita mungkin lihat seorang laki-laki berjalan ke arah suatu kamera dan kemudian memotong persis sama benar perkerjaan mengikuti jalan yang ditembak dengan kamera [yang] menirukan cara berjalan nya [sebagai/ketika] [itu] bergerak ke arah suatu pintu." Ini akan menjadi suatu ditembak dari POV orang." Kamera pasti telah menjadi bagian dari tindakan [itu].</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">12. High Angle (HA)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Kamera yang diposisikan pada [atas] suatu tingkat yang lebih tinggi untuk menembak suatu object/subject. Penjuru/Sudut ini membuat pokok materi lihat lebih kecil, dikacaukan dan lebih rendah.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> 13. Low Angle (LA)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Kamera yang diposisikan pada [atas] suatu tingkat yang lebih rendah untuk menembak suatu object/subject." Penjuru/Sudut ini membuat pokok materi mempunyai suatu [perasaan/pengertian] dari otoritas, nampak/wajah yang lebih besar dan lebih kuat." [Itu] <strong>juga memberi kesan dari [kuasa/ tenaga] dan membuat pokok materi lihat lebih tinggi.</strong></span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">14. ye Level</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Kamera yang diposisikan di yang sama berterus terang dengan object/subject [itu].</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">15. utaways</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Suatu ditembak tidak meliputi orang atau menolak yang dimasalahkan dimasukkan/disisipi antara kedua ditembak." [Itu] adalah secara normal digunakan untuk mencegah suatu lompatan memotong.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">16. Inserts</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" ditambahkan yang ditembak Harus berbuat tujuan menjelaskan atau mempertunjukkan.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Beberapa Aturan Fakta adalah 99% dari semua tembak menembak untuk video atau TV dengan kata-kata sebagai berikut sejumlah aturan. Petunjuk untuk membingkai dan menggubah ditembak untuk TV dan video adalah sangat yang serupa [bagi/kepada] [mereka/yang] untuk fotografi tetapi ada perbedaan yang penting.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. Headroom</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Istilah ini mengacu pada ruang antara puncak kepala pokok materi dan puncak bingkai ( pada [atas] suatu BCU ini tidak menggunakan). Hanyalah beberapa headroom [yang] kamu lihat di viewfinder akan [jadi] hilang di (dalam) penggalan." Suatu pemandu yang sangat menolong untuk konsistensi yang ditembak adalah untuk menempatkan mata dari pokok hampir suatu garis yang khayal kira-kira 1/3 dari [jalan/cara] [adalah] menurun/jatuh dari puncak gambar-an." pemandu yang lain yang umum- dengan banyak perkecualian- adalah longer/looser yang ditembak adalah, semakin headroom [itu] [perlu] mempunyai." Di (dalam) CUS, penyusunanX terbaik dengan mata dan tak sehat baris; di (dalam) ditembak lebih luas, mereka harus sedikit di atas baris.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2. Cutoff</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Monitor TV yang domestik hampir selalu mengerat tepi dari gambar-an [yang] kamu melihat mu viewfinder." Ada TV/VIDEO menyelamatkan area dan sebutan/judul menyelamatkan area." Kamu selalu harus menyusun ditembak untuk memungkinkan penggalan atau sebutan/judul apapun.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3. Looking/talking space</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Pada [atas] suatu kepala bicara yang statis di mana orang sedang melihat di kamera benar, penyusunan [perlu] menempatkan orang di sebelah kiri gambar-an dibanding/bukannya di pusat [itu].</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">4. Leading/running space</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Jika kamu sedang mencela keras dengan seseorang berjalan atau suatu sarana (angkut) senantiasa bergerak, jangan menempatkan [mereka/nya] di pusat dari gambar-an- mengijinkan [mereka/nya] beberapa memimpin [ruang;spasi] di depan diri mereka.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">5. Pan</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Pada umumnya, panci [perlu] start dan ber;akhir;i dengan sesuatu (yang). Dengan kata lain [di/ke] sana harus suatu alasan untuk mencela keras." Suatu mencela dengan keras yang bercerita kekuatan start pada [atas] a " akan dijual" Tanda dan kemudian datang sampai ke rumah seperti anda mencela dengan keras." Kamu sudah memperkenalkan beberapa tindakan dan memberi kamera suatu alasan untuk mencela dengan keras.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6. Poor Composition</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Ada banyak potensi untuk menciptakan ditembak dengan kurang baik terdiri. Kamu [perlu] memperhatikan latar belakang ketika tembak menembak suatu CU atau MS (MICROSOFT)- menghindari penyusunan orang sedemikian sehingga [itu] nampak seolah-olah suatu tanda, telepon menggalah atau [pabrik/tumbuhan] dan pohon adalah seolah-olah " bertumbuh" ke luar dari kepala bakat." Kamu [perlu] juga meyakinkan bahwa kamera adalah mengukur ketika tembak menembak. Suatu tumpuan kaki tiga yang misadjusted akan menciptakan suatu kamera yang dimiringkan. Sebagai konsekwensi, garis mendatar di (dalam) ditembak mu tidak akan stabil, menciptakan suatu kesan yang orang-orang dan object akan jatuh batal/mulai bingkai [itu].</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7. Golden Lines</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Suatu [jalan/cara] untuk menghindari pemusatan dari elemen bayangan adalah untuk berpikir dalam kaitan dengan ketiga. Membayangkan TV layar membagi secara horisontal dan dengan tegak lurus ke dalam ketiga." Jika unsur-unsur bergambar utama ditempatkan di tidak mengenai pokok di mana baris tumpang tindih, hasil lebih secara memuaskan seimbang dibanding jika menyempurnakan simetri dicapai.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> <strong>8. Eyelines</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Kapan [yang] kamu sedang menembak suatu percakapan antar[a] 2 atau lebih [] para aktor, kamu harus meyakinkan eyelines pada setiap CU memenuhi yang lainnya, sedemikian sehingga ketika yang ditembak diterbitkan bersama-sama, mereka kelihatan seperti mereka sedang bertemu dengan satu sama lain.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">9. Imaginary Line</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• “ Persimpangan yang 180º poros, juga yang dikenal, [seperti/ketika] garis langkah sedang menggetarkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• " Sekali anda sudah menyediakan kamera mu pada [atas] satu sisi dari poros, menghindari ber/gerakkan ia/nya [bagi/kepada] sisi yang lain ( memotong garis yang khayal)</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• ." Contoh yang klasik yang membantu menggambarkan konsep dari garis adalah suatu multi-camera tunas dari suatu sepak bola [tanding/ temu]. Semua kamera harus pada [atas] satu sisi dari garis saja</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• ." Pada setiap ditembak, pemain harus dilihat ber/gerakkan ke arah yang sama.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> <strong>10. Exit left, enter right</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Prinsip dari garis juga menggunakan ketika kamu sedang menembak suatu pokok [yang] pindah dari dari sese]orang ditembak dan kemudian memetik/mengambil [mereka/nya] atas brown berikut ditembak." Aturan adalah jika mereka pergi dari yang kiri dari layar, mereka harus masuk dari [hak/ kebenaran] dari menyaring; jika mereka keluar [hak/ kebenaran], mereka harus masuk ditinggalkan.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">11. Continuity</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" [Itu] akan berbuat meyakinkan bahwa suatu rupa, muka like pokok yang sama setiap kali kamu menembak itu</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">." [Itu] akan berbuat detil menyaksikan brown menembak dan meyakinkan bahwa ketika kamu memotong, kata[kan, dari suatu L [bagi/kepada] CU dari [peristiwa; pemandangan] yang sama, [yang] tidak ada apapun di gambar-an [perlu] sudah meng/berubah.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" Pada [atas] suatu multi-camera menembak di mana kamu adalah secara efektif tembak menembak [tinggal/hidup], ini adalah jarang suatu masalah.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">" [Itu] adalah bagaimanapun sering suatu masalah pada [atas] tunas kamera yang tunggal.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">AUDIO: SOUND PICK UP (PENANGKAPAN SUARA)</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Seperti juga elemen produksi lainnya, audio televisi tidak seharusnya hanya sekedar ditambahkan begitu saja, namun ia harus terintegrasi ke dalam perencanaan produksi sejak awal.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Untuk itu, sebelum merencanakan dan menentukan jenis mic seperti apa yang akan digunakan dalam menangkap suara sesuai dengan kebutuhan pada saat produksi, ada baiknya setiap produser maupun orang yang terlibat dalam proses produksi, khususnya yang berkenaan dengan tata suara (audioman atau sound engineer) sebaiknya mempunyai pengetahuan dan keahliah dalam pemilihan dan penggunaan perangkat audio, khususnya mic.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Secara garis besar mic mempunyai dua karakteristik utama, yang meliputi (1) karakteristik elektronik, dan (2) karakteristik operasional.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Karaktersitik elektronik adalah ciri-ciri spesifik mic dilihat dari kemampuannya dalam menangkap suara yang berkenaan dengan elemen-elemen elektonik yang terdapat di dalamnya. Sedangkan karakteristik operasional adalah ciri-ciri spesifik mic dilihat dari segi kebutuhan dan penggunaanya pada saat proses produksi, tidak saja termasuk ciri elektronok di dalamnya, tetapi juga dari segi fisik. Dan bentuk fisik ini juga pada akhirnya mempengaruhi penggunaannya pada saat produksi. Misalnya saja ketika anda ingin melakukan produksi drama di luar ruangan dimana anda tidak ingin mic terlihat dalam screen dan anda tidak ingin terganggu oleh desis angin, maka akan menggunakan jenis mic fishpole boom.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat pembahasan mengenai karakteristik mic berikut ini:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1. <strong>Karakteristik Elektronik Microphone</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dalam memilih mic yang sesuai dan mengoperasikannya untuk merekam suara secara optimal, anda harus mengetahui tiga karaktersitik elektronik dasar (1) elemen sound-generating; (2) pola penangkapan suara; dan (3) fitu-fitur khusus mic.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">a Elemen sound-generating</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Semua mic mengalihkan (convert) gelombang suara menjadi energi elektronik, dimana disebarkan dan diubah kembali menjadi gelombang suara oleh loadspeaker.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Dikarenakan mic terdiri dari elemen-elemen ektronik, yang memang mengubah gelombang suara menjadi energi elektronik, maka gelombang sura yang dihasilkan pun merupakan gelombang suara yang telah melalui proses elektronik, jadi dapat dikatakan bahwa gelombang suara tersebut merupakan gelombang suara elektronik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ada tiga jenis utama sistem pengalihan suara yang digunakan untuk mengklasifikasikan mic: dynamic, condenser, dan ribbon.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Dynamic Microphone</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Jenis ini adalah yang paling “kasar”. Dynamic microphone sering juga disebut moving coil microphone. Dapat bekerja dekat dengan sumber suara dan dapat menangkap suara dengan level yang cukup tinggi tanpa merusak microphone itu sendiri atau mendistorsi suara dengan menjadi volume yang tinggi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ia juga dapat bertahan dalam keadaan temperatur yang tinggi. Ia ideal untuk outdoor tentunya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Condenser Microphone</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dibandingkan dengan dynamic microphone, condensor lebih sensitif terhadap guncangan, perubahan temperatur dan overload input. Tetapi ia biasanya menghasilkan kualitas suara yang lebih tinggi ketika digunakan dengan jarak yang cukup jauh dari sumber suara.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Tidak seperti dynamic mic, condenser mic memerlukan betere kecil untuk mengoperasikannya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Ribbon Microphone</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Memiliki sensitifitas yang mirip dengan condenser mic, ribbon mic menghasilkan suara yang “hangat”, biasanya penyanyi lebih menyukai menggunakan mic jenis ini.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ia lebih cocok jika digunakan di ruang tertutup (indoor). Sering juga disebut sebagai velocity mic.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">b Pola Penangkapan Suara (Sound Pick Up Pattern)</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Batas-batas dimana sebuah mic dapat mendengar dengan jelas disebut sebagai pola penangkapan (pick up pattern); sementara representasi dua dimensinya dibeut sebagai polar pattern.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Omnidirectional Pollar Pattern</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dalam produksi televisi anda perlu menggunakan kedua jenis mic, baik itu yang bersifat omnidirectional maupun unidirectional, tergantung pada bagaimana suara yang ingin anda dengar.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Omnidirectional mic mendengar suara dari berbagai arah, kurang lebih suara dari berbagai arah tersebut mempunyai kualitas yang sama.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Sementara itu unidirectional mic mendengar lebih baik dari satu arah - depan - daripada dari samping atau belakang. Karena pola kutubnya seperti bentuk hati, ia disebut juga cardiodid.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Unidirectional Pollar Pattern </span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Supercardiodid, hypercardiodid, dan ultracardiodid mic mempunyai pola yang sangat narrow, artinya mereka lebih konsentrasi mendengar dari depan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mereka dapat mendengar suara dari jarak yang sangat jauh dan membuat suara seolah-olah menjadi dekat.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Meskipun kadang-kadang ada yang dapat mendengar di arah belakang, namun karena mereka hanya mendengar dari satu arah (secara sempit dari depan) mereka tetap dikategorikan sebagai unidirectional mic.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Supercardiodid, Hypercardiodid, dan Ultracardiodid Mic Pollar Pattern</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Semua jenis mic tentunya digunakan tergantung pada situasi produksi dan kulitas suara yang diinginkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Jika membuat stand-up report (berdisi di scene sesungguhnya di kebun binatang, misalnya) anda pasti memerlukan mic yang kasar, omnidirectional, karena di samping ingin supaya suara anda terdengar anda juga ingin menangkap suara-suara hewan di sekitar anda.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Cardiodid Mic Pattern</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Di sisi lain jika anda merekam seorang penyanyi di studio, misalnya, anda mungkin akan memilih mic kualitas tinggi dengan pola penangkapan yang lebih directional cardiodid.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Untuk merekam perbincangan yang intim antara dua karakter dalam opera sabun misalnya, sebuah hypercardiodid shotgun mic mungkin pilihan yang paling tepat. Tidak seperti omnidirectional mic, shot gun mic dapat menangkap pembicaraan dari jarak yang relatif jauh tanpa mengurangi keberadaannya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ia juga dapat menghindari suara ribut di sekitarnya, suara-suara orang, pergerakan kamera, AC, dan sebagainya.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">c. Fitur-Fitur Khusus Microphone</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Microphone, karena digunakan dekat dengan mulutr sehingga ia memerlukan / terdapat “pop filter” di dalamnya, dimana dapat menghindari hentakan nafas (popping) dari orang yang menggunakannya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ketika digunakan di luar ruangan, semua jenis mic dapat dipengaruhi oleh angin, dimana dapat mengakibatkan suara-suara yang dapat mengganggu.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Untuk mengurangi gangguan angin, letakkan sebuah “windscreen” yang dibuat dari karet busa akustik di sekitar mic. Yang populer disebut sebagai “zeppelin” karena ia seperti merakit balon udara. </span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Gangguan angin tidaklah dapat dihindari secara total. Jika itu masih dianggap mengganggu, shooting-lah disaat kondisi tidak berangin.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2. Karakteristik Operasional Microphone (Pertemuan 9)</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Beberpa mic didesain dan digunakan biasanya untuk sumber suara yang bergerak, dimana yang lainnya digunakan lebih untuk sumber suara yang tidak bergerak. Ketika dikelompokkan menurut penggunaannya, ada mic yang bergerak (mobile) dan tidak bergerak (stationary). Tentu saja, beberapa mobile mic dapat digunakan untuk posisi stationary, dan stationary mic dapat digunakan sebagai mobile mic jika situasinya memungkinkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mobile mic meliputi (1) lavaliere, (2) hand, (30) boom, (4) headset, and (5) wireless, atau RF mic. Stationary mic meliputi (1) desk, (2) stand, (3) hanging, (4) hidden, and (5) long distance mic.Sekali ditempatkan dan sudah sesuai dengan tujuannya pada sumber suara, mereka tidak dipindah-pindahkan selama show atau show segment berlangsung.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">1 <strong>Lavaliere Microphones</strong></span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Biasa juga disebut sebagai lav, mungkin yang paling sering digunakan sebagai on-camera mic di televisi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Lav dengan kualitas tinggi dapat sebesar ibu jari hingga sebesar kuku dan dapat disematkan di baju dengan menggunakan clip kecil. Karena ukurannya yang kecil, tidak terlalu menonjol dan lebih terlihat seperti sebuah perhiasan dibandingkan sebuah alat elektronik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Penggunaan mic jenis ini ditujukan untuk menghindari bayangan yang belebihan. Dan lebih dapat menonjolkan unsur estetika dalam pencahayaannya. Untuk pergerakan yang lebih banyak, anda dapat menggunakan transmiter kecil yang diletakkan di ikat pinggang dan digunakan sebagai wireless mic.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Saat-saat menggunakan lavaliere mic:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• News</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Interviews</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Panel show</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Instructional show</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Dramas</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Kadang-kadang juga digunakan untuk ENG atau EFP. Misalnya anda sedang mewawancari seorang petani, dan ia menunjukka jenis-jenis tanaman yang ditanamnya, maka anda harus mengikutinya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Music</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kelemahan penggunaan lavaliere mic:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Tidak dapat digunakan terlalu dekat dengan mulut, karena sifatnya yang omnidirectional, maka gangguan suara kadang-kadang sulit untuk dihindari.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Satu mic hanya untuk satu orang.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Meskipun dapat digunakan sambil bergerak, namun yang wireless tetap saja membatasi dalam raduis tertentu.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">• Karena disematkan di baju, maka mic jenis ini akan menimbulkan gangguan yang sebabkan oleh gesekan-gesekan baju atau jaket.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">2 Hand Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Sesuai dengan namanya, hand mic dipegang oleh performer. Digunakan untuk segala situasi. Namun kebanyakan hand mic digunakan dalam produksi ENG. Untuk penggunaan on stage, hand mic digunakan oleh seorang penyanyi dan performer dimana kadang-kadang melibatkan audience.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Hand Microphone</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Yang paling penting, bagaimanapun, hand mic memungkinkan penyanyi untuk menyesuaikan kontrol suara. Pertama, mereka dapat memilih hand mic dimana reproduksi suara sesuai dengan kualitas dan gaya menyanyi mereka. Kedua, mereka dapat ”memperkerjakan” mic tersebut selama menyanyi, memegangnya dekat dengan mulut, untuk menambahkan feeling dan intimacy ketika suaranya lembut, atau dijauhkan pada saat suara lebih kuat. Ketiga,hand mic lebih memudahkan pergerakan mereka, khususnya jika mic tersebut wireless.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kelemahannya secara umum dari mic jenis ini adalah seperti apa yang telah dikatakan diatas dalam kelebihannya: kontrol suara oleh si performer, jika performer tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam mengontrol suara, mungkin akan lebih banyak gangguan dibandingkan suara yang diinginkan. Dan jika ia tidak wireless, maka kabelnya akan mengganggu pergerakan yang menggunakannya.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">3 Boom Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Pada saat produksi, seperti pada adegan-adegan dramatis, diperlukan mic yang tidak mengganggu pergerakan kamera (tidak dengan mudah masuk ke dalam frame), anda memerlukan mic yang dapat menangkap suara dari jarak yang cukup jauh dimana untuk membuatnya terkesan dekat dan menghindari gangguan disekitarnya. Shotgun mic dapat dikategorikan ke dalam mic jenis ini. Ia bersifat sangat directional (super or hypercardiodid) dan dapat menangkap suara dari jarak jauh. Karena biasanya digantungkan pada sebuah boom, atau dipegang dengan tangan seperti boom, sehingga disebut demikian.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Handled shotgun. Yang paling umum menggunakan dalam EFP ataupun produksi di studio kecil dengan memegangnya dengan tangan. Kelebihannya: fleksibel, tidak banyak memakan tempat, dan dapat dapat menggunakannya di sekitar lampu untuk menghindari banyangannya tertangkap oleh kamera. Kelemahannya: hanya dapat meng-cover adegan-adegan pendek agar tidak terlalu letih, harus dekat dengan adegan untuk mendapatkan suara yang bagus, apalagi jika keadaannya ramai, hati-hati jika shooting dengan menggunakan multi kamera, karena bisa saja anda tertangkap oleh kamera lain, suara kita pada saat memegangnya dapat tertangkap oleh mic ini.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Handled Shotgun</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Fishpoleboom. Gagang panjang sebagai penyangga dapat digunakan untuk memegang shotgun mic. Mic jenis ini biasanya digunakan untuk produksi ENG/EFP di outdoor, tetapi dapat, tentu saja, dapat digunakan di dalam studio</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Fishpole Boom</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Girrafe or tripod boom. Beberapa studio menggunakan boom kecil, disebut girrafe, or tripod boom. Girrafe terdiri dari boom horisontal yang bisa dipanjangkan yang disangga oleh sebuah tripod. Anda dapat tilt boom ke atas dan ke bawah secara simultan sesuai dengan yang diinginkan. Klelebihan menggunakan mic jenis ini: tidak seperti fishpole, anda tidak perlu menyangganya dengan tangan anda, mengambil tempat yang tidak terlalu luas, karena ia tidak terlalu tinggi dan roda yang tidak terlalu besar, maka anda dapat menggunakannya di laluan yang sempit, dapat diset dengan cepat.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Sementara itu kelemahannya: lampu/cahaya harus di-adjust supaya bayangannya tidak masuk ke ruang kamera, panjang boom ini memiliki keterbatasan, sehingga boom operator harus berada dekat dengan sumber suara, karena bobotnya yang ringan maka ia dapat dengan mudah bergerak dan bervibrasi yang suaranya dapat masuk ke mic.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">The big or perambulator boom. Ketika bekerja dengan produksi besar yang menggunakan multi kamera, seperti sitkom dan opera sabun misalnya, anda akan menemui situasi dimana meskipun sudah ada lavaliere mic, tetapi big perambolator lebih kelihatan hidup. Di lingkungan studio yang terkontrol, big boom masih yang paling efektif digunakan untuk mendekatkan mic dengan talent untuk menjauhinya dengan kamera. </span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">4 Headset Microphone</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Terdiri dari ear-phone yang kecil namun mempunyai kualitas unidirectional atau omnidirectional yang baik. Satu earphone membawa suara program, dan satu lagi membawa suara IFB (interupted foldback) pesan-pesan atau instruksi dari produser atau sutradara. Mic jenis ini digunakan dibeberapa jenis program, misalnya olahraga, ENG dari helikopter ataupun conferensi. Headset mic “mengisolasi” anda dari “dunia luar” dan juga membebaskan tangan anda untuk memegang naskah yang akan dibaca. </span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">5 Wireless Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mic jenis ini digunakan untuk mobilitas sumber suara yang tinggi. Penyanyi yang juga menari ke sana ke mari misalnya. Dapat berupa hand mic ataupun lavaliere mic</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">6 Desk Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Seperti namanya, mic jenis ini bisanya diletakkan di atas meja. Stationari mic ini biasanya juga digunakan untuk panel show, public hearing, pidato, press conference, dan program lainnya dimana performer bicara dari belakang meja. Mic ini digunakan untuk menangkap suara saja. Karena biasanya performer memegang naskah bahan pembicaraan. Mic yang dynamic dan omnidirectional biasanya yang digunakan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Boundary microphones. Salah satu jenis desk mic yang juga biasa disebut pressure zone microphone (PZM). Mic ini diletakkan bidang yang dapat memantul, meja ataupun lempengan plastik. Ketika letakkan pada “pressure zone” ini, mic akan menerima kedua sumber suara, yaitu yang langsung dan yang dipantulkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kelebihannya dapat menangkap lebih dari satu arah sumber suara, karena mic jenis ini mempunyai pola penangkapan yang lebar. Kelemahannya, jika anda menggunakan mic jenis ini maka suara kertas ataupun hentakan-hentakan jari di atas meja akan tertangkap</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">7 Stand Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Digunakan kapan saja ketika sumber suara tetap dan jenis programnya pun memungkinkan. Sebagai contoh, seorang penyanyi sambil bermain alat musik, maka mic jenis ini biasanya yang paling sering digunakan.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">8 Hanging Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Digunakan jika jenis-jenis mic tersembunyi (boom atau fishpole) dianggap tidak praktis. Anda dapat menggantungnya (high quality-cardiodid tetapi juga lavaliere) dengan kabelnya ditemapt yang sesuai dengan sumber suara.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">9 Hidden Microphones</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Suatu saat anda mungkin menemukan situasi dimana harus menggunakan mic kecil yang tersembunyi, dimana kamera tetap harus tidak tertangkap oleh kamera. Biasanya mic jenis lanaleire yang digunakan. Tetapi mic jenis PZM juga cukup efisien dijadikan hidden camera, sebab bentuknya yang tidak seperti mic pada umumnya. Anda dapat saja meletakkannya dia atas meja di mana orang tidak akan menyadari bahwa itu adalah sebuah mic.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">10 Long Distance Microphones</span></strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mungkin ini biasanya digunakan pada program olah raga. Kita perlu menyadari bahwa kadang-kadang suara lebih menyampaikan energi olahraga kepada pemirsa daripada gambarnya. Anda dapat menggunakan hypercadiodid shotgun misalnya. Tetapi satu cara yang cukup kuno tapi selalu berhasil adalah dengan menggunakan parabolic reflector microphone, yang menyerupai parabola dan terdapat omnidirectional mic di depannya. Semua suara yang masuk direfleksikan ke depan dan dikonsentrasikan ke mic.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dari ketiga unsr sersebut sangat menentukan kualitas suatu program acara televisi yang layak untuk disiarkan.</span></p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9029709289840510347.post-62081754924276827532009-09-13T21:15:00.000-07:002009-10-27T06:53:26.097-07:00WAWANCARA STUDIO<p align="center"><strong>Modul 14</strong></p><br /><p align="center"><strong>WAWANCARA STUDIO</strong></p><br /><p align="center"><strong><span style="font-family:Arial;"><span style="font-family:Arial;"><strong>Oleh : Sainuddin, S.Sos</strong></span></span></strong></p><br /><p><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dalam dunia jurnalistik wawancara khusus opini mempunyai nilai tambah, lebih-lebih kalau yang menjadi sumber wawancara memiliki nama atau keistimewaan dan opini yang dikemukakan merupakan suatu yang sama sekali baru dan belum pernah dikemukakaan kepada media lain.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Persiapan Materi Wawancara</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Persiapan Wawancara Untuk melakukan wawancara memerlukan persiapan dengan langkah-langklah sebagai berikut:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Pertama, sebelum melakukan wawancara harus menguasai persoalan yang akan dipercakapkan, kalau perlu membuat daftar pertanyaan dari yang bersifat umum sampai detail.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kedua, tahapan berikutnya menentukan arah permalahan yang digali dengan dilengkapi berbagai berita berkaitan dengan bahan yang akan dijadikan bahan wawancara.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Ketiga, setelah menentukan permasalahan, menetapkan siapa-siapa saja yang akan menjadi nara sumber untuk diwawancarai. Dalam hal ini harus jelas kriterianya mengapa dalam masalah ini harus mewawancarai nara sumber tersebut.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Keempat, mengenali sifat-sifatnya yang akan menjadi nara sumber sebelumterjadi wawancara. Untuk mengenali lebih dekat nara sumber, bertanya kepada oranglain yang tahu atau dekat dengan nara sumber, atau membaca tulisan dan riwayat hidup termasuk hobi, keluarganya, dan kesukaan lainnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Kelima, sebelum bertatap muka membuat janji dulu sebelum melakukan wawancara, untuk meminta dan m,enentukan kapan waktu yang luang dan tepat tepat untuk melakukan wawancara, karena biasanya sumber berita person yang sibuk, sehingga pengaturan waktu cukup ketat.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Keenam, yang tak kalah pentingnya persiapan mental untuk mengadakan wawancara, karena masing-masing pribadi punya karakter yang berbeda, sehingga diperlukan membaca karakter calon nara sumber.</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Persiapan peralatan</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Persiapan Peralatan yang diperlukan antara lain, bloknote, ballpoint, tape recorder atau kamera kalau memang diperlukan. Dianjurkan untuk berpakaian rapi dan menghindari penampilan yang kurang sopan. Persiapan-persiapan tersebut penting untuk mendapat perhatian, karena jangan sampai mempermalukan diri sendiri, lebih-lebih lembaga yang menjadi induk dari kegiatan wawancara ini. Dengan persiapan yang matang insya Allah mampu menggali sumber berita atau informasi yang diperlukan untuk mengembangkan berita dan sekali lagi sebelum bertemu dengan nara sumber cek ulang peralatan jurnalistik.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Untuk mendapatkan hasil yang baik maka harus mampu menemukan orang yang, sesuai dengan bidang dan keahlian, atau bisa juga karena hobi terkait dengan permasalahan yang akan menjadi topik wawancara. Misalnya, soal kerusakan lingkungan tentunya wawancara di arahkan kepada orang-orang menguasai masalah tersebut, sehingga pembicaraan ‘nyambung’. Kalau sudah ada janji mau wawancara dan waktu sudah ditentukan maka sudah selayaknya menepati waktu yang sudah disepakati bersama. Namun wawancara itu bisa dilakukan di manadan kapan saja, asal sama-sama dalam kondisi yang memang sifatnya serba mendadak, tetapi penguasan masalah tetap harus dipegang, supaya informasi yang didapatkan sesuai dan memberi nilai tambah pada berita yang diharapkan. Wawancara bisa dilaksanakan di mana saja, seperti di depan pintu, ketika nara sumber sedang masuk mobil asal nara sumber memberi kesempatan seperti itu. Namun itu diperlukan persiapan matang dari wartawan yang bersangkutan, terutama pengenalan lebih dulu pewancara dengan nara sumber. Pelaksanaan Wawacara</span></p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Tiba saatnya wawancara yang perlu mendapat perhatian hal-hal sebagai berikut:</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Menjaga Suasana Ini sangat penting dalam pelaksanaan wawancara dibuat lebih rileks, sehingga berjalan dengan santai tidak terlalu formal meskipun membahas masalah yang serius. Untuk menciptakan suasana yang nyaman dan baik memerlkan waktu, karena itu sebelummemasuki materi yang akan dipercakapkan lebih enak kalau dibuka dengan hal-hal yang umum. Misalnya, soal keadaan nara sumber baik itu masalah kesehatan, hobi dan sebagainya yang mungkin menyetuh hati. Meski sifat basa-basi ini diperlukan untuk menarik simpati supaya nara sumber sehibngga tidak terlalu pelit dengan pernyataan atau pendapat baru. Kecuali kalau pewawancara sudah sangat dekat basa-basi itu bisa dikurangi, lebih-lebih kalau memang waktu untuk wawancara sangat terbatas, pewawancara harus tanggap. Itupun juga kita dibicarakan sebelum melangsungkan wawancara. Dalam menjaga suasana ini sudah selayaknya dilakukan, antara lain jangan membuat nara sumber marah atau tersinggung, sehingga percakapan langsung diputus. Jangan marah-marah atau memojokkan nara sumber. Bersikap Wajar Dalam wawancara seringkali berhadapan dengan nara sumber yang benar-benar pakar, tetapi tidak jarang yang dihadapi tidak menguasai persoalan. Namun demikian tidak perlu rendah diri atau merasa lebih tinggi dari nara sumber, seharusnya bisa mengimbangi atau mengangkatnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Pewawancara juga harus bisa mencegah supaya nara sumber tidak berceramah, karena itu persiapan menghadapi berbagai karakter ini sangat diperlukan. Karena itu dalam persiapan wawancara ini diperlukan,menguasai materi, selain menguasai nara sumber dan pandai-pandai membawakan diri agar tidak direndahkan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Apabila menghadapi nara sumber yang tidak menguasai masalah bisa mengarahkan tetapi tanpa harus menggurui, sehingga bisa memahami persoalan yang akan digali. Memelihara Situasi Secara sadar sering terbawa emosi, sehingga lupa sedang menghadapi nara sumber, karena itu dalam wawancara harus pandai-pandai memelihara situasi supaya mendapat informasi yang dibutuhkan dan jangan sampai terjebak ke dalam situasi perdebatan dengan nara sumber yang diwawancarai. Juga perlu dihindari situasi diskusi yang berkepanjangan atau bertindak berlebihan sampai menjurus ke arah interograsi apalagi menghakimi. Misalnya, wawancara dengan seorang direktur rumah sakit terkait dengan kasus flu burung, karena etika kedokteran, sehingga harus dijaga dirahasiakan. Namun pewawancara memaksakan kehendak, sehingga menimbulkan ketegangan dan menghakimi direktur tersebut, bukan mendapat informasi malah tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dalam menghadapi kasus seperti itu pewawancara harus mampu mencari celah untuk kembali pada situasi, agar mendapatkan informasi yang lebih jelas.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Tangkas Menarik Kesimpulan Pada saat wawancara berlangsung dituntut untuk secara setia mengikuti setiap jawaban yang diberikan nara sumber untuk menarik kesimpulan dengan tangkas. Dengan kesimpulan yang tepat wawancara terus bisa dilanjutkan secara lancer. Kesalahan yang sering dilakukan wartawan pada saat mengambil kesimpulan kurang tangkas, sehingga nara sumber harus mengulang kembali apa yang telah disampaikan. Kalau itu terjadi berulangkali maka akan membuat nara sumber bosan, sehingga wawancara tidak berkembang, membuat pintu informasi menjadi tertutup. Akibat yang paling parah kehilangan sumber berita, karena nara sumber takut salah kutip. Bagi nara sumber yang teliti dan kritis, satu persatu kalimat akan menjadi pengamatan. Salah kutip ini harus dihindari dalam setiap wawancara, Jangan takut minta pernyataan diulang atau bahkan ada kata yang kurang jelas seperti ucapan bahasa Inggris harus selalu dicek kebenaran arti dan ejaannya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> enjaga Pokok Persoalan Menjaga pokok persoalan sangat penting dalam setiap wawancara agar dalammenggali informasi mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan hasil yang memuaskan. Seringkali dalam menjaga pokok persoalan ini diliputi perasaan rikuh kalau kebetulan ayng diwawancari pejabat atau mempunyai otoritas dalam hal tertentu. Serngkali untuk menjaga situasi ini ada anjuran pewawancara mengikuti apa yang dikatakan nara sumber</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> Meski harus mengikuti pembicaraan nara sumber diharapkan tidak lari dari pokok persoalan bahkan berusaha mempertajam pokok masalah, agar tetap mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Contohnya, untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang kerusakan lingkungan, pada awalnya memang bercerita tentang lingkungan tetapi di tengah-tengah pembicaraan membelok ke arah lain dan menyimpang dari pokok persoalan. Kalau sudah demikian maka yang dilakukan segera mengembalikan inti persoalan. Kritis Sikap kritis perlu dikembangkan dalam wawancara agar mendapat informasi yang lebih terinci dan selengkap-lengkapnya. Untuk itu diperlukan kejelian dalam menangkap persoalan yang berkaitan dengan pokok pembicaraan yang sedang dikembangkan. Jeli dan kritis merupakan kaitan dengan kemampuan menangkap setiap kata dan kalimat yang disampaikan oleh nara sumber.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> ekritisan tersebut tidak hanya menyangkut pokok persoalan, tetapi juga menangkap gerakan-gerakan yang diwawancarai. Berkait dengan pokok persoalan kalau kritis menangkapnya maka bisa meluruskan data bila nara sumber salah mengungkapkannya. Baik itu tentang angka, tempat kejadian dan sebagainya. Ini penting sebagai bahan untuk menuliskan laporan, sehingga benar-benar utuh dan penuh warna. Kalau perlu ketika nara sumber sedang memberikan keterangan dalam keadaan gelisah, terus menerus mengepulkan asap rokok dan sebagainya, hal ini harus ditangkap sebagai isyarat yang bisa dituangkan dalam tulisan.</span> <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dengan demikian pembaca mendapat gambaran utuh dan laporan tidak kering. Sopan Santun Dalam wawancara sopan santun perlu dijaga, karena ini menyangkut etikat pergaulan di dalam masyarakat yang harus mendapat perhatian dan dipegang teguh. Dalam menghadapi nara sumber kendali sudah mengkenal betul, tidak bisa bersikap sembarangan, sombong atau perilaku yang tidak simpatik lainnya. Bila akan merokok, sementara nara sumber tidak merokok harus minta izin. Apalagi kalau ruangan tempat wawancara ber-AC maka sopan santun perlu dijaga. Di awal maupun di akhir wawancara jangan lupa mengucapkan rasa terima kasih kepada nara sumber,. Karena telah memberikan kesempatan dan mendapatkan informasi dari hasil wawancara. Pada akhir wawancara pesan kepada nara sumber untuk tidak keberatan dihubungi bila ada data yang diperlukan ternyata masih kurang. Hal-hal praktis yang perlu mendapat perhatian dalam mengadakan wawancara berkaitan dengan sopan santun: Tidak perlu gusar bila nara sumber yang menjadi target wawancara menolak dengan alasan sibuk. Mencoba dan mencoba lagi, agar diberi waktu untuk wawancara merupakan suatu upaya, sampai mendapat kesempatan untuk membuat perjanjian waktu. Untuk mendapat perjanjian bisa melalui telepon atau mendatangi langsung kantor atau rumahnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;"> ihindari datang terlambat pada saat akan melakukan wawancara dan lebih baik datang lebih awal. Jangan sampai salah mengeja nama orang yang diwawancarai dan lebih baik minta kartu nama atau paling tidak ketika nama nara sumber itu sulit dieja diminta dengan hormat untuk menuliskan di bloknote yang digunakan untuk mencatat hasil wawancara. Cek kembali peralatan tulis apakah sudah lengkap, karena kalau sampai ada peralatan tidak terbawa bisa membuat suasana awal dari wawancara menjadi kurang berkesan.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Persiapan Teknis</span></strong></p><br /><p align="justify">™ <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Alat perekam. Dalam wawancara yang dipakai untuk pengumpulan bahan, mungkin ini tak begitu diperlukan. Tapi untuk wawancara khusus, perekam jadi sangat penting. Selain ingatan kita terbatas, ini untuk menghindari adanya salah pengertian dan keliru menuliskan angka, singkatan dan sebagainya.</span></p><br /><p align="justify">™ <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Notes. Selain untuk membantu ingatan, catatan-catatan kecil bsia sangat membantu. Toh tak semua pekerjaan wawancara bisa dilakukan oleh alat perekam. Kalau bisa menulis steno, tentu akan sangat membantu. Malah tanpa perekam pun tak jadi soal. Jika steno tak bisa, jadikanlah notes sebagai panduan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Misal:</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">menit 5 pernyataan menarik soal</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">menit 15 kutipan untuk judul</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">menit 30 data-data statistik.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Persiapan Non-teknis</span></strong></p><br /><p align="justify">™ <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Referensi. Jangan pernah melakukan wawancara dengan kepala kosong. Paling tidak, kuasailah pokok persoalan. Semakin banyak semakin baik. Bukan untuk mengajak nara sumber debat, paling tidak kita tidak mudah dikelabui nara sumber.</span></p><br /><p align="justify">™ <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Background nara sumber. Selain kapasitasnya, juga pribadinya. Kelak ini akan membantu saat kita sudah melakukan wawancara. Kita bisa memulai wawancara terasa santai dan mengalir jika tahu karakter nara sumber.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Beberapa hal penting</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Symbol;font-size:100%;">· </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Dengar dan perhatikan. Simaklah apa saja yang disampaikan nara sumber.</span> <span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Tanyakan kalau kurang jelas atau ada informasi yang kurang lengkap. Bisa disela, tapi lebih baik sesudah sumber selesai bicara.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Symbol;font-size:100%;">· </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Buatlah nara sumber terasa nyaman. Ini trik klasik agar kita bisa menggali informasi sebanyak-banyaknya. Bisa dengan mewawancarai dia di kantornya atau dari sikap bertanya kita yang tak boleh seperti polisi saat menginterogasi pelaku kejahatan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Symbol;font-size:100%;">· </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mengawali wawancara. Awalnya, tanyakan hal-hal yang lebih ringan atau yang menjadi interestnya sebelum akhirnya kita berbelok pelan ke inti persoalan. Tapi, hindari basa-basi. Kalau nara sumber tak bisa menerima sendirian alias mesti ramai-ramai, tembak langsung dengan inti persoalan. Kalau punya pertanyaan yang bisa menyinggung perasaan, tanyakan di akhir kesempatan setelah semua soal lain terjawab.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Symbol;font-size:100%;">· </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Memilih pertanyaan, Pertayaan yang baik adalah separuh dari jawaban itu yang sering kita dengan dalam seni berwawancara, Frinsipnya kita jangan hanya menerima apa saja yang dikatakan narasumber, Kalau perlu bersikaplah curiga, tapi jangan kelihatan, Jika kita punya data atau refrensi yang memadai, Anda bisa menyelanya atau mengkonfrontir data jika ada yang dianggap tidak akurat, Pertayaan ”apakah benar anda melakukan pertemuan dengan Si A” akan mendapatkan jawaban beda dengan ”Apa yang anda bicarakan dalam pertemua dengan si A di Hotel Mulia?”</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Symbol;font-size:100%;">· </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Evaluasi catatan. Di sela-sela wawancara, liriklah notes; adakah data yang kurang atau sesuatu yang tak jelas? Kalau ya, tanyakan. Atau, tanyakan kepada nara sumber, masih adakah yang perlu disampaikan tapi lupa ditanyakan?</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Symbol;font-size:100%;">· </span><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Mengakhir wawancara. Tanyakan nomor kontak nara sumber, baik rumah, kantor atau handphone. Katakan bahwa kemungkinan Anda akan menghubungi dia lagi lain waktu. Jangan lupa ucapkan terima kasih.</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="color:black;">TAHAP</span></strong><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">AN PRODUKSI PROGRAM ACARA</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Secara umum dibagi menjadi 3 bagian Pra Produksi Produksi Pasca Produksi</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">BRAIN STORMING</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Membuat /menentukan detail konsep bersama-sama dengan Producer, Creative Melakukan analisis script/scenario /rundown berdasarkan konsep/ ide yang telah disepakati</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Menentukan peralatan pendukung teknis meliputi : Kamera, Lighting, Audio dan perangkat teknis lainnya sesuai dengan konsep program KOORDINASI Melakukan koordinasi dengan crew pendukung teknis meliputi : TD, Kameraman, Switcherman, Audioman, Lightingman menyangkut konsep acara dan kebutuhan peralatan produksi Me-review kembali kebutuhan teknis produksi dengan Producer dan Creative</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">EKSEKUSI</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Membuat /menentukan bloking kamera Melakukan supervisi terhadap penataan set panggung, lighting, kamera, audio, switcher, CG etc.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Bersama-sama TD memastikan kesiapan perangkat teknis lainnya</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Memandu jalannya Gladi Bersih bersama FD</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Berkoordinasi dengan producer dan krabat kerja yang lain</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Melakukan Briefing bersama seluruh crew pendukung acara mengenai rundown acara SHOOTING PROGRAM ( Live / Taping ) Mengarahkan produksi Program Acara</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">EVALUASI</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Bersama Producer dan crew pendukung teknis lainnya melakukan evaluasi</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">EDITING</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Mengikuti proses editing program</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Bila Dibutuhkan</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;">Rundown</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Untuk sebuah produksi televisi, rundown merupakan panduan yang dijadikan acuan seorang program director atau pengarah acara dalam menjalankan sebuah acara televisi. Rundown biasanya disusun oleh produser dan didiskusikan dengan tim produksi. Format pembuatan rundown tidak mutlak, sangat tergantung dari karakteristik format acara televisi itu sendiri. Rundown format berita misalnya agak sedikit berbeda dengan rundown untuk acara berformat non drama ( quiz, gameshow, music, variety show,magazine ,dll).</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Rundown merupakan susunan isi cerita dari sebuah program acara yang dibatasi oleh durasi(panjangnya item acara), segmentasi dan deskripsi atau bahasa naskah.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Untuk acara berdurasi 30 menit biasanya dibagi menjadi empat segment, namun beberapa acara berdurasi setengah jam ini juga kadang terbagi menjadi 3 segment. Sedangkan acara berdurasi 60 menit biasanya terbagi atas 5 atau 6 segment. Salah satu fungsi pembuatan segmentasi ini adalah untuk keperluan penempatan commercial break atau iklan. Misalnya, total konten program acara berdurasi 30 menit adalah 24 menit,sisanya yang 6 menit untuk iklan.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Selain kolom “Segment”, hal penting lainnya adalah “Description”. Di kolom ini dijelaskan tentang apa saja isi dari setiap segment. Sedangkan jika ada catatan penting lainnya, bisa dimasukan ke dalam kolom</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">PRA PRODUKSI PRODUKSI PASCA PRODUKSI</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Executive Producer Producer Program Director Kameraman Switcerman Audioman Lightingman Talent / Host Art/ Set Design Technical Director Floor Director VT Make Up Script Graphic / CG On Air / MCR HUBUNGAN KERJA</span></p><br /><p align="justify"><strong></strong> </p><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">TYPE OF SHOOT Close Up</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">KOMPOSISI dan CAMERA ANGLE Low Angle High Angle Eye Level Head Room Looking Room</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CAMERA MOVEMENT Pedestal Up/Down Tilt Up/Down Swing Panning Trek Right Trek Left</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Multicamera adalah format shooting dengan menggunakan lebih dari satu kamera, dihubungkan melalui satu sistem yang terintegrasi . Jadi, kalaupun menggunakan lebih dari satu kamera ketika tidak terintegrasi satu sama lain maka format tersebut belum bisa dikategorikan sebagai multicam system . Sedangnkan dari segi penayangannya bisa disiarkan secara langsung ( live ) atau tayang tunda ( live on tape ). Jenis acara televisi yang menggunakan multicamera di antaranya : talkshow, sitkom, game show, music show , quiz, magazine, variety show.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CAMERA BLOCKING BLOKING UNTUK WAWANCARA DENGAN 2 KAMERA</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CAMERA BLOCKING BLOKING UNTUK WAWANCARA DENGAN 3 KAMERA 1 2 3 two shoot Group shoot one shoot</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CAMERA BLOCKING BLOKING UNTUK MUSIK DENGAN 5 KAMERA</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CAMERA BLOCKING Sketsa Set Design</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">BAHASA KOMANDO… STANDBY Aba-aba untuk meminta kepada seluruh pendukung acara baik crew maupun talent/presenter untuk bersiap-siap memulai acara / program. Dapat juga berarti aba-aba untuk kameraman agar jangan merubah komposisi gambar karena akan di ambil . Contoh : “ Studio standby….Crew Standby….” Atau “ Standby kamera satu….Take kamera satu….” COUNTDOWN Hitungan mundur untuk memberi aba-aba agar program di mulai tepat sesuai waktu yang di tentukan Dapat juga berarti memberikan jeda waktu pada proses recording antara satu adegan ke adegan berikutnya, untuk mempermudah pada proses editing Contoh : “ Standby … lima…empat…tiga…dua…satu…action !!!...”</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Big Close Up = BCU Close Up/Close Shot = CU/CS Medium Close up = MCU Mid Shot = MS Medium Long Shot = MLS Long Shot = LS Very Long Shot = VLS Wide Angle = WA Low Angle/High Angle = LA/HA 2S = 2-Shot OTS O/S = Over the Shoulder Centre/Centre of Frame= C,COF Zoom In/Zoom Out = Z/I,Z/O FAVouring = fav FRAme Left or Right = fr L or R A/B = As Before</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Pan L or R Tilt up or down Ped Up/elevate Ped Down/depress Crane up or down Crab L or R Arc L & R Track in or out Focus up/ defocus/ pull focus</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CUE / ACTION Aba-aba untuk artis, talen, presenter atau performer yang lain untuk memulai adegan atau aksinya sesuai dengan script/ naskah. Dalam produksi program besar yang melibatkan banyak orang, komando dari Director diteruskan kepada Floor Director Contoh : “… tiga…dua…satu…Cue Sandrina…!!” atau “Camera ..!!! ..Action…!!” “ TAKE” / “ON” Aba-aba untuk kameraman sebagai tanda gambarnya di ambil, biasanya dilakukan untuk produksi program dengan multi kamera.</span> <span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Contoh : “ Standby kamera satu… Take kamera satu” atau “ Kamera satu …On..!!”</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Take two, Take Tree… dst Isyarat untuk meminta untuk dilakukan pengambilan gambar ulang, karena pengambilan gambar pertama terjadi kesalahan atau hasilnya tidak memuaskan. ROLLING / PLAY Aba-aba kepada VTR operator untuk memulai pemutaran video tape, bisa juga berlaku sebagai aba-aba untuk memulai perekaman. Contoh : “… standby VTR… rolling VTR….” Atau “ Stndby VTR …rolling record VTR… tiga..dua..satu..”</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">WIDE SHOOT / Tide Shoot Perintah kepada kameraman untuk pengambilan sudut gambar lebar atau sempit Contoh : “… kamera satu wide….” CUT Perintah untuk memotong adegan BUNGKUS/ CLEAR Komando sebagai isarat bahwa seluruh kegiatan produksi telah usah. Dapat juga berarti proses pengambilan gambar pada satu scene telah usai atau pengambilan gambar pada satu tempat telah usai, diteruskan ke tempat berikutnya</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">FLOOR DIRECTOR Bertugas sebagai penghubung dalam menyampaikan pesan- pesan Pengarah Acara kepada kerabat kerja dan para artis pendukung dalam produksi suatu acara.</span></p><br /><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Memenuhi syarat level gambar kamera tv sesuai dengan standart teknik pertelevisian.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Menghasilkan prespektif 3D dan efek kedalaman gambar</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Menghasilkan efek dramatis dan efek visual lainnya</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Dapat digunakan sebagai efek penentu waktu sebuah adegan</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Menunjang komposisi shoot</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">TATA CAHAYA Fungsi TATA CAHAYA</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">SECARA UMUM ADA 2 JENIS CAHAYA LAMPU</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">TUNGSTEN</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">DAY LIGHT</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">TATA CAHAYA Back Light Key Light Area Key Light Fill Light Area Edge Light Area Fill Light Area Side Light Area Side Light Area Edge Light Area</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Lighting Director</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">bertugas sebagai seseorang yang</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">bertanggung jawab terhadap</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Keberhasilan penataan</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">cahaya di studio baik</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">secara artistik maupun</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">yang mampu menyentuh</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">perasaan yang sesuai</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">dengan</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">tuntutan naskahnya.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">TATA CAHAYA Lighting Studio Berita</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Contoh Shooting Board</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">SISTEM PENYIARAN SEDERHANA STUDIO MCR Rumah Rumah</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Satelit Palapa C Satsiun Bumi Satelit Palapa A Satelit Palapa B Satelit Palapa C SATELIT Pemancar</span></p><br /><br /><p align="justify"><strong><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">SISTEM PENYIARAN TELEVISI</span></strong></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">SNG ( SATELLITE NEWS GATHERING ) sistem pengiriman sinyal (audio/video) melalui satelit dan memancarkannya kembali kebumi. disebut SNG Van (Mobil SNG) Untuk memudahkan mobilitas . SNG dan OB Van SNG Van</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">BLOCK DIAGRAM STUDIO PRODUCTION TO TRANSMITER CG VDA ADA</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">BLOCK DIAGRAM EFP</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">STUDIO Studio Fixed Set Program Famous to Famous Studio Virtual News</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">STUDIO TELEVISI ADALAH TEMPAT YANG DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN MEMPRODUKSI ACARA TELEVISI, BISA BERUPA RUANGAN TERTUTUP MAUPUN DI ALAM TERBUKA.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Kamera studio Kamera ENG ( Electronic News Gathering ) Kamera EFP ( Electronic Field Production ) JENIS - JENIS KAMERA</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Pedestal KAMERA & Asesoris</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">TELEPROMPTER KAMERA PROMPTER</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">VIDEO CONTROL ROOM Video Switcher Control Room</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Program Preview BASE BUTTON SUB BUTTON Konfigurasi wipe AUX BUTTON TRANSITION VIDEO SWITCHER PRODUCTION Switcher adalah seseorang yang bertanggungjawab terhadap pergantian gambar, baik atas permintaan Pengarah Acara atau sesuai dengan shooting script/rundown yang telah disusun sebelumnya. DSK KEY BUTTON KEY CONTROL</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Pada produksi TV akan ditemukan editing dalam 3 bentuk :</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Video switching in real time, mempergunakan production switcher ( video mixer)</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Post production videotape editing</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Film editing</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Meskipun secara mekanis masing-masing prosesnya berbeda, efek artistiknya bisa jadi</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">hampir sama.Yang perlu diperhatikan pada saat editing adalah :</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Moment yang dipilih untuk diganti dari satu shot ke shot lainnya. ( cutting point )</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Bagaimana pergantian shot tersebut (cut, mix,dsb) dan kecepatan transisi.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Order of shots ( sequence ) dan durasinya ( cutting rhythm ).</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Mempertahankan kualitas gambar yang baik dan kesinambungan audio. Menggabungkan adegan yang diambil pada waktu dan tempat berbeda, apabila adegan diambil dengan satu kamera.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">MICROPHONE & JANGKAUAN DINAMIC CONDENSOR REBON</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">AUDIO CONTROL ROOM Audioman adalah petugas yang mengatur perimbangan suara dari berbagai sumber, dengan jalan melakukan perekayasaan dalam penempatan mikrofon dan lain sebagainya. Audio Control Room dg Mixer Digital Mixer Analog</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">MIXER AUDIO MIXER 16 INPUT Contoh distribusi audio</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">ALAT UKUR AUDIO LED Meter Display VU Meter Display</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">CENTRAL EQUIPMENT ROOM CER Fiber Optic</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">VTR adalah peralatan yg digunakan untuk merekam (Record) dan memutar (playback) gambar dan suara untuk keperluan siaran.</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">MACAM-MACAM VTR :</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Betacam</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">DVC Pro</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">Mini DV / DV Cam</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">VHS / S-VHS</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">VTR ( Video Tape Recorder)</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">MASTER CONTROL Master Control Room Terminal Operation</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">STUDIO LIGHTING BALCAR CYBER PAR GOBO</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">PORTABLE LIGHTING RED HEAD HMI DEDO FRESNEL PAR PORTABLE</span></p><br /><p align="justify"><span style="font-family:Arial;font-size:100%;color:black;">MIXER LIGHTING LIGHTING CONSOLE</span></p>Super Aidiehttp://www.blogger.com/profile/02229357269463277836noreply@blogger.com6